TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

SSRI -Part 9



SSRI -Part 9

0 "Waktu itu, aku dan Anqier begitu sangat nakal. Kami diam-diam mengekori langkah Paman Liu untuk pergi mencari tanaman obat. Tapi tak berapa lama kami pun terpisah. Kami kehilangan jejak Paman Liu di hutan pinus. Saking paniknya kami karena hutan itu cukup luas dan lebat, aku dan Anqier menysusuri setiap celah yang ada. Kemudian, mata kami menangkap sesuatu yang sangat indah. Sebuah hutan yang di sana hanya ada ribuan pohon persik yang bunga-bunganya sedang bermekaran, yang buahnya sudah banyak yang matang. Kami tahu, karena kami pun sudah diperingati beberapa kali oleh Paman Liu jika kami tak boleh menginjakkan kaki ke sana. Karena di sana, meski sangat indah, tapi itu adalah wilayan dari bangsa iblis. Tapi, kami yang bodoh terlalu keras kepala. Jika hanya sekadar melihat-lihat pasti tidak akan apa-apa, itulah batin kami waktu itu. Sehingga kami memutuskan untuk melewati batas itu. Kami sangat menikmati pemandangan indah yang bahkan seperti disurga. Berlarian dan menarik di bawah pohon-pohon persik yang tengah menjatuhkan kelopak-kelopak bunganya. Tapi siapa sangka, saat kami berada di sana, ternyata saat itu juga ada Raja Iblis. Karena kami sangat panik waktu itu, Paman Liu yang kebetulan datang langsung mendorong kami sampai berada di semak-semak. Dan dia dengan begitu gagah berani tertangkap oleh Raja Iblis itu. Kemudian… kemudian, Paman Liu dipenggal kepalanya oleh Raja Iblis tepat di depan mata kepala Anqier,"     
0

Jantung Chen Liao Xuan tampak benar-benar sakit ketika mendengar cerita itu dari Yang Si Qi. Untuk kemudian, kenangannya terseret kembali pada kisah beberapa tahun yang lalu.     

"Tolong lepaskan hamba, Yang Mulia!" rengekan itu membuat telinga Chen Liao Xuan gatal. Akan tetapi, hukuman yang sudah menjadi ketetapan mutlak adalah hal yang harus dilakukan.     

Chen Liao Xuan hendak turun dan mencekik leher laki-laki tua itu. Tapi tiba-tiba di sana, ada burung elang yang mencoba untuk menahannya. Membuat jubah di bagian dada Chen Liao Xuan terkoyak dengan sempurna. Mata laki-laki tua itu melebar, melihat tanda yang tak seharusnya dia lihat. Untuk kemudian, laki-laki tua itu berkata, "k… kau, kau kah orang bertanda lahir n… naga itu? K… kau adalah—"     

Prank! Jrep!     

Tanpa pikir panjang Chen Liao Xuan langsung menebas leher laki-laki tua itu dengan pedangnya. Untuk kemudian dia memejamkan matanya dengan erat. Diam… dia tak ingin siapa pun membahas tanda sialan yang berada di dadanya itu. Dia benci tanda ini dan sampai kapan pun dia akan tetap benci.     

Lagi, Chen Liao Xuan kembali pada kesadarannya. Betapa kaget dia saat tahu jika laki-laki tua itu adalah Ayah dari Anqier. Napasnya sesak, mulutnya terkatup rapat-rapat. Jika… jika suatu hari, Anqier tahu kenyataannya, jika dia adalah Raja Iblis, apakah Anqier masih mau berteman dengannya? Kedua tangannya mengepal kuat, bahkan dia nyaris limbung karena kenyataan itu. Tidak… apa yang harus dia lakukan sekarang? Chen Liao Xuan benar-benar tak tahu sama sekali!     

"Tuan Chen, kau tak apa? Kau benar-benar tampak pucat mendengar cerita itu? Tapi ketahuilah, dibandingkan dengan Anqier akulah yang paling tahu sosok Raja Iblis itu, meski dia sedang mengenakan topeng peraknya. Karena saat itu, keadaan Anqier kucoba sekuat tenaga untuk kututup matanya. Karena aku sama sekali tak ingin kalau sampai Anqier lebih hancur lagi ketika melihat sosok berambut putih menjuntai tanah itu menghabisi ayahnya,"     

Chen Liao Xuan tampak tersenyum getir, pantas saja jika Yang Si Qi saat dia berubah itu langsung tahu jika dia adalah Emo Shao Ye. Rupanya dia telah melihat bentuk fisiknya meski tak melihat wajahnya.     

Rahang Chen Liao Xuan pun mengeras, kemudian dia melirik Yang Si Qi sekilas. Tatapannya tampak tajam pada gadis kecil itu.     

"Baiklah, terimakasih atas peringatanmu, Nona Yang. Aku pergi dulu,"     

Setelah mengatakan itu, Chen Liao Xuan langsung terbang, berdiri di atas pohon-pohon seolah dia lebih ringan dari pada angin sekali pun. Untuk kemudian, dia menghilang dengan sangat sempurna.     

Yang Si Qi tampak tersenyum getir, pandangannya tak lepas dari arah perginya Chen Liao Xuan saat itu.     

"Tapi kenapa, ya. Setiap kali aku melihat Tuan Chen, aku seperti tak asing sama sekali dengannya? Bukan berarti karena dia memiliki ketampanan yang luar biasa. Tapi melihatnya seperti aku pernah melihatnya. Terlebih, saat melihat punggung lebarnya itu. Di mana aku melihatnya?" gumam Yang Si Qi.     

Sementara di kediaman keluarga Liu. Anqier baru saja bangun, agaknya dia sangat gugup karena dia bangun sudah terlalu siang. Anqier mengambil pakaiannya hendak mencuci. Tapi, dapur ibunya sudah mengepulkan asap cukup tebal. Bagaimana bisa, wanita dewasa sepertinya malah enak-enakkan tidur sementara ibunya sedang melakukan banyak aktifitas sendirian?     

Anqier langsung meletakkan pakaian kotornya kembali, dia cepat-cepat mendatangi ibunya kemudian berlari sekuat tenaga menuju dapur.     

Di sana, ibunya tampak menoleh, beberapa bahan-bahan makanan sudah tersedia dengan begitu nyata.     

"Maaf, Ibu, aku bangun kesiangan. Aku benar-benar tak akan mengulanginya lagi, sungguh!" kata Anqier yang tampak sangat menyesal. Sementara Liu Din Han hanya tersenyum mendengar ucapan dari putrinya tersebut. Untuk kemudian dia menyipitkan matanya melihat benda aneh yang melingkar di leher putrinya.     

"Anqier?     

"Hm?"     

"Apa yang kau kenakan itu?" tanya Liu Ding Han kemudian.     

Anqier tampak bingung, untuk kemudian dia meraba kalung yang melingkar di lehernya. Sebuah kalung yang benar-benar sangat indah. Bahkan Liu Ding Han yakin, tidak akan ada yang menjual kalung seperti ini di kota Han atau di mana pun juga.     

"Oh ini, ini adalah pemberian dari Tuan Chen, Ibu. Jadi, waktu aku menemukannya saat dia tak sadarkan diri waktu itu, tangannya menggenggam erat kalung ini. Tapi saat dia sadar, dia malah tak ingat sama sekali dengan kalung ini. Dan karena dia tak ingat kalau dia telah memiliki kalung ini, dia memutuskan untuk memberikannya kepadaku," jawab Anqier panjang lebar,     

Liu Din Han tampak mendekati putrinya, dia menyentuh kalung itu, kemudian dia mengusap liontinnya. Sebuah cahaya begitu indah keluar dari sana dengan sangat nyata.     

Kalung ini… dan liontin ini….     

Liu Din Han tampak terbelalak kaget, untuk kemudian dia berlari masuk ke dalam kamarnya. Anqier yang melihat keanehan kepada ibunya itu pun hanya bisa diam membisu di tempat, kemudian dia mulai melanjutkan masakan ibunya. Sementara ibunya, mencari sebuah buku bersampulkan ukuran lambang burung phoenix. Sebuah buku yang sangat agung dari suaminya. Kata suaminya, itu adalah buku yang diberikan oleh seorang pendeta tertinggi di dunia. Dan buku itu ditulis langsung oleh Dewa Agung. Liu Ding Han harus mendapatkan buku itu!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.