TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

Ingat Kembali -Part 4



Ingat Kembali -Part 4

0Pagi ini, semua prajurit sudah bersiap untuk menagasah kemampuan mereka. Semuanya tampak normal bahkan terlihat seperti alam manusia pada biasanya. Ketika semua prajurit kerajaan saling mengasah kemampuan mereka, dan Panglima Perang yang menjadi guru dari mereka. Pemandangan itu tampak sangat menakjubkan. Ketika ratusan, bahkan ribuan prajurit berkumpul menjadi satu pada lapangan latihan yang sudah dibuat khusus untuk mereka.     
0

Sementara petinggi kerajaan lainnya tampak sibuk dengan pekerjaan lainnya masing-masing. Para kasim dan juga para tabib istana tampak sedang bekerja.     

Pun dengan para dayang-dayang kerajaan, mereka bekerja sesuatu tempat di mana mereka ditempatkan. Biasanya, dayang dengan tingkatan terendah adalah mereka yang bekerja di dapur istana, kemudian dayang dengan tingkat tinggi adalah mereka yang mengurusi selir-selir yang ada di istana. Dan yang memiliki kedudukan tertinggi setelah itu semua adalah, para dayang yang bekerja di balai agung. Karena mereka, memiliki kesempatan khsusus bisa melihat Sang Raja. Atau bahkan biasanya mereka akan dipilih untuk menyajikan beberapa makanan ke dalam pavilion Sang Raja, bahkan yang lebih dari itu adalah, kadang jika Raja ingin dia akan meminta satu dayang di antaranya untuk menemaninya bermalam di pavilion. Entah untuk sekadar memijat, melayani menuang arak, atau bahkan melayani di atas ranjang. Ya, bagi para dayang terlebih bisa tidur dengan Sang Raja itu adalah hal yang luar biasa. Sebab jika mereka sampai hamil keturunan Raja dan bayi itu laki-laki, maka mereka mendapat hak istimewa khusus, dan putra-putranya akan bergelarkan Pangeran kerajaan. Itu adalah aturan mutlak di bangsa iblis. Meski sampai detik ini pun Sang Raja belum pernah membutuhkan seorang dayang pun. Jangankan dayang, bahkan dia hanya menyentuh satu selirnya saja di saat empat selir lainnya ingin dikunjungi setiap malam-malam mereka.     

"Yang Mulia Raja…," ucap Penasihat Li Zheng Xi saat melihat Chen Liao Xuan tampak sedang berdiri di bawah pohon persiknya. Anehnya pohon ini perlahan layu, dan dadanya terasa bgitu sesak untuk beberapa hari. "Apakah Yang Mulia sedang tak enak badan? Wajah Yang Mulia sangat pucat," tanya Penasihat Li Zheng Xi lagi.     

Chen Liao Xuan tampak menengadahkan wajahnya, kemudian dia melihat langit yang tampak biru. Raut wajahnya tampak begitu tegang, seolah tak mengisyaratkan kalau dirinya dalam keadaan baik-baik saja.     

"Aku tak mengerti tentang kondisi tubuhku sekarang, Penasihat Li, setelah pertapaanku yang tak selesai karena peperangan itu. Tubuhku semakin tak bisa dikendalikan. Dan sekarang, dadaku terasa begitu sangat nyeri," jawab Chen Liao Xuan.     

Penasihat Li tampak menelan ludahnya, pandangannya sejenak terangkat untuk kemudian dia kembali menundukkan pandangannya.     

"Apakah hamba perlu memanggil tabib agung istana untuk memeriksa keadaan Baginda Raja?" tanya Penasihat Li Zheng Xi lagi. Tapi, Chen Liao Xuan tampak mengangkat tangannya, hingga jubah putihnya pun terangkat sempurna.     

"Tidak perlu. Aku bisa menanganinya sendiri, sekarang pergilah. Bukankah ada beberapa hal yang harus kau kerjakan?"     

"Maaf, Yang Mulia Raja, hamba lupa akan satu hal," Penasihat Li Zheng Xi kembali bersuara. Chen Liao Xuan tak mengucapkan sepatah kata pun. "Sekarang ini Pangeran Wu Chong Ye sedang memerintahkan beberapa prajurit kerajaan untuk mengambil beberapa gadis yang memiliki darah wangi untuk dijadikan dayang-dayang kerajaan, Yang Mulia. Tentu saja beliau akan bersenang-senang dengan dayang-dayang baru itu sebelumnya. Apa yang harus hamba lakukan, Yang Mulia Raja? Apakah hamba harus menghentikan Pangeran Wu Chong Ye?"     

"Biarkan saja, biarkan dia dengan kesenangannya sendiri itu," putus Chen Liao Xuan pada akhirnya.     

"Baiklah Yang Mulia Raja. Kalau begitu hampa undur diri dulu," setelah mengatakan itu, Penasihat Li Zheng Xi pun pergi. Untuk kemudian, dia berpapasan dengan Panglima Jiang Kang Hua.     

"Apakah Yang Mulia sedang dalam keadaan baik?" tanya Panglima Jiang Kang Hua. Penasihat Li Zheng Xi hanya melirik sekilas.     

"Kau bisa memeriksanya sendiri," jawabnya. Sambil bersedekap dia pun berjalan keluar dengan begitu anggun.     

Sementara Panglima Jiang Kang Hua memandang rajanya yang masih terlihat diam, membuatnya tampak tersenyum simpul.     

"Panglima Jiang Kang Hua datang menghadap Yang Mulia Raja Chen!" suaranya terdengar menggelegar. Berjalan mendekati Chen Liao Xuan kemudian meliriknya lagi. "Hamba baru saja melihat bagaimana indahnya ketika seorang Raja Iblis mengenakan jubah berwarna putih. Untungnya, hamba telah mengenal Baginda Raja. Coba saja jika Baginda Raja ada di luar kerajaan, hamba yakin dari pada seperti Raja Iblis, Baginda Raja lebih pantas menjadi seorang Dewa tertinggi di langit. Terlebih paras Baginda Raja yang begitu tampan dan lembut itu,"     

"Apa kau bosan hidup, Panglima Jiang?" gertak Chen Liao Xuan. Tapi, Panglima Jiang Kang Hua seolah tak takut sama sekali. Ya, dari semua yang ada di sini, hanya Panglima Jiang Kang Hua lah yang tak memiliki rasa takut sama sekali dengan Chen Liao Xuan. Apalagi untuk hal menggoda Sang Raja. Membuat rajanya emosi, adalah salah satu dari hobinya sedari dulu.     

Dan Chen Liao Xuan pun terdiam juga, dia sendiri tak tahu kenapa dia sekarang begitu menyukai warna putih. Jelas ini bukanlah jati dirinya sama sekali.     

"Yang Mulia Raja, di mana kalung yang sering Yang Mulia genggam?" tanya Panglima Jiang Kang Hua. Chen Liao Xuan tampak menarik sebelah alisnya, dahinya tampak berkerut sehingga alis hitamnya tampak menyatu menjadi satu.     

"Apa yang kau katakana, Panglima Jiang?"     

"Apakah Yang Mulia Raja lupa jika Yang Mulia Raja selama ini memiliki sebuah kalung yang begitu sangat unik. Dan setiap Yang Mulia melamun seperti ini, Yang Mulia selalu menggenggam dan mengusap liontin kalung itu. Kalung yang memiliki lambang naga di dalam liontinnya, yang ketika diusap liontin itu bersinar,"     

Chen Liao Xuan agaknya bingung dengan perkataan Panglimanya itu. Atau apakah dia telah melupakan sesuatu? Ya, saat dia sadar dari pingsannya dulu karena berperang dengan pasukan dari siluman rubah dan siluman bangsa air dia memang menggenggam kalung itu. Tapi, kalung itu telah ia sematkan di leher Liu Anqier. Karena dia tak merasa memiliki memori apa pun dengan kalung itu. Dia merasa seperti itu.     

"Yang Mulia, tidak ada yang mengetahui kebiasaan Yang Mulia tersebut. Bahkan, Panglima Li pun tak mengetahui kalung itu. Hanya hamba yang mengetahuinya, Yang Mulia. Dan nama seseorang yang begitu menggoda hati saya. Kenapa di setiap tidur Yang Mulia ketika sedang berperang nama itu selalu Yang Mulia sebut-sebutkan? Adalah salah satu dari putri petinggi istana yang memiliki nama tersebut untuk Yang Mulia jadikan selir atau bahkan ratu?"     

"Kenapa kau begitu cerewet dan sok tahu lebih dari diriku sendiri, Panglima Jiang?" gemas Chen Liao Xuan karena ucapan dari Panglima Jiang Kang Hua.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.