Kultivator Perempuan

Ruan Mingzhu



Ruan Mingzhu

0Bunga Phoenix menyebar sejauh mata memandang, mewarnai jejak di antara dinding-dinding batu dengan warna merah tua.     
0

Tak seorang pun akan menduga bahwa di dalam gunung akan ada jalur rahasia yang dikelilingi oleh berbagai warna merah dalam tiap lapisan warna, dari merah muda hingga merah tua.     

Mo Tiange dengan hati-hati melihat sekelilingnya. Ini adalah sejenis Pohon Phoenix yang sedang gugur. Berdasarkan kesuburannya, pohon itu mungkin tumbuh dan berkembang sejak era Abad Pertengahan.     

Ranting dari pohon Phoenix yang gugur ini dapat digunakan untuk memurnikan alat spiritual, sementara bunga dan buahnya dapat digunakan untuk meramu pil. Jadi, pohon tersebut memang sangat berharga. Ia membuka tas obatnya, lalu perlahan-lahan mulai memungut buah-buahan matang yang jatuh ke tanah. Buahnya merupakan bagian paling berharga dari pohon Phoenix yang sedang gugur. Segera setelahnya, ia mulai memetik bunga-bunga, mengambil beberapa ranting yang tidak akan memengaruhi batang utama, dan meletakkannya di dalam tas Qiankun.     

Setelah selesai, ia berniat untuk kembali menyusuri jalan sebelumnya. Namun, ia sadar bahwa ia tidak dapat mengingat dengan jelas jalan yang diambilnya.     

Ada banyak jalan di antara dinding-dinding batu ini. Seharusnya, para kultivator tidak akan mengalami kesulitan membedakan semua jalan. Akan tetapi, ketika berdiri di depan persimpangan jalan, Mo Tiange menyadari bahwa ia benar-benar lupa dari mana ia datang.     

Ia tidak pernah mengalami perasaan tersesat seperti ini sebelumnya. Pada awalnya, ia bahkan curiga bahwa ia sebenarnya sama sekali belum menyelesaikan ujian kedua, dan karena itulah ia tidak dapat mengingat jalan sama sekali. Tapi, semua terasa terlalu nyata. Aroma bumi, gemerlapan pohon Phoenix. Entah apa yang dilihatnya, didengarnya, atau disentuhnya, semua terasa terlalu nyata untuk disebut ilusi.     

Mungkinkah ia sudah memasuki ujian ketiga? Ia tenggelam di dalam pikiran. Five Confusions Plaguing Spirit... Semua yang ada di hadapannya hanyalah ilusi, namun semuanya sama persis dengan kenyataan.     

Saat pemikiran ini muncul di benaknya, Mo Tiange segera mengambil keputusan. Ia memilih tempat di bawah pohon Phoenix kemudian duduk di sana.     

Ketika seseorang berada dalam situasi yang tidak mereka pahami, hal terbaik yang dapat dilakukan adalah mengatasinya dengan tetap bersikap konsisten. Selain itu, Five Confusions Plaguing Spirit seharusnya adalah ilusi. Jika tidak melihat apa-apa, ia seharusnya tidak akan terpengaruh.     

Ia pertama-tama menempelkan jimat Heart-Calming di tubuhnya, lalu menelan pil Soul-Pacifying. Setelah merenung untuk beberapa saat, ia melepaskan liontin Spirit-Concealing yang tergantung di lehernya dan menggenggamnya. Begitu selesai, Mo Tiange, yang duduk bersila, akhirnya menutup mata, siap menghadapi ujian ketiga.     

Meskipun liontin Spirit-Concealing juga dapat memberikan efek jika tergantung di lehernya, ia merasa jika benda itu akan sedikit lebih efektif jika berada dalam genggamannya karena akan sangat dekat dengan meridiannya.     

...Perasaan seperti mimpi sekali lagi muncul. Pikirannya tiba-tiba menjadi buram; seolah-olah rasionalitasnya akan meninggalkannya, dan ia merasa seperti akan segera tertidur.     

"Guru!" dalam kantuknya, Mo Tiange tiba-tiba mendengar suara seseorang.     

Ia membuka mata dan melihat seseorang melalui celah di antara cabang dan daun pohon Phoenix. Orang itu adalah Ruan Mingzhu!     

Bagaimana mungkin dia berada di sini? Selain itu, mengapa dia berteriak "Guru"?     

Ia awalnya masih merasa aneh dengan kemunculan Ruang Mingzhu, tapi di detik berikutnya, ia merasa sangat wajar jika Ruan Mingzhu muncul sana. Kenapa ia harus merasa aneh?     

Ruan Mingzhu tidak melihatnya. Perempuan itu berjalan sambil menatap tempat di sebelahnya. Senyum lembut terlihat di wajah polosnya. Seolah-olah, ia sedang berjalan bersama seseorang.     

Namun, tidak ada seorangpun di sampingnya.     

"Guru!" saat berjalan, Ruan Mingzhu berbicara. "Saudara Martial Senior mengabaikanku, tapi kau tidak mengusirnya!"     

Beberapa saat kemudian, seolah-olah mendengar tanggapan orang di sebelahnya, ia mengerutkan bibir dan berkata dengan enggan, "Kenapa aku harus bersikap seperti Saudara Martial Senior? Kami baru berusia dua puluhan. tapi kami sudah membangun pondasi. Kenapa kami harus khawatir akan kehabisan waktu untuk membentuk Gold Core kami? Kurasa, saudara martial senior lah yang aneh. Dia masih sangat muda, tapi dia bersikap seperti orang tua!"     

Ia menarik napas, kemudian menutup mulut dan tertawa dengan sangat ceria. "Ngomong-ngomong, aku ingin bahagia dan bebas. Apa tujuan berkultivasi? Tentu saja alasannya bukan untuk menyendiri di dalam Gua Immortal dan melakukan Meditasi Closed Door!"     

Saat ini, Ruan Mingzhu sudah tiba di depan pohon Phoenix.     

Ia mendongak untuk menatap pohon Phoenix berwarna merah, namun ia sepertinya belum melihat Mo Tiange, yang duduk tidak terlalu jauh darinya.     

"Wow! Ini benar-benar indah! Lain kali, kita pasti harus membawa saudara martial senior agar dia bisa melihat ini juga!"     

Setelah mengatakannya, ekspresi bingung tiba-tiba muncul di wajahnya. Tapi, sesaat kemudian, sebuah senyuman perlahan kembali muncul di wajahnya. "Saudara Martial Senior, aku akan membawamu untuk melihat sesuatu yang bagus. Aiya! Ayo pergi, ayo kita pergi!"     

Ia sepertinya menarik seseorang sampai ke bawah pohon Phoenix.     

"Lihatlah, bukankah pohon ini indah?"     

Beberapa saat kemudian, ia akhirnya mendengus dan berkata dengan kesal, "Saudara Martial Senior, kau sekarang sedang menemaniku untuk bersenang-senang, tidak bisakah kau fokus sedikit?"     

"..."     

"Aiya!" cara Ruan Mingzhu tertawa sekarang benar-benar membuatnya tampak seperti seorang gadis muda; tidak ada niat tersembunyi dalam dirinya dan hanya ada kebahagiaan. "Saudara Martial Senior, kau akan membuat dirimu mati karena bosan jika terus bersikap seperti ini! Berkultivasi dan terus berkultivasi setiap hari... Aku benar-benar tidak percaya kau menyukai kehidupan yang sangat membosankan seperti itu!"     

"Haha!" ia mengulurkan tangan untuk menarik orang yang tidak ada itu. "Saudara Martial Senior, kau harus lebih banyak tersenyum! Kau terlihat sangat tampan saat tersenyum!"     

Mo Tiange kembali membuka mata dan menatap Ruan Mingzhu, yang berdiri tidak jauh darinya. Untuk sesaat, pemandangan di depannya menjadi kabur. Seseorang perlahan mulai muncul di sebelah Ruan Mingzhu.     

Orang itu mengulurkan tangan untuk membelai kepala Ruan Mingzhu dan mengatakan, "Berhenti berbicara omong kosong. Kau sudah cukup bermain, ayo kembali."     

Ruan Mingzhu mengalihkan pandangan. "Tidak! Aku tidak ingin kembali! Saudara Martial Senior, tidak mudah untuk melakukan perjalanan ini ..."     

Liontin Spirit-Concealing di telapak tangan Mo Tiange memancarkan hawa dingin, membuat tubuhnya bergetar dan kembali berpikir tenang. Namun, ia kembali kebingungan dengan pemandangan di depan matanya.      

Sebenarnya, apakah semua ini asli atau hanya halusinasi? Apakah ini halusinasi Ruan Mingzhu, atau halusinasinya?     

Begitu pemikiran tersebut terlintas di benaknya, orang yang dilihatnya secara bertahap memudar. Ia dalam hati menghela napas lega. Rupanya, ia terpengaruh oleh Ruan Mingzhu; karena Ruan Mingzhu berhalusinasi, Mo Tiange juga memikirkan sosok seseorang untuk berada di sana.     

Setelah beberapa saat, ekspresi Ruan Mingzhu sekali lagi berubah. Gadis muda yang semula lembut dan menggemaskan itu kini menjadi agresif dan penuh amarah.     

"Apa kau benar-benar berpikir aku tidak tahu apa yang kau pikirkan?" teriaknya dengan marah sambil menunjuk ke arah pohon Phoenix di depannya, "Aku mengatakannya padamu sekarang, hentikan khayalanmu! Lihatlah dirimu! Kau ingin melawanku untuk merebut saudara martial seniorku? Teruslah bermimpi!"     

"..."     

"Kau masih berani membalas perkataanku? Kau benar, tapi memangnya kenapa jika aku hanya murid dari murid guru? Aku bisa memanggilnya saudara martial senior. Bisakah kau melakukan hal yang sama? Wei Jiasi, sadarlah pada statusmu!"     

Ini... Mo Tiange ingin mendengar sedikit lebih jelas, namun pikirannya mulai kabur. Terkadang, suara Ruan Mingzhu terdengar sangat jauh, tapi terkadang suaranya terdengar sangat dekat.     

"Baiklah, aku akan memberimu beberapa pelajaran hari ini; apa yang akan kau lakukan?" dengan ekspresi marah, Ruan Mingzhu, yang menganggap pohon Phoenix sebagai Wei Jiasi, mengangkat tangan lalu mengayunkan pedangnya ke depan.     

Setelah melihat Pohon phoenix kehilangan rantingnya, Mo Tiange ingin berdiri, namun ia menemukan bahwa kesadarannya menghilang. Apa yang terjadi?     

Untungnya, Ruan Mingzhu menghentikan gerakannya. Ekspresi wajahnya kemudian menjadi sedih. "Guru, Guru, apa maksud perkataanmu?"     

"..."     

"Tidak! Jangan mengusirku!" ia terus berteriak. "Guru, aku tidak sengaja melakukannya, aku benar-benar tidak sengaja. Jangan mengusirku, oke?" pintanya sambil menatap orang yang tidak ada.     

"Saudara Martial Senior, bantu aku, bantu aku bicara dengan guru! Aku tidak sengaja melakukannya; aku hanya ingin memberinya beberapa pelajaran. Aku tidak menduga seranganku akan melukainya separah itu..."     

"Apa bedanya menyuruhku pergi ke kediaman cabang dan mengusirku? Guru, tolong maafkan aku sekali ini saja demi ayahku, oke? Aku janji aku tidak akan melakukannya lagi; aku benar-benar berjanji kali ini!"     

Ia berlutut dan mulai menangis, membuat wajahnya berlinangan air mata.     

Setelah beberapa saat, ia akhirnya menghapus air mata di wajahnya. "Kalian tidak membiarkanku kembali, baiklah, aku tidak akan kembali! Kalianlah yang akan datang dan menjemputku cepat atau lambat!     

Namun, ia terlihat benar-benar kecewa setelahnya. Tatapannya yang dipenuhi amarah berangsur-angsur menjadi muram, dan ia hanya duduk di sana dengan linglung.     

Kemudian, setelah beberapa saat, ia akhirnya tersenyum bahagia. "Aku bisa kembali? Aku benar-benar bisa kembali?" ia kemudian tertawa puas. "Aku tahu itu! Guru dan saudara martial senior sangat mencintaiku, jadi mereka tidak akan membiarkanku tetap berada di sini sendirian!"     

"Guru!" ia berseru kemudian berdiri dari tanah. Namun, di detik berikutnya, senyum di wajahnya menghilang. "Guru, kau masih ingin mengirimku pergi?"     

Ia kemudian mulai berteriak: "Kenapa? Sudah enam puluh tahun, apakah mengusirku selama itu masih belum cukup? Tidakkah meninggalkanku di sana sudah cukup menjadi hukuman bagiku? Aku tidak ingin kembali ke sana!"     

"Saudara Martial Senior!" ia sepertinya melihat sesuatu, kemudian dengan tidak sabar mencoba meraih sesuatu yang tidak ada. "Saudara Martial Senior, aku kembali, aku ..."     

Senyum di wajahnya hanya bertahan sesaat sebelum berubah menjadi keraguan. "Saudara Martial Senior, apa yang kau katakan? Bahkan kau juga ..."     

Ia jatuh terduduk di tanah dan bergumam pada dirinya sendiri, "Kalian... Apa kalian benar-benar tidak menyukaiku lagi? Kenapa? Kenapa kalian masih tidak mau memaafkanku setelah sekian lama? Kenapa kalian semua mengatakan bahwa aku bersalah? Sebelumnya, bahkan jika aku melakukan sesuatu yang salah, kalian selalu memaafkanku. Tapi kali ini, apa kalian benar-benar tidak berniat memaafkanku?"     

Air mata perlahan jatuh dari wajahnya dan menetes ke tangannya. Ia bahkan tidak memiliki kekuatan untuk menangis keras. Matanya hanya dipenuhi dengan keputusasaan.     

"Aku.... untuk apa aku hidup? Tidak ada yang menyukaiku; bahkan guru dan saudara martial senior juga tidak menyukaiku..." Ia perlahan-lahan mengangkat pandangannya, menatap di tempat tertentu seolah-olah ia melihat sesuatu.     

Waktu pun berlalu. Matanya perlahan dipenuhi dengan kebencian dan kesedihan. "Jadi, kalian sudah memiliki seseorang untuk menggantikanku? Apa bibi martial Mo? Guru, Saudara Martial Senior, lihat aku — aku Mingzhu. Aku satu-satunya Mingzhu kesayangan kalian! Guru..."     

"Tidak, kalian tidak menyukai Mingzhu lagi? Aku, aku tidak mau! Tentu saja milikku... guru adalah milikku; saudara martial senior juga milikku!" ekspresi tajam muncul di wajah Ruan Mingzhu saat ia perlahan-lahan menoleh. Jaraknya dari Mo Tiange yang masih duduk di bawah pohon Phoenix cukup dekat.     

"Wei Jiasi, kau datang untuk menertawakanku? Hmph!" dari ekspresi Ruan Mingzhu, ia jelas menganggap Mo Tiange sebagai Wei Jiasi.     

Mata Mo Tiange terbuka. Ia merasa ada sesuatu yang salah, namun ia tidak tahu apa.     

Ruan Mingzhu menggenggam pedangnya dan berdiri, lalu berkata, "Jadi, kenapa jika aku memberimu pelajaran lain? Seperti yang kau katakan, aku tidak punya apa-apa!"     

Mo Tiange menyaksikan dengan tak berdaya ketika Ruan Mingzhu mengangkat tangan kemudian mengarahkan pedangnya ke depan.     

Mo Tiange akhirnya bergerak dengan cepat. Ia mengangkat tangan untuk menghalangi kekuatan pedang dengan seberkas aura spiritual. Namun, gerakannya menyebabkan benda yang dipegangnya jatuh ke tanah.      

Ruan Mingzhu berjongkok untuk mengambil benda itu.     

Itu adalah liontin batu giok dengan warna lembut yang memiliki pola awan di atasnya dan diikat pada tali merah. Ukiran kata "Qin" kecil terdapat di tengah sisi lain batu giok.     

Mata Ruan Mingzhu terbelalak menatap benda tersebut. Ia awalnya tampak terkejut, namun ekspresinya segera berubah menjadi ragu. Pada akhirnya, ekspresinya berubah suram dan diliputi amarah. Jari-jarinya bahkan terlihat bergetar. "Saudara Martial Senior... Saudara Martial Senior, kau benar-benar memberikan liontin giok ini kepada orang lain... Kau ..."     

Pandangannya berangsur-angsur menjadi dingin, dan ia menoleh untuk melihat Mo Tiange. Ia kemudian berbicara, meskipun tidak jelas siapa lawan bicaranya: "Guru dan Saudari Martial Senior tidak menyukaiku, dan orang-orang di sekolah memandang rendah diriku.. Kenapa aku harus tetap menjadi Ruan Mingzhu? Tidak, aku tidak ingin menjadi Ruan Mingzhu." Ada semacam kegelapan dalam tatapannya saat menatap wajah Mo Tiange. "Menjadi dirimu benar-benar baik. Murid guru dapat memanggilnya saudara martial senior dengan bebas... Bakat yang baik, mungkin, dalam beberapa puluh tahun, aku bisa memasuki alam Core Formation. Pada saat itu..." Senyum kosong bermekaran di wajahnya. "Kalau begitu, aku akan menjadi dirimu..."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.