Pangeran Yang Dikutuk

Kisah Ellena



Kisah Ellena

0Ellena mengira keberuntungannya saat ini pasti karena ketekunan dan kesabaran yang ia miliki selama ini. Ya, ia harus mengambil jalan memutar yang panjang untuk mencapai apa yang akan ia miliki sekarang... tapi itu tidak masalah.     
0

Yang penting adalah hasil akhirnya. Ia akhirnya bisa mendapatkan apa yang menjadi haknya.     

Ahh... ngomong-ngomong jam berapa sekarang ini? Ellena bertanya-tanya. Ia sudah menunggu di perpustakaan ini selama hampir delapan jam dan ia sudah sangat lapar.     

Haruskah ia pergi sebentar dan makan sesuatu?     

Uff... tidak! Tahan dulu. Justru akan lebih bagus kalau dia sampai pingsan karena kelaparan. Itu akan membuatnya tampak semakin menyedihkan. Mars tidak akan terlalu keras padanya jika ia pingsan.     

Ellena akan bisa makan sesuatu nanti. Sekarang, ia harus bersabar. Seperti kata pepatah, kesabaran akan selalu berbuah hasil.     

"Nona, Pangeran dan Tuan Gewen baru saja tiba."     

Suara seorang pelayan membuat Ellena terjaga dari lamunannya. Ia mendongak dengan mata berkaca-kaca dan mengangguk lemah.     

"Terima kasih. Di mana dia sekarang?" tanya Ellena.     

"Yang Mulia berkata dia akan pergi ke ruang kerja raja dan menunggu Anda di sana," jawab pelayan itu.     

"Ah... baiklah. Tolong tunjukkan jalannya. Aku kurang tahu di mana letak ruang kerja Yang Mulia Raja," pinta Ellena. Berhubung ia sudah lama tidak ke sini, ia tidak tahu lagi di mana ruang belajar Raja Jared berada. Saat itu, Ellena masih terlalu muda untuk membutuhkan akses ke sana sebelum ia meninggalkan ibu kota untuk mencari Thessalis.     

Gewen dan Edgar tumbuh menjadi orang penting di istana kerajaan dan terkadang mereka harus bertemu raja di ruang kerjanya bersama dengan Mars. Jadi, mereka terbiasa keluar masuk istana dan bisa mencari jalan sendiri saat berkeliling di dalam istana. Namun, tidak begitu dengan Ellena. Ia harus bergantung pada pelayan untuk membawanya ke sana.     

Sambil berjalan menuju ruang kerja raja, Ellena hanya bisa melihat sekelilingnya. Istana ini sangat indah.     

Ellena tahu istana kerajaan ini sengaja dirancang untuk menyenangkan mendiang ratu sehingga warna favorit sang ratu ada di semua tempat. Dindingnya dicat khusus dengan warna abu-abu muda karena ratu memang menyukai warna itu.     

Warna abu-abu memberikan perasaan tenang, begitulah yang sering diucapkan Ratu Elara. Sedangkan menurut Ellena, warna-warna itu terlalu suram untuk ukuran zaman sekarang.     

Kematian ratu entah bagaimana membuat seluruh istana menjadi suram dan sedih. Ellena membenci warna di sekitar sini. Mungkin, begitu dirinya menjadi ratu kerajaan ini nanti, ia bisa mendekorasi istana ini sesuai keinginannya.     

"Ini ruang kerja raja, Nona. Pangeran sedang menunggu Anda di dalam." Pelayan itu membungkuk sedikit dan membuka pintu ruang kerja untuk Ellena.     

Wanita itu tersenyum kecil dan mengangguk. "Terima kasih. Kau boleh pergi."     

***     

MENARA EMERALD, DELAPAN JAM KEMUDIAN…     

"Ellena! Aku perlu bicara denganmu!"     

Jantung Ellena berdegup kencang saat mendengar gema suara Mars dari luar. Ia berbalik dan melihat Gewen yang duduk di sampingnya. Pria tampan itu mengangguk dan memberi isyarat agar ia tetap di tempatnya. Sementara itu, Gewen bangkit dari tempat duduknya dan pergi ke pintu untuk menyambut sang pangeran.     

"Ellena ada di sini. Kau tidak perlu berteriak begitu," sapa Gewen sambil menepuk punggung Mars. "Kau membuatnya takut."     

Mars berdiri dalam diam di ambang pintu. Mata merahnya tertuju pada Ellena dan rahangnya terkatup. Ia terlihat sangat emosional.     

"Dari mana kamu mendapatkan surat itu?" tanya Mars tegas kepada Ellena dengan tegas. "Jawab aku!"     

Elena menggigit bibirnya. Ia tahu pertanyaan ini akan datang dan ia sudah siap dengan jawabannya. Ketika ia menjawab pertanyaan Mars, suaranya bergetar dan sangat emosional.     

"A-aku minta maaf, Yang Mulia… seharusnya aku tidak memberikan surat itu padamu," tangisnya. "Aku seharusnya membakarnya dan tidak pernah membiarkanmu melihatnya... Aku sangat… maaf... Aku terlalu emosional."     

Mars menatap wanita yang berduka itu dan menghela napas. Ia merendahkan suaranya dan berjalan menuju Ellena. "Tolong katakan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi antara kau dan Emmelyn, sehingga suratnya bisa sampai ke tangamu. Aku perlu tahu semuanya."     

Gewen menoleh ke arah Ellena dan mengangguk. "Ceritakan saja apa yang terjadi padanya. Beri tahu dia yang sebenarnya. Dia berhak tahu."     

Ellena terlihat enggan, tapi setelah Gewen berdiri di sebelahnya dan menggenggam tangannya, akhirnya wanita itu bisa menenangkan diri. Ellena menyeka air matanya dan menjelaskan apa yang terjadi.     

"S-saat aku... mengunjunginya, dia menawarkan untuk menuliskan pengakuannya dengan imbalan kebebasannya. Dia bilang... jika dia mengatakan yang sebenarnya, kau akan mengetahui jati dirinya yang sebenarnya dan kau bisa melupakannya." Ellena menangis. "Aku sangat egois. Aku sangat mencintaimu dan ingin memilikimu sehingga aku pun menyerah pada godaannya."     

"Apa yang kau lakukan?" Mars bertanya, berusaha keras untuk tidak meninggikan suaranya. Ia khawatir Ellena akan mengalami gangguan mental jika ia terus memaksanya. Wanita itu sudah terlihat sangat acak-acakan dan menyedihkan.     

"Aku memberikan apa yang dia inginkan..." sahut Ellena. "Tolong ... tolong jangan beri tahu pamanku tentang perbuatanku ini. Dia akan menghukumku dengan sangat keras."     

"Sebenarnya… apa yang kau berikan pada Emmelyn?" Jantung Mars berdebar kencang. Sebuah suara kecil di kepalanya memberitahunya bahwa Ellena menyimpan rahasia yang sangat besar. "Apa yang dia inginkan darimu?"     

Mars tahu Ellena sudah menyebutkan bahwa Emmelyn menawarkan untuk menuliskan pengakuannya sebagai ganti kebebasannya. Jadi, apa maksud Ellena dengan memberikan apa yang diinginkan Emmelyn?     

Emmelyn sudah mati. Apakah itu yang ia inginkan? Untuk mati dan bebas dari semua omong kosong ini?     

"Aku… memberinya kebebasan yang diinginkannya," sahut Ellena terbata-bata. "Dia berjanji bahwa dia akan pergi sejauh mungkin darimu dan melupakan semuanya di antara kalian berdua. Dia akan membatalkannya bahkan sejak dia telah membunuh ibumu dan membuatmu dan ayahmu sangat menderita. Dia membujukku untuk melakukannya. ... Dan aku sangat lemah... jadi aku berkata ya..."     

"Kebebasan apa yang kau bicarakan?" Mars mengepalkan tangannya. "Dia sudah mati. Apa dia memang ingin mati?"     

Ellena menggelengkan. "Tidak, dia ingin meninggalkan Draec dan dia memintaku membantunya, sebagai ganti pengakuannya. Dia masih hidup."     

Mars mengira ia salah dengar.     

Ellena bilang Emmelyn masih hidup?     

Apa ia sudah gila?     

Tuan Vitas telah mengkonfirmasi kematian Emmelyn dan mereka menguburkannya di hutan kecil dekat istananya.     

Omong kosong macam apa ini??     

"Apa maksudmu dia belum mati? Ini bukan waktunya bercanda, Ellena," tukas Mars tidak sabar.     

"Aku tidak bercanda. Dia masih belum mati. Dia sengaja memalsukan kematiannya atas bantuanku. Dia pasti sudah jauh dari sini sekarang," sahut Ellena gigih.     

Mars tercengang saat mendengar kata-katanya. Ia tahu Ellena memang bukan orang yang suka bercanda. Apalagi saat ini wanita itu terliha sangat serius.     

Apa Ellena mengatakan yang sebenarnya?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.