Pangeran Yang Dikutuk

Temanmu Menunggu



Temanmu Menunggu

0"Ah, baiklah...." Mars menghela napas lega dan akhirnya mencium kening bayinya. Hmm…bayinya ini sangat harum dan Mars sangat menyukai aromanya. Ada aroma bayi yang berbeda di antara aroma susu di kepalanya, dan itu terasa sangat menenangkan.     
0

Mars jadi berharap supaya Harlow cepat besar sehingga ia bisa memeluknya lebih erat lagi.     

"Kita pergi lima belas menit lagi," ujar Mars pada Gewen. Temannya hanya mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa. Gewen menyadari Mars sedang bersenang-senang dengan menggendong putrinya dan sekarang tidak ingin terburu-buru lagi.     

Jadi, sebagai teman yang baik, Gewen pun membiarkan sang pangeran mengambil waktu sebanyak yang ia butuhkan. Mereka tidak perlu terburu-buru. Orang-orang yang ingin mereka ajak bicara bisa menunggu.     

Setelah beberapa saat, Mars menjadi begitu terbiasa menggendong Harlow, ia tidak lagi terlihat canggung atau ragu. Gerakannya menjadi lebih percaya diri dan ia bahkan bersenandung pelan saat melihat Harlow menatapnya dengan mata bulatnya, seolah kagum. Ahh... bayi ini sungguh menggemaskan. Telinganya terangkat ketika ia mendengar ayahnya bernyanyi untuknya, dan ia tampak sangat tertarik.     

Ahh.... inilah yang membuat Mars sangat sulit untuk meninggalkannya bersama Lily dan pergi melakukan pekerjaannya. Tapi ia masih perlu melihat ayahnya dan mendiang ibunya. Kemudian, ia akan memanggil Ellena, Duke Preston, komandan pengawal raja, dan Roshan.     

Namun, dengan Harlow di pelukannya, bagaimana ia bisa meninggalkan tempat ini? Tiba-tiba melihat orang-orang itu tidak lagi terasa penting baginya.     

Akhirnya, setelah setengah jam, Mars menguatkan hatinya dan dengan enggan mengembalikan Harlow ke keranjangnya.     

"Aku harus pergi," bisiknya. "Ayah akan segera kembali untukmu. Akan Ayah siapkan tempat yang bagus untukmu di rumah dan kau bisa datang dan tinggal bersama Ayah."     

Mars menoleh ke arah Lily dan memintanya untuk menjaga Harlow untuknya saat ia pergi. "Kami belum memiliki kamar yang layak untuk Harlow. Akan kupastikan pihak istana menyiapkan tempat khusus untuk Harlow, lalu aku akan membawanya pulang. Aku harap kau tidak keberatan merawat putriku lebih lama lagi."     

"Tentu saja aku tidak keberatan, Yang Mulia," sahut Lily. "Kami sangat senang ada Harlow di sini. Kami akan menjaganya tetap aman dan bahagia untukmu."     

"Terima kasih banyak, Lily. Aku berutang budi padamu," ujar Mars, tampak berterima kasih. Kemudian ia memaksa dirinya untuk memalingkan muka agar tidak bisa melihat Harlow lagi. Ia khawatir tekadnya akan goyah jika melihat wajah imut bayinya itu lagi.     

Mars menepuk bahu Athos dan mengangguk ke arah pria itu. Kemudian ia berjalan cepat dan diikuti oleh Gewen keluar dari kastil Greenan.     

Mars tidak melihat ke belakang lagi. Ia sudah sangat merindukan Harlow begitu langkahnya mencapai halaman kastil. Demi Harlow, ia bertekad untuk membereskan semuanya secepat mungkin agar ia bisa dipertemukan kembali dengan bayinya itu     

Setelah semuanya selesai, Mars akan membawa bayinya pulang dan tinggal bersamanya di kastil.     

Tapi…tidak, jika apa yang ia dengar tentang ayahnya benar, Mars mungkin perlu segera pindah ke istana kerajaan dan mengambil alih kekuasaan.     

Jika Raja Jared benar-benar kehilangan akal sehatnya, ia akan dianggap tidak layak untuk memerintah dan satu-satunya cara agar negara tetap berjalan adalah membuat putra mahkota naik tahta.     

Mars mungkin perlu memerintah lebih awal dari yang diharapkan, dan itu berarti ia harus tinggal di istana kerajaan. Ia harus menyiapkan kamar dan semua yang dibutuhkan Harlow di istana.     

"Ayo kita kembali ke istana," ujar Mars pada Gewen. "Aku akan berbicara dengan komandan pengawal raja dan Jhon. Lalu aku akan mengunjungi orang tuaku di gua es."     

"Oke," sahut Gewen.     

Mereka berdua menaiki kuda mereka dan berlari menuju istana. Ketika mereka tiba, Jhon sang kepala pelayan segera datang ke pintu gerbang dan menyapa mereka.     

"Yang Mulia, apakah Anda baik-baik saja?" Jhon bertanya pada Mars dengan sopan. "Apakah ada yang bisa saya lakukan untuk Anda?"     

"Tidak perlu, Jhon. Aku baik-baik saja," sahut Mars. "Tapi ada sesuatu yang ingi kubicarakan denganmu."     

"Di mana Anda ingin berbicara, Yang Mulia?" tanya Jhon. "Saya siap sedia kapan saja."     

"Tolong temui aku di ruang kerja ayahku setengah jam lagi. Aku akan menunggumu di sana," sahut Mars.     

"Baik, Yang Mulia. Saya akan segera ke sana," ujar Jhon. Mars mengangguk dan berjalan melewati kepala pelayan itu. Namun, sebelum Mars dan Gewen jauh, kepala pelayan itu sepertinya mengingat sesuatu. Ia dengan cepat mengejar kedua pria itu dengan napas terengah-engah.     

"Oh... saya hampir lupa memberi tahu Anda, Yang Mulia," kata Jhon di sela-sela napasnya. "Teman Anda ada di sini. Dia sudah menunggu Anda sejak jam 7 pagi."     

Sejak pagi?!     

Gewen dan Mars saling bertukar pandang. Mereka telah pergi selama berjam-jam dan matahari sekarang perlahan turun ke barat. Sudah pukul tiga sore.     

Temannya itu pasti sudah menunggu sangat lama jika dia tiba di sini jam 7 pagi, atau sekitar delapan jam yang lalu.     

Siapa teman yang dimaksud itu?     

"Ellena ada di sini?" tanya Gewen pada Jhon.     

Kepala pelayan itu mengangguk. "Ya, Tuanku. Nona Ellena telah menunggu kalian berdua sepanjang hari ini."     

"Tolong antarkan dia ke ruang kerjaku," perintah Mars kepada kepala pelayan. Lalu ia berjalan cepat menuju ruang kerja ayahnya dan bersiap untuk bertemu Ellena. Tak disangka, ia bisa berbicara dengan wanita itu lebih cepat dari yang dugaannya.     

'Yah, baguslah,' pikir Mars. Awalnya ia ingin berbicara dengan orang lain terlebih dahulu, seperti Jhon, Tuan Vitas, ayahnya, dan kemudian Roshan. Kemudian, ia akan meminta Ellena untuk datang dan berbicara dengannya. Tentu saja itu penting karena Ellena sepertinya bertemu Emmelyn sebelum istrinya itu meninggal dan sempat ada percakapan di antara mereka. Mars perlu tahu apa saja yang dibicarakan oleh para wanita itu.     

Lima menit setelah Mars tiba di ruang kerja raja, Jhon datang dengan seorang pelayan membawakan mereka teh. Mereka menyajikan tiga cangkir teh, lalu undur diri.     

"Lady Ellena datang," kata Jhon sebelum ia membungkuk dan menutup pintu di belakangnya.     

"Terima kasih, Jhon." Mars mengangguk. Ia mengambil cangkir dan menyeruput tehnya sambil menunggu Ellena. Ia perlu menenangkan hatinya setelah hari yang panjang dan penuh gejolak ini. Ia berharap Jhon menyajikan wine untuknya, tetapi untunglah kepala pelayan itu tidak melakukannya. Dengan kondisinya sekarang, Mars berpikir ia mungkin tidak akan berhenti minum untuk melepaskan stresnya dan itu tidak baik untuknya. Teh memang lebih baik.     

TOK TOK TOK!     

"Itu pasti Ellena," ujar Gewen. Mars mengangguk.     

"Masuklah," sahut Mars dengan tenang.     

Pintu dibuka dari luar dan masuklah seorang wanita cantik yang mengenakan pakaian serba hitam. Namun raut wajahnya tampak sendu. Penampilannya juga terlihat acak-acakan karena banyak menangis dan ia bahkan tidak peduli untuk memperbaiki rambutnya. Ya, saat ini Ellena terlihat sangat berantakan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.