Kultivator Perempuan

Di Dalam Hutan



Di Dalam Hutan

0Ketika cahaya terang muncul di formasi pemindahan, Mo Tiange langsung menempelkan jimat pelindung di tubuhnya.     
0

Tempat ini berbeda dengan Lembah Miwu. Lembah tersebut telah dipersiapkan oleh para senior dari tiga kelompok kultivasi, jadi tidak banyak binatang iblis yang dapat ditemukan di sana. Selain itu, lembah juga telah dilindungi. Selama tablet identitas mereka terpisah dari tubuh mereka, para murid tidak akan mati.     

Namun, di hutan gunung, nasib mereka sulit diprediksi. Setelah mereka dipindahkan, jika mereka muncul di depan binatang iblis dan diterkam, kelangsungan hidup mereka tidak akan dapat terjamin. Selain itu, permusuhan antara tiga kelompok masih terasa sangat kental. Ditambah fakta bahwa beberapa orang akan bertindak seenaknya demi mendapatkan keuntungan, mereka mungkin benar-benar harus meregang nyawa di sini.     

Karena sudah lama menduga bahwa perjalanan ini akan berbahaya, Mo Tiange sengaja menukarkan beberapa barangnya dengan beberapa jimat milik Qin Xi. Qin Xi selama ini berlatih menggambar jimat. Meskipun beberapa diantaranya banyak yang gagal, banyak juga yang berhasil. Qin Xi sendiri mengatakan bahwa ia tidak terlalu peduli pada jimat-jimat itu karena masih memiliki banyak. Sehingga, ketiga saudara martial lainnya ikut menukarkan barang-barang mereka dengan jimatnya.     

Mo Tiange tidak memiliki banyak batu spiritual yang tersisa, jadi ia menggunakan beberapa benda yang dimilikinya untuk dapat ditukar dengan jimat Qin Xi. Pria itu sama sekali tidak keberatan karena dia juga masih mencoba-coba meramu pil obat dan alat-alat pemurnian, jadi dia menerima semua barang yang diberikan Mo Tiange.     

Mo Tiange sedikit khawatir ketika bersiap untuk perjalanan ini. Ia bukan seorang kultivator yang kaya - batu spiritual yang digunakannya selama kultivasi adalah batu spiritual yang didapatkannya dari hadiah atau dari keuntungan menjual formasi. Karena akar spiritualnya tidak bagus, ia harus menghabiskan banyak batu spiritual untuk berkultivasi. Sebenarnya, untuk kompetisi kecil di Sekte Zixia kemarin, paman kedua telah menyiapkan jimat dan pil obat untuknya dengan menjual barang-barang milik paman sendiri. Mo Tiange tidak memiliki sesuatu yang berharga untuk dijual.     

Ia hanya memiliki sekitar 100 batu spiritual tersisa yang disimpannya untuk membuat formasi. Ia juga awalnya memiliki beberapa tanaman spiritual dan benda-benda spiritual lainnya, tetapi kebanyakan telah ditukar dengan beberapa batu spiritual; benda-benda yang tersisa tidak cukup berharga untuk dijual. Ia memiliki sedikit jimat, dan tentu saja terlalu berharga untuk dijual. Selain dari benda-benda yang disebutkannya, ada setumpuk benda lain yang tidak diketahui manfaatnya. Qin Xi berhasil mengenali beberapa benda milik Tiange dan bersedia mengambilnya sebagai ganti jimat. Namun, ia tak mengetahui sebagian benda lain.     

Ada juga mutiara yang diperolehnya dari pemuda dari Klan An. Mutiara itu berukuran sebesar kepalan tangan seorang anak dan ia bisa merasakan gelombang aura spiritual di dalamnya. Namun, tidak ada yang mengetahui kegunaan benda tersebut.     

Karena itu, Sebagian besar barangnya yang tersisa hanyalah beberapa alat spiritual yang dapat dianggap berharga yang diperolehnya dari seorang lelaki dari Klan An. Mo Tiange masih merasa khawatir untuk menempatkannya di pasaran. Namun, ini bukan masalah yang harus ia khawatirkan sekarang. Paling tidak, persiapannya untuk perjalanan sudah lebih dari cukup.     

Setelah dipindahkan ke dalam hutan, Mo Tiange segera memeriksa daerah di sekelilingnya. Untungnya, tidak ada binatang iblis dan sejenisnya. Dengan napas lega, ia melangkah maju. Detik berikutnya, ia menyadari bahwa tidak ada apapun di bawah kakinya dan tubuhnya langsung jatuh ke bawah. Ia buru-buru menggunakan Teknik Light Body, mencari pijakan, dan melompat sampai ia dapat berpijak di tanah.     

Tempat Mo Tiange berada adalah lereng yang sangat curam. Karena terlalu banyak tanaman merambat, lereng tersebut tertutupi oleh tanaman dan terlihat seperti daratan biasa.     

Mo Tiange memukul dahinya. Ia benar-benar keliru. Ia mengamati bahaya sekelilingnya, tetapi lupa mengamati tempatnya berpijak. Tampaknya ia harus lebih berhati-hati di masa depan.     

Ia dikelilingi oleh pepohonan lebat. Di atasnya terdapat tanaman menjuntai yang tak terhitung jumlahnya sementara tanah di bawahnya benar-benar ditutupi oleh lapisan tebal daun kering. Sangat sulit menemukan jalan setapak di sini.     

Ia mengambil Slip Jade yang berisi peta hutan dari dalam jubahnya. Namun, ia menyadari bahwa peta itu terlalu sulit. Tanpa adanya penanda, ia tidak bisa menemukan posisinya dalam peta. Mo Tiange hanya bisa menyerah, dan dengan berhati-hati menyembunyikan napasnya. Ia mengeluarkan Pedang Green-Wood dan berjalan menyusuri hutan.     

Baginya, yang berlatih teknik elemen kayu, berada di sini memberikan keuntungan. Aura spiritual elemen kayu di hutan sangat berlimpah - jika ia menggunakannya, kekuatannya akan menjadi lebih kuat.     

Tiba-tiba, ia merasakan fluktuasi aura spiritual di belakangnya. Ia dapat menghindar dengan mudah karena kewaspadaannya. Ia lalu menggunakan Pedang Green-Wood untuk menopang tubuhnya seraya berbalik melihat lawan.     

Seekor ular iblis berwarna-warni dan berkepala datar!     

Mo Tiange merinding seketika. Ia menganggap dirinya berani, tetapi ketika berhadapan dengan ular seperti ini, ia benar-benar ingin muntah. Meskipun demikian, ini bukan waktu yang tepat untuk muntah. Ular iblis bergerak dengan sangat cepat dan kuat; jika dia tidak berkonsentrasi dan mati terkena gigitan rahangnya--akan lebih menjijikkan!     

Ular ini panjangnya lebih dari sepuluh kaki, memiliki rahang tipis dan kasar serta kepala yang rata. Lidahnya bergerak keluar-masuk dengan cepat. Tatapannya yang dingin dan suram terpaku pada tubuh Mo Tiange. Berdasarkan kecepatan dan kekuatannya, binatang iblis ini berada pada tingkat satu.     

Tiba-tiba, si ular melompat, memuntahkan racun berwarna hitam ke arahnya.     

Jimat pertahanan di tubuhnya langsung bekerja. Racun tersebut jatuh ke tanah sebelum mencapai tubuhnya. Namun, setelah diserang, pelindung di tubuhnya bergetar seolah-olah akan hancur kapan saja. Ia tidak ingin mengambil risiko dan menempel jimat pelindung lainnya di tubuhnya. Setelah melakukannya, ia menggerakkan Pedang Green-Wood sambil berlari ke arah ular, mencoba menyerang bagian vital.     

Ular itu sangat lincah. Ia bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, kadang-kadang si ular meregangkan dan menyusutkan tubuhnya, mencoba menghindari serangan Pedang Green-Wood.     

Saat mengayunkan Pedang Green-Wood dengan hati-hati, Mo Tiange juga mengeluarkan beberapa benih dari Tas Qiankun. Dengan memanfaatkan kesibukan ular saat menghindari Pedang Green-Wood, ia melemparkan benih-benih ke arah si ular. Saat mengenai tubuhnya, benih tersebut tumbuh dengan cepat menjadi Fire Thorn dan melilit binatang tersebut. Setelah melihat hal itu, Mo Tiange sedikit lebih tenang.     

Namun, pada detik berikutnya, ia benar-benar terkejut dan hampir berteriak.     

Si ular menggeliat dan tanaman Fire Thorn miliknya tidak dapat menembus kulitnya. Sebaliknya, dengan ayunan ekor ular itu, semua tumbuhan langsung tercabut dalam sekejap.     

Ekspresi Mo Tiange berubah serius. Hal yang mengejutkannya, sisik kulit ular di hadapannya begitu keras sehingga Fire Thorn tidak bisa menembusnya.     

Setelah menghindari pedang Green-Wood, binatang iblis tersebut tiba-tiba menoleh ke arahnya. Ia meludahkan sesuatu dari ujung lidahnya, tetapi bukannya memuntahkan racun, ia meludahkan kabut tebal.     

Mo Tiange langsung merasa pusing. Ini pasti kabut beracun! Ia langsung meningkatkan kewaspadaannya. Kemudian, sambil menahan napas, ia mengeluarkan sebuah pil dari Tas Qiankun dan menelannya. Saat Pil Refreshing mulai bekerja, pikirannya menjadi jernih.     

Karena tidak ingin membiarkan pertarungan berjalan lebih lama, ia mengeluarkan sebuah jimat dan melemparkannya ke tubuh ular.     

Air setinggi menara menghujam tubuh ular iblis dan langsung membeku seketika menjadi es, membuat gerakan ular melambat. Dengan sekuat tenaga, Mo Tiange menikam ular dengan Pedang Green-Wood dan menembus sisiknya, benar-benar menghunjamnya sampai ke dalam.     

Ular iblis menggeliat ingin membebaskan diri, namun ia tidak dapat melepaskan diri dari es atau pedang Green-Wood. Akhirnya, ular itu mati dan berhenti bergerak.     

Mo Tiange menghela napas lega seraya mengambil Pedang Green-Wood, dan dengan hati-hati membersihkannya. Ia kemudian menatap es pada tubuh ular iblis dengan menyesal. Bagaimanapun juga, Jimat Freezing tidaklah murah.     

Bahaya memang mengintai di setiap sudut hutan. Meskipun hanya bertemu seekor ular, hal itu benar-benar membuatnya merasa sangat terancam dan bahkan membuatnya menggunakan Jimat Freezing!     

Mo Tiange merasa sedikit kebingungan melihat bangkai ular yang tergeletak di dekatnya. Para tetua sekte mengatakan dengan jelas bahwa selama perjalanan, bangkai binatang iblis harus dibawa kembali. Namun, ular ini terlihat sangat menjijikkan; ia benar-benar tidak berani menyentuhnya.     

Setelah ragu-ragu sejenak, ia mengeluarkan tas kulit dari dalam Tas Qiankun, menggunakan Pedang Green-Wood untuk mengangkat bangkai ular, dan memasukkan bangkai ke dalam tas kulit. Ia kemudian mengencangkan penutup tas dan melemparkan tas kulit tersebut ke dalam tas Qiankun-nya.     

Kemudian, ia dengan hati-hati mulai mencari arah keluar dari hutan pegunungan.     

Di dalam hutan lebat, terdapat sebuah sungai jernih yang melewati tempat itu. Karena dibasahi oleh air sungai, tempat tersebut sangat subur dan dipenuhi banyak bunga liar yang indah. Pemandangan yang benar-benar indah di tengah hutan belantara.     

Meski demikian, pemandangan indah ini kemudian dirusak oleh kehadiran dua orang pria.     

Seorang pria mengenakan jubah ungu sementara yang lain mengenakan jubah kuning, tetapi pola jubah pada pergelangan tangan mereka disulam dengan simbol yang sama. Kedua pria itu saling memandang tajam satu sama lain.     

Pemuda berjubah ungu mendengus dan berkata dengan marah, "Murid Sekolah Jindao! Berani-beraninya kau menyerang tuan muda ini?!"     

Kultivator paruh baya tampak tenang dan nadanya juga memperlihatkan sikap tak peduli ketika berkata, "Bocah bodoh, memangnya kenapa kalau aku menyerangmu?"     

Wajah pemuda itu berkerut marah karena sikap acuh tak acuh pria paruh baya di hadapannya. "Kau!!! Aku adalah murid dari Sekte Zixia inti sementara kau hanya seorang kultivator dari sekolah yang sudah dimusnahkan - tidakkah kau takut akan ditegur?"     

Kultivator paruh baya itu tertawa kecil. "Jika aku dapat menghancurkanmu tanpa meninggalkan jejak sedikitpun, siapa yang dapat menuduhku melakukannya?"     

"Kau!!!" Pemuda itu marah besar. Sepertinya, karena tidak terlalu berpengalaman dan tidak pernah mengalami kegagalan dalam kultivasi, ia jadi mudah terpancing. Ia mengendalikan alat spiritual di tangan dan bergegas maju menyerang kultivator paruh baya.     

Kultivator paruh baya mundur dengan hati-hati. Sambil menggunakan alat spiritualnya, ia diam-diam mengambil jimat.     

Keduanya adalah kultivator lapisan kesepuluh. Untuk sesaat, mereka saling menyerang dan kekuatan keduanya terlihat seimbang.     

Tak lama kemudian, seseorang muncul dari dalam hutan. Pria itu mengenakan jubah hitam.     

Setelah melihat dua pria yang bertarung, ekspresinya berubah. Setelah selang waktu yang lama, ia akhirnya mengeluarkan sesuatu dari dalam Tas Qiankun dan melemparkannya ke salah satu pria.     

Mo Tiange sedang berjalan mengikuti suara air yang mengalir ketika fluktuasi beberapa aura spiritual menarik perhatiannya. Ia dengan hati-hati menyembunyikan kehadirannya sebelum berjalan menuju area pertarungan.     

Di seberang sungai, murid sekte Zixia dan sekolah Jindao terlibat dalam pertarungan kekuatan magis. Sementara, di sudut hutan, seorang murid Sekte Yunwu yang terlihat garang tengah melemparkan alat spiritual ke arah murid sekte Zixia.     

"AH!!!" Dengan teriakan memilukan, murid Sekte Zixia jatuh di atas genangan darahnya. Napasnya sudah berhenti.     

Baik murid Sekolah Jindao dan Sekte Yunwu menghela napas. Mereka tidak saling bertarung, tetapi mereka juga tidak berbicara satu sama lain. Setelah membagi barang-barang murid Sekte Zixia dan membakar habis tubuhnya, mereka berpisah.     

Mo Tiange yang sedang bersembunyi di hutan terlihat basah kuyup oleh keringat dingin. Apa yang dikhawatirkan Xu Jingzhi akhirnya terjadi. Murid-murid Sekolah Jindao dan Sekte Yunwu membunuh murid Sekte Zixia untuk melampiaskan kebencian mereka.     

Ia sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi di masa depan. Mereka yang telah membunuh murid-murid Zixia Sekte pasti akan mengulangi tindakan mereka. Setelah terjadi berulang-ulang kali, murid-murid Sekte Zixia akan menyadari bahwa rekan-rekan mereka berada dalam bahaya. Karena terbakar amarah, mereka akan membalas dua kelompok lain, dan setelahnya, tiga kelompok itu kembali bertarung. Banyak korban akan berjatuhan.     

Tentu saja, perjalanan ini sangat berbahaya. Mereka tidak hanya harus melindungi diri dari binatang buas di dalam hutan, namun mereka juga harus berhati-hati terhadap para kultivator lainnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.