TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

Ingat Kembali -Part 11



Ingat Kembali -Part 11

0"Apa yang dikatakan oleh Anqier benar, Bibi. Tidak ada apa pun di sini, semuanya aman dan baik-baik saja. Setidaknya di sini adalah satu-satunya tempat teraman kita. Jangankan manusia, bahkan makhluk dari bangsa lain pun tidak ada yang bisa menembus tempat ini, Kecual orang-orang yang memiliki kemampuan sekelas kemampuan Raja-Raja dari makhluk abadi di alam ini."     
0

Dan Liu Anqier juga Yang Si Qi keduanya pun terdiam sesaat. Jika benar apa kata ayahnya kalau tempat ini sulit untuk ditemui, lantas kenapa Chen Liao Xuan bahkan bisa berkeliaran dan kembali ke tempat ini lagi dengan begitu mudah? Keduanya pun saling pandang, sampai sebuah tepukan mendarat di bahu mereka.     

"Apa kalian sedang memikirkan sesuatu?" tanya Liu Ding Han. Yang Si Qi dan Liu Anqier pun lansung menggeleng, keduanya tampak menampilkan seulas senyum.     

"Oh tidak, Bi. Tidak sama sekali. Ayo sekarang kita masuk ke dalam pondok. Karena tempat ini sangat dekat dengan hutan persik, adalah salah satu hal kenapa manusia nyaris tidak ada yang berani datang ke sini, Bibi. Padahal sudah sangat jelas, tempat ini sangat indah. Besok pagi, aku akan menunjukkan kepada Bibi, di seberang hutan pinus itu ada sungai yang mengalir cukup deras. Dan sungai itu banyak sekali ikannya. Jamur-jamur tiram dan beberapa sayuran juga buah-buahan juga ada di sini. Aku rasa untuk makanan kita sehari-hari kita tak perlu cemas. Hanya nasi yang mungkin tidak ada. Tapi, umbi-umbian masih ada, Bibi. Sebab, Paman telah menanam banyak hal di kebun belakang pondok ini."     

"Padi ada. Si Qi, hanya saja aku tak yakin, apakah masih hidup apa mereka sudah mati. Karena sepeninggal Ayah, aku nyaris tak merawat mereka sama sekali," imbuh Liu Anqier.     

"Nah, bukankah kita akan bahagia tinggal di sini?" kata Yang Si Qi lagi.     

"Si Qi benar Ibu. Dan saat nanti kalau Ibu membutuhkan sesuatu, aku akan pergi ke pusat kota dari kerajaan sebelah, membelikan beberapa hal yang Ibu butuhkan. Jadi Ibu tak usah mencemaskan apa pun di sini,"     

Mendengar hal itu, Liu Ding Han langsung menangkap wajah mungil anaknya, tatapannya sendu, bahkan sekarang seperti orang yang ingin menangis.     

"Anqier, dengarkan Ibu…," katanya kemudian. "Ke mana pun Ibu tinggal, asalkan itu demi kebaikanmu, Ibu tidak akan pernah menjadi masalah. Terlebih di sini, adalah tempat yang sangat aman untuk kita sekarang. Ibu sama sekali tak mau kalau sampai kamu menikah dengan laki-laki tua seperti Raja Han itu, Sayang."     

Mendengar hal itu, Liu Anqier pun menangis, kemudian dia memeluk erat tubuh ibunya. Menumpahkan semua keresahan dan ketakutannya kepada ibunya. Karena hanya ibunyalah satu-satunya tempatnya bertumpu sekarang.     

"Terimakasih, Ibu. Terimakasih, kamu telah mengerti aku," lirihnya kemudian.     

Mereka langsung masuk ke jalan setapak itu, dan sebuah pondok terlihat tampak mungil dan gagah. Seperti telah dirawat oleh seseorang, bahkan tidak ada satu daun pun yang mengotori halaman pondok itu. Pondok itu pun terawatt dengan sangat baik, membuat Liu Anqier dan Yang Si Qi agaknya kebingungan bukan main karena penampilan pondok itu yang benar-benar sangat terawat dan bersih.     

"Apa kalian yakin jika pondok ini tidak ada yang tahu keberadaannya? Melihat kondisinya, pondok ini seperti dirawat oleh seseorang," kata Liu Ding Han.     

"Entahlah, Bibi. Tapi yang kutahu memang Paman Liu mengatakan hal seperti itu kepada kami,"     

Dan, saat ketiganya hendak melangkah masuk ke dalam pondok. Angina berembus cukup kencang, kemudian sosok laki-laki tua yang rambutnya putih semua muncul di depan mereka. laki-laki itu agak pendek, dia membawa kipas di tangannya. Tersenyum ramah pada tiga wanita yang tampak terbelalak kaget melihat keberadaannya.     

"Nyonya Liu, Nona Liu, dan Nona Yang, aku yakin pasti kalian kaget juga bingung, bagaimana aku bisa ada di sini, bukan? Tapi, yang lebih membuat kalian bingung adalah, aku ini siapa? Bukankah seperti itu?" ucapnya yang benar-benar mewakili rasa penasaran di hati ketiganya. Sosok itu pun tampak tersenyum, kemudian dia melangkah maju, membuat ketiga wanita yang ada di sana langsung melangkah mundur tanpa aba-aba. "Tak usah takut, aku bukanlah siluman atau jenis makhluk mengerikan lainnya. Aku adalah salah satu Dewa yang kebetulan merupakan teman baik dari Tuan Liu. Dan aku di sini untuk menjalankan janjiku kepadanya. Merawat pondok ini, karena entah kenapa mendiang Tuan Liu seolah tahu, jika suatu saat nanti, istri dan putrinya mungkin membutuhkan tempat ini untuk dijadikan rumah kedua. Jadi, aku disuruh untuk membersihkan tempat ini, dan menanam beberapa sayur-sayuran serta buah-buahan segar. Di sana juga ada kolam yang berisi ikan-ikan segar. Semuanya sudah ada lengkap di sini sampai kalian tidak akan merasa butuh apa pun di luar tempat ini. Bahkan pakaian pun, sudah aku siapkan semuanya dengan sempurna," jelas sosok yang mengaku Dewa itu.     

"Tunggu…," kata Liu Anqier pada akhirnya, Dewa yang enggan menyebutkan namanya hanya tersenyum. Bagaimana tidak, sekarang dia sedang berhadapan dengan Dewi agung yang sedang mendapatkan hukuman, sungguh, sebuah pertemuan yang cukup tragis. "Kenapa Ayah sampai bisa memiliki seorang sahabat Dewa seperti Anda? Bagaimana kalian bisa bertemu? Lalu, Anda adalah seorang Dewa, bagaimana bisa Anda mau melakukan pekerjaan manusia seperti ini?" tanya Liu Anqier kemudian.     

Dewa itu tak menyebutkan bagaimana caranya dia bisa bertemu dengan Ayah dari Liu Anqier. Dia hanya tersenyum tipis, mendengar pertanyaan itu dilontarkan untuk dirinya.     

"Nona Liu, ada beberapa hal yang biasnaya orang boleh tahu atau pun tidak. Dan untuk masalah kenapa aku mengerjakan pekerjaan remeh ini, hanya dengan mengibaskan kipasku semua pekerjaan ini selesai. Dan kenapa juga aku ada di sini sekarang? Karena aku tahu, jika malam ini kalian akan datang," jelasnya kemudian. Tiga wanita itu saling pandang, sementara Liu Ding Han tampak tersenyum tipis.     

"Terimakasih, Dewa. Sebuah keberuntungan bagi hamba sebagai manusia biasa bisa bertemu dengan Dewa tinggi sepertimu. Maafkan atas kelancangan putri hamba. Dan terimakasih atas semua yang telah Anda lakukan kepada keluarga hamba," kata Liu Ding Han kemudian. Liu Anqier dan Yang Si Qi pun kini ikut membungkukkan badan mereka menghormati sosok yang ada di depannya.     

"Jujur hal ini membuatku tersipu. Terlebih, dihormati oleh Nona Liu…," kata Dewa itu lagi. "Aku melakukan ini karena Nona Liu sangat istimewa, dan urusannya di dunia ini masih sangat panpanjang sebelum dia kembali ke kehidupanya yang abadi," baik Kiu Anqier, Liu Ding Han dan Yang Si Qi agaknya bingung mengdengar ucapan itu, tapi mereka tak berani bertanya apa-apa dengan Dewa itu.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.