Pangeran Yang Dikutuk

Kabin di Hutan



Kabin di Hutan

0Emmelyn duduk di atas jerami, di mana selimut tua dibentangkan agar ia nyaman. Ia menyandarkan punggungnya di salah satu keranjang sayuran. Tubuhnya menggigil kedinginan. Udara terasa dingin karena sudah tengah malam di penghujung musim semi.     
0

Emmelyn menarik napas dalam-dalam beberapa kali saat memikirkan kebebasannya. Rasanya aneh duduk di gerobak seperti ini setelah menjalani kehidupan mewah di kastil putra mahkota. Segala sesuatu di sana begitu indah dan nyaman. Sekarang, ia duduk di lantai kayu keras yang dilapisi jerami dan selimut tua.     

Entah bagaimana ini mengingatkannya pada apa yang terjadi tiga tahun lalu. Ia baru saja memenangkan taruhan melawan ayahnya untuk membiarkannya pergi dari kerajaan mereka dan melihat dunia lagi.     

Semua kenangan itu melintas kembali dan membuatnya berurai air mata.     

Emmelyn menyadari ini adalah perasaan kebebasan. Ada sesuatu yang berbeda tentang udara, lingkungan, dan bahkan orang-orang begitu dirinya meninggalkan istana. Namun, ia menyukai perasaan ini.     

"Ini ada makanan dan sebotol air," ujar Nyonya Adler sambil menyerahkan sebuah bungkusan kepada Emmelyn. "Kau pasti lapar."     

Emmelyn mengucapkan terima kasih dan mengambil bungkusan itu. Ia membuka bungkusnya dan menemukan dua potong roti tawar dan kantong air berisi air. Memiliki teman seperjalanan yang bijaksana seperti penyihir tua ini benar-benar membuatnya bersyukur.     

Emmelyn lapar dan ia baru menyadarinya sekarang. Ia pun segera menggigit roti dan minum air dari kantong air. Sambil menyantap makanannya dengan lahap, tiba-tiba ia teringat kembali dengan bayi perempuannya yang juga makan sama lahapnya seperti dirinya saat ini.     

Astaga… Harlow makan begitu lahapnya seolah-olah secara naluriah bayi itu khawatir jika ia tidak segera menghabiskan susunya, bayi lain akan merebut makanan itu darinya.     

Wah, Harlow sungguh sangat menggemaskan saat sedang makan. Ini menjadi kenangan terindah Emmelyn tentang anaknya, karena hanya bayi itu yang ia miliki.     

Memikirkan Harlow membuat Emmelyn ingin menangis. Ia bertanya-tanya bagaimana keadaan bayinya saat ini. Bisakah Lily menerimanya dan menjaganya tetap aman?     

Ahh ... Emmelyn mencoba meyakinkan dirinya sendiri bahwa Harlow baik-baik saja, jika tidak, Nyonya Adler pasti sudah mengatakan sesuatu. Selain itu, Lily juga pastinya tidak akan membiarkan apa pun terjadi pada Harlow. Emmelyn yakin akan hal itu.     

Emmelyn berusaha menekan perasaannya sambil menikmati rotinya dalam diam, sementara air mata mulai menetes di pipinya.     

"Kita akan beristirahat di hutan." Nyonya Adler melihat ke belakang dan berbicara kepada Emmelyn. "Aku tahu kabin yang bisa kita gunakan. Aku menemukannya saat dulu sedang memetik jamur."     

"Baiklah." Hanya itu yang bisa dikatakan Emmelyn. Menurutnya tempat itu cukup bagus untuk berbicara dan bertanya tentang Harlow kepada Nyonya Adler. Saat ini, ia tidak ingin membuat keributan dan diam-diam pergi sejauh mungkin dari kastil.     

Setelah mengisi perutnya dengan makanan dan air, Emmelyn menutupi kepalanya dengan kain di sebelah kirinya. Ia khawatir mereka akan bertemu penjaga atau pelayan yang bekerja di sana dan bisa mengenalinya.     

Sekilas, meski bertemu orang, mereka hanya akan mengira ia adalah perempuan petani miskin dari desa.     

Emmelyn menutup matanya dan mencoba untuk tidak memikirkan apa pun sama sekali. Lebih baik mengosongkan pikirannya daripada hanya memikirkan hal-hal yang menyedihkan.     

Mereka mengendarai gerobak selama satu jam sebelum mereka tiba di kabin yang dibicarakan Nyonya Adler sebelumnya. Kabin itu terbuat dari kayu dan berukuran kecil. Kondisinya juga tampak sangat menyedihkan.     

Dinding kabin itu penuh dengan lubang dan sepertinya hampir roboh. Emmelyn khawatir atapnya akan runtuh kapan saja.     

"Tidak bisakah kita tidur di kereta saja?" Emmelyn mencoba memberi saran setelah melihat kondisi kabin.     

Tidak, ia menolak untuk mati dalam tidurnya di bawah puing-puing kabin jika tiba-tiba roboh. Tidak setelah apa yang harus ia lakukan untuk tetap hidup. Tidak, terima kasih.     

Nyonya Adler tampak sedih saat melihat kabin itu. Ia mendesah. "Padahal saat terakhir kali aku melihatnya, kondisinya tidak separah ini. Mungkin badai minggu lalu yang menyebabkan kerusakan ini."     

Nyonya Adler turun dari gerobak dan masuk ke dalam untuk memeriksa. Ia keluar lima menit kemudian dengan wajah berseri-seri. "Semua peralatan masak dan beberapa selimut masih ada. Bisa kita pakai," ujarnya gembira.     

Tanpa menunggu tanggapan Emmelyn, penyihir tua itu kembali ke dalam dan mengeluarkan beberapa selimut dan kain perca. Lalu ia meletakkan kain perca di tanah dan kemudian menutupinya dengan selimut.     

"Yang Mulia bisa beristirahat di sana. Aku akan masuk untuk membuat api dan mengeluarkan beberapa panci untuk membuat sup," ujar Nyonya Adler. "Api akan memberi kita kehangatan dan kita juga bisa menikmati sup panas."     

Emmelyn turun dari gerobak dan duduk di atas kain lap dan menutupi tubuhnya dengan salah satu selimut. Rasanya hangat dan nyaman.     

Meski hanya berupa selimut dan kain lap tua, Emmelyn merasa bahagia. Itu jauh lebih baik daripada tempat tidur dan selimut bagus di Menara Abu-abu. Tidak ada jumlah uang atau kemewahan yang bisa menandingi manisnya kebebasan.     

Nyonya Adler keluar tidak lama kemudian sambil membawa beberapa kayu bakar, batu api, dan dua panci. Salah satu panci sudah berisi air. Ia menggunakan batu api untuk menyalakan api dan membuat kompor darurat.     

Dengan ranting yang ia temukan di dekatnya, Nyonya Adler membuat panggung kecil untuk menggantung panci dan memasak air di dalamnya.     

Dari tasnya yang ia taruh di gerobak, Nyonya Adler mengeluarkan beberapa jamur, bawang, dan beberapa potong daging sapi kering. Ia memasaknya bersama dan tak lupa membubuhkan garam secukupnya. Segera, aroma sup yang sederhana namun lezat telah menguar di udara.     

Tak lama kemudian, Emmelyn yang belum makan apa pun dalam tiga hari kecuali roti tawar sebelumnya, mulai merasa lapar lagi. Ia bahkan hampir ngiler saat membayangkan rasa supnya.     

Nyonya Adler masuk ke dalam kabin lagi dan keluar sambil membawa dua mangkuk kayu dan mengambil sup untuk mengisi mangkuk dengan sendok kayu.     

"Yang Mulia harus makan banyak sup ini. Jenis jamur ini sangat baik untuk menyehatkan kembali energimu," ujarnya sambil menawarkan mangkuk itu kepada Emmelyn.     

Sang putri menjilat bibirnya dan menerimanya, merasa bersyukur. Ia meniupkan udara ke dalam sup panas beberapa kali agar siap untuk dimakan. Setelah dirasa cukup hangat, ia dengan lahap menyantap sup itu.     

Aahh… Rasanya sangat enak.     

Mereka makan tanpa mengatakan apa pun. Pada saat itu, memang lebih baik tidak berbicara. Pikiran Emmelyn kembali terlintas ke beberapa jam yang lalu saat ia masih dikubur hidup-hidup. Rasanya sulit dipercaya ia berada di sini sekarang.     

Saat ini Emmelyn telah melihat kehidupan dengan perspektif yang sama sekali berbeda. Di masa mudanya, ia sangat menderita, namun setidaknya ia masih tetap bertahan hidup dan sehat.     

Emmelyn telah kehilangan seluruh keluarganya, kemudian ia melahirkan seorang bayi, namun terpaksa harus terpisah dari sang bayi. Ia juga dijebak atas pembunuhan, lalu terpisah dari suaminya, harus melarikan diri untuk hidupnya, dan sekarang ia harus menemukan keluarga penyihir yang telah berbuat tidak adil karena mengutuknya untuk alasan yang ia sendiri pun bahkan tidak tahu.     

Hidupnya penuh dengan kemalangan dan itu tidak adil.     

Ya, inilah kebenaran pahit yang ia pelajari dari cobaan beratnya. Hidupnya yang mudah di istana Wintermere sekarang terasa seperti mimpi yang jauh.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.