TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

Ingat Kembali -Part 16



Ingat Kembali -Part 16

0Suara langkah kuda terdengar sangat kencang, tepat di lapangan memanah kerajaan bangsa iblis. Sang Raja tampak dengan tekun membelai busur panahnya, untuk kemudian anak-anak panahnya dia bidikkan dengan sangat sempurna. Tepat sasaran, warna merah dari jerami itu langsung hancur berantakan. Bahkan, anak panahnya menembus sampai ke pohon-pohon yang ada di belakangnya. Pohon itu terbelah menjadi dua dengan sangat sempurna.     
0

Jemari lentiknya kembali membelai busur panahanya dengan lembut, untuk kemudian dia melirik ke atas dengan tatapan tajamnya. Dia tampak menyeringai, dengan sekali gerakan begitu cepat dia mengambil sebuah anak panah dan membidikkannya tepat pada burung elang yang terbang begitu tinggi itu. Burung elang itu terjatuh dengan sempurna. Terkapar di tanah untuk kemudian dia meregang nyawa.     

Para prajurit dan petinggi istana pun berdecak kagum, mereka tampak bertepuk tangan dengan hormat kepada Sang Raja. Sementara suara derap kuda yang awalnya kencang kini tampak memelan, si penunggang tampak turun dan membiarkan kudanya diurus oleh salah satu prajurit.     

Chen Liao Xuan mengangkat tangannya, membuat para prajurit yang sedang duduk manis sambil melihat kemampuannya itu kini berdiri dan belajar memanah lagi. Kemudian, Chen Liao Xuan melihat Jiang Kang Hua tampak mendekat kepadanya lalu memberi hormat.     

"Maaf, Yang Mulia, hamba baru saja dari perbatasan wilayah kita. Di Hutan persik yang kini sedang berbuah dengan lebatnya,"     

Chen Liao Xuan hanya diam. Akan tetapi, dia agaknya cukup bingung, kenapa Panglima Perangnya itu sampai harus menjelaskan suatu hal yang tak penting seperti itu. Hingga pada saat, dia mencium aroma Liu Anqier pada tubuh Jiang Kang hua. Apa yang telah terjadi? Apakah Jiang Kang Hua telah bertemu dengan Liu Anqier? Tapi kenapa Liu Anqier ada di perbatasan dari kerajaannya? Mata Chen Liao Xuan kembali menajam saat dia melihat sehelai rambut Liu Anqier terselip di rambut Jiang Kang Hua. Apa maksudnya semua ini?     

Chen Liao Xuan memiringkan wajahnya, seolah dia memberi suatu titah kepada Li Zheng Xi, membuat Li Zheng Xi yang sedari tadi ada di sampingnya pun mengangguk patuh.     

Dia tampak berbincang sebentar kepada para petinggi istana, untuk kemudian para petinggi istana itu pergi dari tempat latihan memanah itu.     

"Penasihat Li, bisakah kau ambilkan pedangku yang ada di pavilion utama? Aku ingin bermain pedang dengan Panglima Jiang," perintah Chen Liao Xuan.     

"Baiklah, Emo Shao Ye, hamba akan melaksanakan titah Yang Mulia," Li Zheng Xi pun berjalan pergi, untuk kemudian Chen Liao Xuan berjalan menuruni anak-anak tangga dan mendekati Jiang Kang Hua. Kedua tangannya masih terlipat di belakang punggung, tatapannya terlihat begitu dingin dan bengis. Untuk kemudian, dia menghunus salah satu pedang yang tertata rapi di sampingnya dan menebas bagian rambut Jian Kang Hua.     

Alangkah terkejut Jiang Kang Hua saat hal itu terjadi. Dia langsung memeriksa rambutnya yang ternyata masih utuh. Untuk kemudian dia menelan ludahnya dengan susah. Ternyata, berurusan dengan Chen Liao Xuan bukanlah hal yang baik sampai kapan pun itu.     

Matra Jiang Kang Hua tertuju pada ujung pedang yang kini tampak disentuh oleh Chen Liao Xuan. Sialnya, rambut wanita bernama Liu Anqier itu sudah ada di sana.     

"Siapakah gadis kecil dari bangsa manusia itu, Yang Mulia?" tanya Jiang Kang Hua pada akhirnya. Rahang Chen Liao Xuan tampak mengeras, tapi dia tak mengatakan apa pun. "Tadi, hamba melihatnya tengah mengintip pada pasukan kita yang sedang berlatih pedang di perbatasan wilayah kita. Kemudian hamba mendekatinya, dan ternyata kalung yang selalu bersama dengan Yang Mulia telah dipakai oleh dia. Terlebih, saat hamba mengetahui siapa namanya. Liu Anqier… Anqier bukankah nama dari sosok yang terus Yang Mulia sebutkan selama ini? Apakah Yang Mulia sudah lama mengenalnya? Akan tetapi, kenapa kalung itu baru Yang Mulia berikan kepadanya?" tanya Jiang Kang Hua dengan sangat penasaran.     

"Aku baru bertemu dengannya saat aku kalah dalam perang melawan siluman rubah dan siluman air beberapa waktu yang lalu," jawab Chen Liao Xuan yang berhasil membuat Jiang Kang Hua kaget bukan main.     

"Tapi, kenapa namanya sama dengan nama yang sering Yang Mulia sebutkan itu?" tanya lagi.     

Chen Liao Xuan tak menjawab pertanyaan dari Jiang Kang Hua. Dia mau menjawab apa, memang. Jika dia sendiri juga tidak tahu dengan apa yang ada di dalam otaknya selama ini. Yang jelas dia hanya meyakini satu hal, jika Liu Anqier adalah sosok yang sama dengan Anqier yang selalu mengganggu tidur-tidur malamnya selama ini.     

"Panglima Jiang, jika kau melihatnya lagi di sekitar perbatasan atau bahkan di hutan persik. Lekaslah suruh dia untuk menjauh, dan jangan sampai Pangeran Wu Chong Ye sampai berhasil menangkapnya,"     

"Baik, Yang Mulia, hamba akan melaksanakan titah Yang Mulia!" jawab mantab Jiang Kang Hua.     

Untuk kemudian dia agaknya tersenyum. Entah kebetulan atau tidak, tapi benar jika gadis kecil yang ditemuinya tadi adalah sosok yang mencuri perhatian dari Emo Shao Ye. Bagaimana tidak, kalung itu cukup kuat sebagai bukti atas apa yang telah terjadi sekarang. Bahkan selama ini, Selir Cheng Wan Nian terus berusaha meminta kalung itu dari tangan Sang Emo Shao Ye tak pernah sekalipun Emo Shao Ye memberikannya, dengan beribu alasan tentunya. Tapi manusia kecil itu? Hanya karena gadis dari bangsa manusia bahkan Emo Shao Ye menyerahkan benda paling berhara dalam hidupnya? Benda yang selalu ia katakan sebagai jimat keberuntungan saat berperang. Jika memang hal itu terjadi, apakah menjadi benar jika Emo Shao Ye jatuh cinta kepada manusia? Apa benar Raja Iblis bisa jatuh cinta kepada manusia?     

"Kenapa kau terus senyum-senyum sendiri, Panglima Jiang?" tegur Li Zheng Xi yang berhasil membuat Jiang Kang Hua terpekik kaget. Untuk kemudian dia menebarkan pandangannya, melihat Sang Raja Iblis telah menghunus pedang kebesarannya itu.     

"Ah, tidak… aku hanya membayangkan bagaimana jadinya jika kita pergi bersama-sama ke hutan persik. Penasihat Li, bukankah selama ini kau tak sekalipun pergi ke sana? Sekali-kali kau harus datang ke sana untuk sekadar melihat indahnya ribuan kelopak bunga persik yang berjatuhan," kata Jiang Kang Hua. Tapi, ucapannya sama sekali tak digubris oleh Li Zheng Xi. Penasihat Raja itu tampak memandangnya dengan tatapan dinginnya itu.     

"Bahkan, satu pohon di balai agung saja ingin sekali aku musnahkan. Bagaimana bisa aku melihat ribuan kelopak bunga itu, Panglima Jiang. Lagi pula, bukankah kau adalah Panglima perang? Bagaimana bisa ada Panglima Perang yang memiliki hati lemah sepertimu," gertak Li Zheng Xi. Tapi, Jiang Kang Hua tampak tertawa kemudian dia merangkul bahu Li Zheng Xi.     

"Karena Panglima Perang tugasnya bukan hanya membunuh, Penasihat Li. Tetapi juga melindungi Sang Raja dalam berbagai hal. Jika aku terus kolot sempertimu, aku takut saat usiaku genap seratus ribu tahun, aku akan kehilangan wajah tampanku ini," jawabnya kemudian.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.