Kultivator Perempuan

Pantai Laut Timur



Pantai Laut Timur

0"Kakak Tertua, Kakak Tertua, cepat lihat!"     
0

Di dalam Dunia Langit Virtual, Mo Tiange mendengar suara lembut seorang anak.     

Ia perlahan membuka mata. Dari dalam Dunia Langit Virtual, ia bisa melihat pemandangan di luar.     

Sinar matahari ... Sinar matahari?!     

Matanya melebar dalam sekejap.     

Sinar matahari ... dan cahaya itu bukan hanya kilau di dalam air! Itu benar-benar sinar matahari langsung!     

Kemarin, istana bawah tanah telah runtuh. Ia tetap aman dan sehat di dalam Dunia Langit Virtual. Namun, ia kemudian melihat beberapa titik cahaya menembus air, menunjukkan bahwa ia sepertinya tidak terlalu jauh dari permukaan air. Ia tidak tahu dimana ia berada. Lalu, ia melihat Ren Yufeng berhasil melarikan diri dari malapetaka. Sehingga, ia takut mereka masih berada di Tempat Persembunyian Naga dan menyembunyikan diri di dalam Dunia Langit Virtual dan tidak keluar. Namun, yang mengejutkannya, ketika ia membuka matanya hari ini, pemandangan di luar benar-benar berubah!     

Tidak ada air, dan juga tidak ada dinding batu yang menghalangi pandangannya. Hanya ada sinar matahari — sinar matahari yang bersinar dan tak terbatas!     

"Xiaobao, jangan lari!"     

Tampaknya, ada dua anak di dekatnya. Suara polos mereka pun terdengar olehnya.     

"Kakak Tertua, ada gunung yang sangat tinggi di sini!" suara seorang anak terdengar semakin mendekati telinganya. Mo Tiange melihat sekelilingnya dan menemukan bahwa ... ia sepertinya berada di bebatuan di dekat pantai. Ketika melihat ke atas, yang menyambutnya adalah langit biru dan sinar matahari yang cerah. Ketika melihat ke bawah, apa yang dilihatnya adalah riak lembut di permukaan laut. Namun, ia juga bisa secara samar melihat puing batu dan terumbu karang di bawahnya.     

Sebuah pemikiran muncul di benak Mo Tiange. Ini jelas bukan Tempat Persembunyian Naga; ini bahkan bukan Samudera Utara. Namun, puing-puing di bawahnya memang puing-puing istana bawah laut — dengan kata lain, ia dipindahkan bersama dengan istana bawah laut ke tempat lain.      

Setelah mencapai kesimpulan ini, Mo Tiange mengarahkan pandangan ke bawah untuk mencari Ren Yufeng dan Qiu Zhiming.     

Mereka tidak ada di sana; ia tidak bisa menemukan jejak Ren Yufeng dan Qiu Zhiming di antara puing-puing istana bawah laut. Qiu Zhiming tidak menjadi masalah untuknya; mungkin ia telah terkubur di bawah batu-batu besar. Namun, Ren Yufeng benar-benar terlindungi oleh aura hitamnya; berdasarkan penampilan aneh Ren Yufeng, pria itu seharusnya mudah ditemukan. Namun, Mo Tiange tidak melihatnya dimanapun. Mungkinkah setelah istana bawah tanah runtuh, ia tersapu oleh arus laut bersama dengan kepompong hitamnya?     

Ini tidak mungkin. Ketika istana bawah tanah runtuh, dunia luar masih di bawah air. Mungkin pada saat itu, arusnya sangat ganas dan menghanyutkannya.     

Setelah memikirkan kemungkinan tersebut, Mo Tiange merasa sedikit lega. Jika memang itulah yang terjadi, setidaknya ia sekarang bisa melarikan diri dengan aman.     

Dua anak berlari ke tempatnya berdiri. Salah satu dari anak itu adalah seorang anak lelaki yang terlihat hampir telanjang yang berusia sekitar empat hingga lima tahun, sementara anak lain adalah seorang gadis berusia sekitar tujuh hingga delapan tahun. Mereka mengenakan pakaian tenun berwarna abu-abu. Kulit mereka kusam, pipi mereka kering dan cekung, rambut mereka acak-acakan. Namun, wajah mereka masih menunjukkan kepolosan dan kebaikan hati anak-anak.     

Dilihat dari pakaian mereka, tempat ini jelas bukan Laut Utara yang sangat dingin — ini adalah laut yang lebih hangat.     

Senyum getir muncul di wajah Mo Tiange saat memikirkannya. Ia berangkat dari Kunwu barat ke Negara Wei yang berada di pusat. Dari sana, ia memasuki gua Immortal Ziwei di Negara Jin, dan kemudian diangkut ke zona glasial paling utara dengan Formasi Pemindahan. Dari wilayah paling utara, ia sekali lagi dengan misterius tiba di tempat baru. Ia telah terlempar ke mana-mana.     

Bocah lelaki mendongak untuk menatap tumpukan batu besar di pantai. Ia kemudian berkata kepada saudara perempuannya, "Kakak, lihatlah! Ini gunung!"     

Kakak perempuannya memiringkan kepala saat memandang tumpukan batu dengan rasa penasaran. Namun sesaat kemudian, ia menggelengkan kepala. "Itu bukan gunung."     

"Bagaimana mungkin ini bukan gunung?" mata si anak kecil melebar. "Ayah berkata kalau gunung memiliki banyak batu. Ada banyak batu di sini."     

Gadis tersebut menggelengkan kepala lalu berkata kepada adik laki-lakinya, "Ini bukan gunung. Aku pernah melihat gunung dengan ayah sebelumnya; sebuah gunung sangat, sangat tinggi, dan banyak pohon tumbuh di sana. Ada juga banyak bunga di atasnya."     

Mata si anak kecil menjadi lebih bulat. Ia menatap kakaknya dengan wajah penasaran. "Lalu, apa ini?"     

"Ini ... Ini hanya tumpukan batu," kata sang kakak.     

"Kakak!" panggil bocah laki-laki setelah melihat sesuatu di antara batu-batu besar. Ia kemudian berlari, mengambil benda seputih salju lalu mengangkatnya tinggi-tinggi di atas kepalanya dengan tangan kecilnya. "Coba lihat; apa ini?"     

Sang kakak mengambil benda di tangan adik laki-lakinya dan memeriksanya dengan rasa ingin tahu untuk sementara waktu. Pada akhirnya, ia menggelengkan kepala lagi. "Aku tidak tahu."     

"Kalau begitu, mari kita bawa benda ini kembali dan bertanya pada ayah!"     

"Oh! Ada satu lagi di sini!" si gadis mengambil sepotong benda putih dan keras dari batu-batu besar.     

Sekilas, Mo Tiange mengenalinya sebagai bagian kecil dari tulang kaki naga.     

Setelah melihat dua anak di luar mencari tulang naga, Mo Tiange berpikir sesaat kemudian menunjuk ke arah ruang di antara alisnya untuk meninggalkan Dunia Langit Virtual.     

Angin laut yang kencang menyapu tangannya. Rasanya lembab, namun tidak dingin; rupanya, mereka jauh dari wilayah paling utara.     

"Ah!" orang yang pertama melihatnya adalah si gadis kecil. Ia benar-benar terpana melihat seseorang muncul entah dari mana di atas batu besar.     

Si bocah kecil juga melihatnya. Namun sebaliknya, ia langsung tersenyum sampai kedua lesung pipinya tampak jelas. Ia menunjuk ke arah Mo Tiange lalu bertepuk tangan dan berkata dengan gembira, "Peri! Kakak, lihat — itu peri!"     

Kepolosan dan tingkahnya membuat Mo Tiange tidak bisa menahan senyum.     

Setelah meninggalkan Dunia Langit Virtual, ia segera menggunakan kesadaran ilahi untuk memindai tempat disekitarnya. Hanya setelah ia memastikan tidak ada jejak kultivator lain di sana, ia akhirnya merasa tenang.     

Dari atas tumpukan batu besar, ia melayang ringan.     

Caranya dengan mudah terbang di udara benar-benar membuat gadis kecil itu ketakutan. Ia menarik adik laki-lakinya ke belakang beberapa langkah. "Kau ... apa sebenarnya kau ..."     

Mo Tiange tertawa kecil lalu berkata dengan lembut, "Adik Kecil, jangan takut; Aku hanya lewat saja."     

Diluar dugaannya, apa yang dikatakannya membuat si gadis kecil merasa semakin ketakutan. Gadis kecil memeluk adik laki-lakinya dengan erat dan berkata, "Jangan bawa adik laki-lakiku pergi! Aku ... aku ..."     

Mo Tiange bingung. "Adik Kecil, apakah aku terlihat seperti orang jahat?"     

Sebelum si gadis bisa menjawab, anak lelaki kecil sudah berteriak, "Tidak! Kau terlihat seperti peri!"     

Mo Tiange tidak bisa menahan senyum. Dianggap sebagai peri oleh anak yang lugu dan menggemaskan adalah hal yang menyenangkan. Namun, sikap gadis di hadapannya sedikit aneh.     

Setelah memikirkannya, ia melanjutkan untuk bertanya dengan ramah, "Adik Kecil, apa yang kau takutkan? Aku tidak akan menyakitimu."     

Gadis kecil memerhatikan Mo Tiange cukup lama. Namun, setelah melihat bahwa wanita di hadapannya memang tampak baik hati, ia perlahan menurunkan kewaspadaannya. Ia berkata dengan ragu-ragu, "Kau ... benar-benar hanya melewati tempat ini?"     

"Ya." Mo Tiange mengangguk, lalu bertanya dengan penasaran, "Menurutmu, mengapa aku terlihat seperti orang jahat?"     

Setelah ragu-ragu sejenak, si gadis kecil dengan takut-takut berkata, "Ayah berkata banyak orang jahat datang ke desa kami baru-baru ini. Mereka sering menangkap anak-anak, anak laki-laki kecil seperti adik lelakiku..."     

Menangkap anak laki-laki? Mo Tiange mengerutkan alisnya. Penculik? Di Desa Keluarga Mo, ketika masih kecil, ia pernah mendengar ada penculik khusus dalam penculikan anak-anak. Biasanya, anak laki-laki adalah target mereka.     

"Tenang saja, aku bukan penculik," kata Mo Tiange sambil tersenyum untuk menenangkan hati si gadis kecil. "Jika kau masih belum yakin, bagaimana kalau kau membawaku untuk menemui ayahmu, apakah tidak apa-apa?"     

Gadis kecil memikirkan apa yang harus dilakukannya untuk sementara waktu, tetapi akhirnya, ia mengangguk. "Baiklah — desa kami ada di sana; selama aku berteriak, orang pasti akan datang."     

Tatapan Mo Tiange bergerak mengikuti arah yang ditunjuk si gadis kecil. Memang ada gubuk-gubuk kecil yang tidak terlalu jauh dari mereka, namun orang-orang di sana mungkin tidak dapat mendengar teriakannya. Gadis kecil di hadapannya jelas mengatakan hal tersebut hanya untuk memperingatkannya. Mo Tiange benar-benar tidak bisa menahan senyum. Si gadis kecil masih anak-anak, namun ia sangat waspada. Ia mengerti gadis kecil itu perlu melindungi dirinya sendiri dan adik laki-lakinya; ia memang anak yang cerdas.     

Ketika si gadis kecil melihat bahwa Mo Tiange benar-benar tidak berusaha melakukan hal buruk kepada mereka, kekhawatirannya akhirnya berkurang sedikit. Ia memegang tangan adik laki-lakinya lalu membimbing Mo Tiange berjalan menuju pondok-pondok kecil.     

Bocah lelaki sepertinya sangat menyukai Mo Tiange. Ketika mereka berjalan, ia mendongak untuk menatap Mo Tiange dan berkata, "Saudari Peri, dari mana asalmu? Apakah kau datang dari laut? Ayahku berkata ada peri di laut, dan dia memberkati kita dan menjaga kita tetap aman dan sehat."     

"Ya, bisa dibilang begitu." Mo mengangguk sambil tersenyum. "Kenapa kau berpikir aku peri?"     

"Karena Saudari Peri sangat cantik seperti kata ibuku!" bocah lelaki mengangkat tangannya, tampaknya ingin menarik tangan Mo Tiange.     

Setelah melihat gerakan adiknya, gadis kecil dengan takut-takut melirik pakaian Mo Tiange yang seputih salju, lalu dengan cepat menepis tangan adiknya. "Xiaobao, tanganmu kotor."     

Bocah kecil bernama "Xiaobao" tampak sedih, dan ia menurunkan tangannya.     

Mo Tiange menghela napas dalam hati. Ia membungkuk dan menarik tangan bocah tersebut. "Tidak perlu khawatir. Pakaianku tidak akan kotor." Ia mengenakan jubah Daois sekolah Xuanqing. Jubah sekolah terbuat dari brokat awan Gunung Taikang. Jadi, bahkan jika jubahnya terkena tumpahan tinta, ia hanya perlu mengibasnya sebentar dan jubahnya akan kembali bersih.     

Senyuman pun langsung merekah di wajah Xiaobao kemudian ia bersorak keras, "Kau benar-benar Saudari Peri! Ibu berkata bahwa saudari peri dari laut sangat baik kepada kami — dia adalah ibu semua orang!"     

"..." Pikiran Mo Tiange sedikit kacau; awalnya dia adalah peri, sekarang dia adalah ibu semua orang? Meskipun demikian, ia mengerti apa yang dimaksud si anak lelaki. Saudari peri dari laut yang disebutkannya seharusnya adalah Dewa yang disembah oleh para nelayan di daerah ini.     

Gubuk-gubuk kecil terletak tidak terlalu jauh. Karena ia berbicara dengan anak laki-laki sepanjang waktu, mereka tiba sebelum mereka menyadarinya.     

Mo Tiange menatap pondok-pondok di hadapannya sejenak. Semuanya adalah pondok jerami yang terbuat dari atap jerami dan dinding tanah liat atau dinding batu terbaik. Penduduknya memiliki kulit yang kusam, berpakaian lusuh, dan tampak lesu — jelas, kehidupan mereka sama sekali tidak baik.     

Ketika mereka memasuki desa, beberapa penghuni terlihat berdiri di pintu masuk sambil mengeringkan ikan dan saling berbincang-bincang. Ketika melihat Mo Tiange berpakaian bagus memasuki desa dengan dua anak, semua orang tiba-tiba menghentikan pekerjaan. Tatapan mereka terus bergerak mengikutinya.     

Seorang yang berani di antara mereka berseru, "An'an Keluarga Shui, siapa yang kau bawa kembali?"     

Si gadis kecil melirik orang yang berbicara sebelum menjawab, "Paman Niu Kedua, Kakak ini berkata dia hanya lewat saja."     

"Lewat?" orang-orang dewasa di pintu masuk desa berkumpul kemudian mengamati Mo Tiange dari atas ke bawah. Namun, tidak ada dari mereka yang berani mengatakan apapun; mereka hanya berkerumun bersama dan saling berbisik.     

Gadis kecil kemudian mengantarnya melewati banyak belokan sampai mereka akhirnya tiba di sebuah pondok jerami. Asap keluar dari cerobongnya, dan seseorang sedang mencuci sesuatu di tong air besar di depan gubuk kecil.     

"Ibu!" panggil si gadis kecil.     

Wanita yang sedang berjongkok sambil mencuci tumbuhan liar pun menggerutu sebagai tanggapan lalu berkata dengan kasar, "Dari mana saja kau? Aku bahkan tidak melihat bayanganmu sepanjang hari — apakah kau mengajak adikmu untuk pergi berkeliaran bersamamu?"     

Gadis itu berkata, "Ibu, kita kedatangan tamu."     

"Seorang tamu?" wanita tersebut akhirnya berbalik. Ketika melihat Mo Tiange berdiri tidak terlalu jauh darinya, ia segera berdiri dan mengusap tangannya di celemeknya. "Aiya! Ini ... Nona?" katanya agak ragu. Mo Tiange mengenakan seragam sekolah Xuanqing. Jubah Daoisnya juga berbeda dari yang jubah di dunia sekuler. Dari sudut pandang manusia, ia terlalu cantik untuk disebut seorang pendeta Daois, namun panggilan "gadis" terlalu sederhana untuknya.     

Mo Tiange tidak repot-repot berdebat tentang bagaimana ia harus dipanggil. Ia tersenyum dan berkata, "Salam untuk Nyonya. Aku melewati daerah ini dan kebetulan bertemu dengan dua anak ini. Ada beberapa hal yang tidak kumengerti, jadi aku datang untuk bertanya-tanya."     

"Oh begitu." wanita itu merasa sedikit rendah diri di depan Mo Tiange. Ia menyisir rambutnya dengan jari-jarinya lalu merapikan pakaian sebelum membuat postur "silahkan". "Nona, rumah kami benar-benar sederhana. Jika kau tidak keberatan, maukah kau masuk dan duduk sebentar?"     

Mo Tiange mengangguk sambil tersenyum, lalu mengikutinya ke dalam pondok.     

Setelah masuk, ia berada di tempat yang tampaknya merupakan ruang duduk. Di dalam ruang sempit, terdapat meja makan dan beberapa bangku. Meskipun benda-benda di ruangan tampak sangat tua, benda tersebut terlihat bersih. Sebuah gambar Dewa Laut tertempel di dinding di seberang pintu. Berdasarkan pengamatannya, dewa laut di dalam gambar adalah seorang dewi.     

Wanita tersebut memintanya duduk di kursi panjang di sebelah meja makan, lalu berkata kepada putrinya, "An'an, pergi dan buatlah makanan — Ibu akan menemani tamu."     

Si gadis menggumam patuh. Ia mencuri pandang pada Mo Tiange lalu pergi ke dapur.     

Melihat penampilan si gadis kecil membuat Mo Tiange linglung. Ia teringat dirinya sendiri beberapa puluh tahun yang lalu. Dulu, ia juga sekecil anak ini ...     

"Nona?"     

Mo Tiange tersadar dari pikirannya. Ia tersenyum meminta maaf dan berkata, "Nyonya, putri anda adalah putri yang penurut dan cakap; kau benar-benar beruntung memilikinya."     

Nyonya itu mengucapkan "Ha!" sambil melambaikan tangannya. "Nona, kau terlalu sopan; gadis ini selalu berkeliaran. Namun, dia memang cakap. Apapun yang kuperintahkan, dia bisa melakukannya lebih baik daripada beberapa orang dewasa! Biasanya, dia juga membantu merawat adik laki-lakinya..."     

Meskipun sang ibu tidak menunjukkan cintanya terhadap putrinya, ia jelas sangat membanggakan putrinya. Senyumnya dipenuhi dengan kebahagiaan ketika membicarakan putrinya.     

Xiaobao juga menambahkan beberapa kata: "Kakak Tertua sangat baik. Dia selalu mengajakku bermain." Saudara perempuannya pergi untuk memasak, namun ia tidak mau mengikutinya; ia masih berkeliaran di sisi Mo Tiange.     

Baru sekarang wanita itu melihat putra kecilnya sedang memegang tangan Mo Tiange. Ia buru-buru mendekat dan membawanya pergi. "Xiaobao, cepat pergi dan cuci tangan. Lihatlah apa yang kalian berdua lakukan dengan bermain-main." Setelah mengatakannya, ia berbalik ke arah Mo Tiange dan berkata dengan nada meminta maaf, "Nona, anak itu tidak tahu diri; apakah dia mengotori pakaianmu? Ayo, aku akan mencucinya untukmu."     

Mo Tiange menggelengkan kepala. "Tidak masalah. Pakaianku tidak menjadi kotor." Ia membersihkan pakaian lalu melambaikan tangannya, tidak meninggalkan setitik debu di tubuhnya.     

Setelah melihat tindakannya, wanita yang masih membawa Xiaobao pun berhenti seketika. Ia tampak seperti sedang memikirkan sesuatu. Tiba-tiba, kepanikan muncul di matanya. "Nona ... Nona, apakah kau mungkin peri dari Istana Bixuan? Maafkan aku, maafkan aku ... Aku buta seperti seekor kelelawar; Aku akan bersujud di depanmu!" tepat setelahnya, ia benar-benar berlutut dan mulai menyembah Mo Tiange.     

Mo Tiange terperangah, namun ia segera mengangkat tangan dengan ringan, menggunakan aura spiritual untuk menghalangi gerakan wanita di hadapannya. Ia bertanya dengan hangat, "Nyonya, apa yang kau lakukan? Apa maksudmu dengan peri dari Istana Bixuan?"     

Setelah perempuan tersebut melihat teknik yang baru saja digunakan Mo Tiange, ia bahkan menjadi semakin yakin kemudian memohon dengan putus asa, "Peri, Peri, tolong lepaskan kami. Anak-anak ini tidak sengaja melakukannya, dan aku hanya tidak mengenalimu sesaat ..."     

Mo Tiange merasa tak berdaya, jadi ia hanya melambaikan tangannya, menahan wanita di hadapannya dengan aura spiritual. "Karena kau sudah tahu aku seorang kultivator, kau hanya perlu menjawab dengan benar — kau tidak perlu bertindak seperti ini."     

"Tentu, tentu." sang wanita berulang kali mengangguk, lalu bergerak mundur sambil menggendong Xiaobao.     

Xiaobao benar-benar tidak menyadari apa yang terjadi. Ia berkata dengan penasaran, "Ibu, kakak peri adalah orang yang baik, mengapa ..."     

"Diam!" sang ibu menutupi mulut Xiaobao dan memarahinya. "Anak kecil harus patuh; jangan menyela ketika orang dewasa berbicara."     

Ekspresi Xiaobao penuh dengan rasa penasaran, namun ia tidak berani melawan ibunya. Jadi, ia hanya membuka mata bulatnya lebar-lebar untuk menatap saudari peri yang duduk di depan ibunya.     

Mo Tiange cukup bingung. Sangat wajar bagi manusia untuk menghormati kultivator, namun jenis ketakutan yang ditunjukkan nyonya ini bagaimanapun juga tampak tidak normal. Terlebih lagi, Istana Bixuan yang disebutkannya terdengar cukup akrab ... Benar! Itu adalah kelompok kultivasi menengah yang hanya menerima kultivator wanita! Sebelumnya, Yan Ruoshu dan dua kultivator lainnya yang ditemuinya di gua Immortal Ziwei adalah murid-murid Istana Bixuan ... Jadi, Istana Bixuan didirikan di daerah ini?     

"Nyonya, kau juga harus duduk."     

Setelah mendengar apa yang dikatakan Mo Tiange, ia segera melambaikan tangannya. "Aku tidak berani melakukannya, aku tidak berani melakukannya— bagaimana mungkin aku berani duduk bersama dengan Peri?"     

Mo Tiange tidak memaksanya. Ia berpikir untuk beberapa waktu kemudian bertanya, "Mengapa kau begitu takut pada kultivator? Kau juga mengatakan ... peri dari Istana Bixuan atau sesuatu semacamnya. Apakah Istana Bixuan ada di sini?"     

Keterkejutan melintas pada tatapan wanita tersebut. Setelah berpikir sejenak, ia bertanya dengan hati-hati, "Peri ... kau bukan anggota Istana Bixuan?"     

Mo Tiange menggelengkan kepala. "Aku hanya seorang kultivator yang melewati tempat ini. Aku tidak punya hubungan dengan Istana Bixuan sama sekali."     

"Oh." Nyonya itu menghela napas lega. Kali ini, ia akhirnya tersenyum. "Peri, tolong jangan salahkan aku karena salah paham denganmu."     

Mo Tiange terkekeh. "Tidak apa-apa. Tapi, Nyonya, bisakah kau menjelaskan kepadaku mengapa kau bersikap seperti itu?"     

Wanita tersebut segera mengangguk. "Baiklah." Ia berhenti sejenak kemudian mulai menjelaskan, "Peri, kau mungkin tidak tahu, tapi Laut Timur kami terlalu jauh, sehingga bahkan Kaisar tidak peduli dengan kami. Sehingga, yang paling kuat di daerah kami adalah Istana Bixuan — "     

"Tunggu sebentar," Mo Tiange memotongnya, bertanya, "Apakah kau mengatakan ini adalah Laut Timur?"     

"Ya." wanita tersebut tampak sedikit terkejut. "Apakah Peri tidak tahu?"     

"Oh," kata Mo Tiange lemah, "Aku datang dari tempat yang jauh dan tidak pernah memerhatikan."     

Nyonya itu tidak berani meragukan apa yang dikatakan Mo Tiange, jadi ia melanjutkan: "Faktanya, peri Istana Bixuan juga tidak terlalu memerhatikan kami para manusia. Namun, kami tetap tidak boleh menyinggung mereka. Jika kami melakukannya..." Nyonya tersebut ragu-ragu untuk sesaat namun ia kemudian mengubah topik pembicaraan. "Baru saja aku melihat pakaian Peri tidak bisa kotor, jadi kupikir Peri datang dari Istana Bixuan."     

"Oh begitu." Untuk manusia, status kultivator selalu setinggi langit. Karena Istana Bixuan terletak di sini, manusia di daerah disekitarnya secara alami memuja-muja mereka. Namun, ia benar-benar tidak pernah menduga bahwa ia akan berakhir di wilayah Laut Timur. Wilayah Laut Timur benar-benar terpencil; jika ingin kembali ke Kunwu, ia pasti harus berupaya keras. Cara termudah baginya adalah meminjam metode dari Istana Bixuan. Namun, Mo Tiange tidak benar-benar ingin menemui mereka. Pada titik ini, kerutan muncul di alisnya.     

Setelah meluangkan waktu untuk berpikir, Mo Tiange melihat bahwa nyonya tersebut masih berdiri dengan hati-hati, jadi ia tersenyum dan berkata, "Nyonya, kau tidak harus bersikap seperti ini. Aku hanya seorang yang melewati tempat ini. Aku akan pergi setelah mendapatkan beberapa informasi."     

"Oh." Meskipun Mo Tiange tidak melepaskan tekanan aura spiritualnya, fakta bahwa ia adalah seorang kultivator masih membuat wanita di hadapannya merasa waspada. Sekarang setelah mengatakannya, si nyonya akhirnya merasa lega. Ia berkata dengan sopan, "Jika Peri masih memiliki sesuatu untuk ditanyakan, Peri bisa bertanya padaku. Aku tahu semua yang terjadi di dekat desa. Jika Peri ingin bertanya tentang Kota Linhai, suamiku juga memiliki pengetahuan tentang hal itu; dia akan menjadi segera kembali."     

Mo Tiange tersenyum. "Aku sudah tahu ini adalah wilayah Laut Timur dan merupakan lokasi Istana Bixuan, bukan sesuatu yang perlu aku tanyakan. Aku hanya ingin bertanya tentang satu hal — kemarin, apakah ada peristiwa aneh yang terjadi di sekitar sini?"     

"Peristiwa aneh?" nyonya itu tampak bingung. Ia meluangkan waktu untuk berpikir sebelum menjawab: "Kemarin ketika gelombang naik, tampaknya ada guntur ... Peri, apakah ini maksudmu?"     

"Guntur?" Mo Tiange bertanya sambil merenung, "Apakah ada yang lain?"     

"Xiaobao mendengar suara gemuruh keras kemarin. Ketika Xiaobao bermain dengan Kakak hari ini, Xiaobao menemukan gunung baru muncul!" sela Xiaobao dari pelukan ibunya.     

"Oh?" Mo Tiange sedikit tertarik pada apa yang dikatakan Xiaobao. "Apakah ini gunung yang kau lihat sebelumnya?"     

"Ya!" Xiaobao mengangguk dengan keras. "Tidak ada gunung di sana kemarin. Tapi, ketika aku bermain dengan Kakak hari ini, tiba-tiba ada gunung di sana." Padahal, yang disebutnya gunung hanyalah tumpukan batu-batu.     

Xiaobao lalu mengulurkan tangan. "Saudari Peri, lihatlah — ini adalah sesuatu yang kutemukan di gunung."     

Di tangan kecilnya yang kotor, terdapat sebuah benda putih seperti tulang — tepatnya tulang naga ilahi yang diambil sebelumnya!     

Setelah melihatnya, Mo Tiange tersenyum dan berkata kepada ibu si bocah, "Nyonya, kebetulan aku memiliki masalah lain dan ingin meminta bantuanmu."     

Setelah mendengar Mo Tiange ingin meminta bantuannya, nyonya tersebut segera berkata, "Jika Peri butuh sesuatu, jangan ragu untuk mengatakannya padaku."     

"Tolong pergi ke gunung yang dibicarakannya dan bantu aku mengumpulkan setiap tulang seperti ini dan bawalah padaku."     

"Ah?" wanita tersebut tercengang. Permintaan macam apa ini?     

Mo Tiange mengeluarkan tas dari dalam jubahnya dan meletakkannya di atas meja. "Untuk setiap potongan tulang yang kau bawa, aku akan memberimu satu manik emas." Ia kemudian membuka tas, memperlihatkan manik-manik emas yang seukuran jari berkilauan di dalamnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.