Pangeran Yang Dikutuk

Siapkan Air Mandiku



Siapkan Air Mandiku

0Mars dengan cepat turun dari kudanya dan berjalan masuk. Jhon membungkuk untuk menunjukkan rasa hormat dan menyapa sang pangeran.     
0

"Tolong siapkan air mandiku," perintah putra mahkota dengan dingin. Lalu ia berjalan menuju kamar lamanya di istana kerajaan. Sementara Jhon masih terpaku ketika mendengar perintah sang pangeran. Kepala pelayan itu terkejut melihat Mars yang sudah kembali dalam waktu sesingkat ini.     

Bukankah seharusnya ia masih di jalan sekarang? Apakah ia terus bepergian tanpa henti selama tiga minggu? Bahkan jika ia melakukannya dalam satu bulan, pastinya itu akan sangat melelahkan. Namun, ia berhasil pulang dalam waktu lebih dari tiga minggu?     

Bisa-bisa sang pangeran mati karena kelelahan!     

Jhon buru-buru masuk ke dalam dan memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan air mandi untuk sang pangeran. Ia bisa membayangkan perjalanan berat yang ditempuh Mars untuk sampai ke sini dalam waktu sesingkat ini. Sang pangeran pasti sangat, sangat lelah dan butuh mandi air hangat untuk menenangkan pikirannya.     

"Jhon, siapkan air mandiku juga!"     

Tiba-tiba Jhon mendengar suara lain dari belakangnya. Ia segera berbalik dan melihat seorang pria yang berjalan tergesa-gesa mengejar sang pangeran. Untuk sesaat, kepala pelayan mengedipkan matanya, mencoba menebak siapa pria ini.     

Suara pria itu terdengar familiar, tapi siapa?     

Sementara itu, pria itu yang tak lain adalah Gewen menjadi sangat kesal karena Jhon juga tidak mengenalinya. Jenderal muda itu ingin berteriak karena frustrasi. Sialan!!     

Ia sungguh tidak percaya bahwa orang-orang ini benar-benar tidak bisa mengenalinya sebagai jenderal yang terkenal tampan hanya karena sekarang ini ia terlihat kotor dan acak-acakan. Yang benar saja! Apa penampilannya benar-benar seberbeda itu??     

"Ini aku!" sahut Gewen dengan nada kesal. "Tuan Gewen Athibaud."     

"Oh, ya ampun!" Jhon tercengang. Ia menatap pria di depannya ini dengan seksama. Ya, pria ini memang mirip Gewen.     

Tunggu ... apakah pria lusuh dan acak-acakan ini benar-benar Tuan Gewen? Pria paling tampan di Draec?     

Saat itu juga, Jhon benar-benar dapat membayangkan dengan pasti betapa sulitnya perjalanan yang harus dilalui sang pangeran sehingga bahkan jenderal yang terkenal flamboyan ini pun bisa menjadi seperti ini.     

"Apa yang kau lihat??" sembur Gewen pada Jhon kesal. Saat ini, ia tak ubahnya seperti beruang yang terluka, tampak marah dan kesal pada saat bersamaan.     

Kepala pelayan yang pengertian itu buru-buru tersenyum dan sedikit menundukkan kepalanya. "Oh, saya mengenali Anda, Tuanku. Sepertinya Anda sangat lelah. Izinkan saya menyiapkan air mandi dan juga kamar yang bagus agar Anda dapat beristirahat."     

"Hmm." Gewen mengangkat alis dan mengangguk. "Ya, aku menginginkannya."     

"Silakan ikuti saya," ujar Jhon dengan tenang. Kemudian ia berjalan masuk untuk menunjukkan Gewen kamarnya. Sambil berjalan, Jhon dengan efisien memberikan instruksi kepada bawahannya untuk menyiapkan kamar untuk pangeran dan Gewen, dan kemudian menyiapkan air mandi mereka.     

Gewen puas ketika melihat kamar yang bagus di mana ia akan bermalam untuk beristirahat. Hanya melihat kasur empuk dan seprai lembut itu, hatinya melonjak girang.     

Astaga... ia sungguh merindukan tempat istirahat senyaman ini! Sebelumnya, setelah tidur di bawah bintang-bintang ataupun penginapan apa saja yang bisa mereka temukan untuk tidur maksimal 4 jam setiap malam, kini ia benar-benar bisa merindukan kasur nyaman yang bagus.     

Sekarang, Gewen yakin akhirnya ia akan tidur nyenyak di sini.     

"Air mandi sedang disiapkan, Tuanku. Mohon tunggu sebentar di sini," ujar Jhon dengan hormat. "Staf saya akan melayani semua kebutuhan Anda. Dia juga akan menyiapkan makan malam untuk Anda jika Anda mau."     

"Ya, baguslah," sahut Gewen. Ia bersikap lebih ramah sekarang terhadap Jhon. Suasana hatinya berubah menjadi lebih baik setelah melihat kamar yang bagus itu.     

"Saya permisi dulu, Tuanku. Saya ingin memeriksa kamar putra mahkota," ujar Jhon. Gewen hanya mengangguk.     

Jhon membungkuk sedikit dan pergi. Begitu sosok kepala pelayan itu menghilang di balik pintu, Gewen langsung menjatuhkan pantatnya ke kasur empuk. Ia bahkan berniat menciumi wangi kasur itu jika seorang pelayan tidak tiba-tiba masuk ke kamarnya sambil membawa seember air.     

Saat pelayan itu masuk, Gewen langsung bangkit dan menyilangkan tangan di dadanya. Ia berdiri di dekat bak mandi dan mengawasi pekerjaan pelayan ketika yang sedang menyiapkan air mandi untuknya.     

Pelayan lain datang dengan lebih banyak ember berisi air dan diikuti oleh yang lain. Segera, bak mandi itu setengah terisi air. Kemudian, salah satu pelayan menyalakan api di perapian dan merebus sepanci besar air.     

Setelah air mendidih, mereka menuangkannya ke bak mandi dan Gewen akhirnya bisa mandi air hangat. Para pelayan segera pamit dan membiarkan Gewen mandi sementara mereka pergi menyiapkan makan malam untuknya.     

Gewen dengan cepat menelanjangi tubuhnya dan melangkah masuk ke dalam bak mandi. Begitu kulitnya menyentuh air hangat yang menenangkan itu, ia mengerang puas sambil memejamkan matanya.     

Ahh... ini sungguh menyenangkan.     

***     

Sementara itu, Jhon buru-buru berjalan menuju kamar lama Mars. Ini adalah kamar pribadinya ketika ia masih tinggal di istana kerajaan sebelum akhirnya ia diberikan istananya sendiri untuk dikelola.     

Kepala pelayan gugup saat Mars memasuki ruangan. Ia bertanya-tanya apakah sang pangeran akan menangis atau mengamuk.     

Namun, berbeda dari bayangannya, Mars bahkan tidak menunjukkan kemarahan atau kesedihan setelah kembali. Ia juga tidak bertanya apa pun tentang ibu dan istrinya.     

Apa yang sedang terjadi? Apa yang ia pikirkan tentang semua ini?     

Astaga... Jhon tidak tahu bagaimana menangani situasi ini. Tanpa Ratu Elara, keluarga kerajaan langsung berantakan. Sang ratu adalah jantung dari keluarga ini... Dan sekarang ia telah pergi.     

Setelah sang ratu meninggal, raja menjadi gila dan putranya juga pasti merasa hancur karena kehilangan ratu dan istrinya pada waktu yang hampir bersamaan.     

Tunggu… apakah sang pangeran sudah tahu bahwa istrinya juga telah meninggal? Ia bahkan tidak berbicara atau bertanya sedikit pun tentang istrinya.     

"Yang Mulia," ujar Jhon dengan hormat sembari mengetuk pintu yang terbuka. Ia menunggu sang pangeran menyuruhnya masuk, tetapi Mars tidak mengatakan apa-apa.     

Akhirnya, Jhon memberanikan diri dan memasuki ruangan. Menurutnya, Mars pasti masih belum mendengar kabar terbaru itu karena pikirannya sedang sibuk.     

Jhon menatap sosok Mars yang sedang berdiri di tengah ruangan sambil mengepalkan tangannya. Mata pria itu tertuju ke sebuah tempat tidur kosong di sebelahnya.     

Apakah sang pangeran tahu bahwa istrinya juga telah meninggal? Jhon terus menanyakan pertanyaan itu pada dirinya sendiri.     

Apakah Mars mengira Emmelyn masih di penjara?     

Haruskah Jhon bertanya kepada Mars apakah ia ingin tahu di mana istri dan bayinya?     

"Yang Mulia," Jhon berbicara lagi karena Mars tidak mengatakan apa-apa.     

Sang pangeran masih berdiri dengan punggung membelakangi Jhon, tampak sedih, menatap tempat tidur yang kosong. Tempat tidur itu bernuansa feminin, begitu juga dengan perabotan lain yang ada di sini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.