TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

SSRI -Part 7



SSRI -Part 7

0 Suasana di pinggiran kota Han, tepatnya di sisi bukit Han tampak begitu tenang. Rembulan sedang bersinar terang, menyinari sebuah rumah yang ada di atas bukit sana. Pohon persik yang usianya sudah puluhan tahun itu tampak berdiri gagah, kelopak-kelopaknya tampak berterbangan dengan sangat indah. Di bawah sinar cahaya rembulan yang kini sedang bersinar terang-benderang.     
0

Chen Liao Xuan tampak bersimpuh di depan kamarnya, sambil menyaksikan pemandangan yang sangat indah itu. Menyaksikan bagaimana kelopak-kelopak bunga dari pohon persik itu berguguran dengan sangat nyata. Rambut hitam panjangnya yang kini tergerai seutuhnya tampak bergerak-gerak gelisah, jubah putihnya tampak bergerak seirama dengan asal embusan angin malam itu.     

Chen Liao Xuan memejamkan matanya, air matanya kembali menetes dengan sangat sempurna. Ini adalah air mata kedua, yang ia teteskan selama dia hidup. Yang pertama saat dia melihat gadis kecil itu di bawah pohon persik yang sedang berbunga lebat. Dan yang kedua saat ini. Kini dia lantunkan dawai-dawai kecapi yang ada di depannya. Suaranya tampak sangat merdu, namun mengandung syarat yang sangat menyakitkan. Bahkan membuat siapa saja yang mendengarnya pun ikut menangis. Di bawah sinar rembulan yang benderang terang, bersama dengan lantunan lembut dari suara angin yang mengumandangan kesunyian malam, Chen Liao Xuan memainkan kecapinya dengan sangat indah. Kelopak-kepolak bunga persik itu tampak berguguran dengan sangat nyata. Seolah mereka sedang menari dengan indahnya diiringi merdu suara kecapi itu. Tanpa Chen Liao Xuan sadari, di balik pohon persik ada sosok yang tengah memandanginya diam-diam. Ya, dia adalah Anqier. Gadis kecil itu kini sedang melihat Chen Liao Xuan dengan jubah putihnya yang indah sedang bermain kecapi. Rambut panjangnya sesekali bergerak gelisah ketika angin berembus. Wajah tampannya yang terkesan cantik itu terlihat sangat sendu. Kelopak-kelopak bunga persik seolah memberi penyempurna tersendiri. Sehingga suasana Chen Liao Xuan saat itu benar-benar sangat menakjubkan.     

Anqier perlahan mengambil sebuah kain putih, yang sedari tadi sudah dia siapkan dengan nyata. Untuk kemudian, dia memulai menggambar pemandangan menakjubkan di depannya itu. Tatakala ada seorang pemuda yang sedang duduk di depan kamarnya, bersila dengan sangat gagah. Memainkan dawai-dawai kecapi dengan begitu merdu nan indah. Wajah tampannya yang lembut seolah tak lekang oleh waktu, disinari bulan purnama yang sedang indah-indahnya itu. Diiringin oleh tarian kelopak dari bunga-bunga persik yang berterbangan, sosok itu benar-benar seperti makhluk abadi yang tak akan pernah bisa musnah sampai kapan pun.     

Anqier kembali tersenyum getir, dadanya berdebar dengan begitu aneh. Aliran darahnya berdesir dengan lebih cepat dan hangat, kenapa dia menjadi merasakan hal seaneh ini setiap kali dia memandang sosok Chen Liao Xuan. Si lelaki cantik yang sangat mempesona, si lelaki berwajah lembut namun kadang terlihat begitu mengerikan. Di balik semua gerak-geriknya yang begitu lembut namun gagah itu, seolah tersimpan misteri. Bahkan Anqier sampai detik ini pun masih belum tahu, apakah sosok itu benar-benar manusia atau malah dari bangsa lainnya. Sebab Anqier rasa, tak akan ada satu manusia di muka bumi ini, yang memiliki ketampanan yang terlalu sempurna seperti dia. Sehingga jika disandingkan dengan laki-laki tertampan di bumi pun, ketampanannya terlalu mencolok dan sangat nyata.     

Anqier kini memandang hasil lukisannya, terlihat begitu sangat nyata dan indah. Untuk kemudian, dia kembali tersenyum simpul. Membawa kembali lukisannya itu ke dalam kamarnya. Ya, sepertinya hari ini sudah lebih dari cukup, tentang banyak hal yang dia alami bersama dengan Chen Liao Xuan. Dia ingin membuat lebih banyak memori bersama teman barunya itu, sebelum teman barunya memutuskan untuk pamit dan pergi dari tempat ini.     

Ekor mata Chen Liao Xuan melirik, pada kepergian Liu Anqier yang diam-diam beranjak dari tempat persembunyiannya. Untuk kemudian, dia tampak tersenyum samar. Lagi, Chen Liao Xuan tampak memejamkan matanya rapat, untuk kemudian dia mulai melantunkan dawai-dawai kecapinya. Setelah ini dia harus benar-benar pergi, atau kalau tidak dia akan menjadi manusia yang tinggal dengan semua tata cara aneh di sini. Kerajaannya sekarang sedang butuh dia, dan dia tak mungkin membiarkan singgasananya kosong. Meski berat, meski sebenarnya dia enggan. Tapi, mau bagaimana lagi. Hal ini harus dia lakukan untuk menjaga kedudukannya sebagai seorang Raja Iblis di alam ini. Atau jika tidak, dia akan benar-benar kehilangan banyak hal dan barang, dia juga akan kehilangan orang-orang kepercayaannya hanya karena kebodohannya karena memilih hidup menjadi manusia dari pada kembali ke alamnya.     

Chen Liao Xuan kembali memiringkan wajahnya, matanya pelan-pelan terbuka. Kornea semerah darah itu kini tampak begitu nyata, untuk kemudian dia melirik pada satu titik yang ada di ujung pandangannya.     

*****     

"Apa kau serius, Tao? Ini sudah tengah malam. Bagaimana kau meminta izin untuk pergi bahkan sebelum fajar menjelang? Kau belum mendapatkan sarapan dari kediaman kami, dan itu benar-benar hal yang sangat tidak mengenakkan hati," Liu Ding Han mencoba untuk menahan Chen Liao Xuan untuk pergi. Setidaknya sampai dia menyelesaikan sarapannya nanti, kemudian berpamitan secara baik-baik dengan putrinya.     

"Maaf, aku benar-benar harus pergi sekarang sebelum fajar datang," paksa Chen Liao Xuan.     

Liu Ding Han yang saat ini sedang memilah beberapa ramuan itu pun agaknya menghentikan kegiatannya. Kemudian dia memandang sosok berjubah putih itu dengan sangat nyata.     

"Kenapa?" tanya Liu Ding Han. Chen Liao Xuan hanya memandang wanita paruh baya itu dengan tatapan bingungnya. Suara gemercik dari sungai yang mengalir kini terdengar sangat nyata. Hingga membuat otak Chen Liao Xuan kosong seketika. "Apa karena ini adalah alasan agar kau tak berpamitan dengan Liu Anqier?" tebak Liu Ding Han tepat sasaran.     

Mata Chen Liao Xuan terbelalak kaget, wajahnya terasa begitu panas sekarang. Untuk kemudian, lengannya dipukul oleh Liu Ding Han, membuatnya harus mundur menghindari pukulan itu lagi.     

"Aku juga pernah muda, kau tahu. Gelora yang membara itu pasti ada," kata Liu Ding Han yang benar-benar membuat Chen Liao Xuan bingung bukan main.     

"Apa yang hendak kau sampaikan?" tanyanya kemudian. Apakah Liu Ding Han tahu kalau putrinya telah ia renggut mahkotanya? Bahkan dia sudah memberikan mantra sihir kepada gadis kecil itu. Agar ketika dia menikah dengan suaminya kelak, suaminya tidak akan pernah tahu tentang hal ini.     

"Kau menyukai putri kecilku, bukan?"     

Chen Liao Xuan langsung terbatuk-batuk dengan sempurna mendengar ucapan dari Liu Ding Han itu. Untuk kemudian dia mengibaskan tangannya dengan cepat.     

"Apa yang kau katakana Nyonya Liu? Siapa yang menyukai siapa? Kau tahu bukan aku adalah makhluk yang bukan dari bangsa kalian. Kenapa bisa aku harus menyukai gadis kecil jelek seperti itu. Tentu tidak sama sekali, jangan pernah menyandingkan aku dengan gadis kecil jelek itu lagi. Dia bukan tipeku sama sekali, percayalah," kilah Chen Liao Xuan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.