Purple Dawn Till Dusk : dearest through the time -INDONESIA-

SESEORANG DATANG DI TENGAH MALAM



SESEORANG DATANG DI TENGAH MALAM

1Pagi ini, Sian sudah pergi untuk menangani beberapa urusan yang berkaitan dengan misi mereka. Biasanya dialah yang akan menjaga Senja, jadi karena Sian tidak ada, Lee berinisiatif untuk menggantikan Sian.     0

Ia berdiri dan menghampiri Senja perlahan sementara Zhao membuntuti di belakangnya.     

"Senja." Lee berjongkok di sebelah sofa dan menempatkan telapak tangannya di dahi Senja. Masih terasa panas, demamnya tidak turun. "Ayo pergi ke rumah sakit."     

Sejak kemarin malam demam yang ia alami tidak mereda dan ia terus menolak untuk pergi ke rumah sakit.     

Senja menggelengkan kepalanya lagi dan menatap jam dinding. Ini masih pukul 12.43 siang, Nenek Riana akan datang sekitar jam 11 malam, meskipun Senja masih memiliki banyak waktu luang untuk pergi ke rumah sakit.     

Bagaimana jika Nenek Riana datang lebih cepat dan ia tidak ada disana? Senja tidak ingin mengambil risiko seperti itu.     

Semuanya memiliki kemungkinan untuk terjadi.     

Senja tidak bisa menghubungi Nenek Riana, karena sebuah kerahasiaan. Selama ini, selalu Nenek Riana yang menghubungi mereka lebih dulu dan memberikan misi. Lee mungkin bisa melacaknya, tapi ia pasti akan menolak permintaan Senja tanpa alasan kuat dan Senja tidak bisa meretas database-nya, Lee terlalu hebat dengan kemampuan teknologinya.     

"Kenapa kau tidak mengangkat telepon dari pacarmu?" Terlihat kerutan kecil di antara kedua mata Lee ketika ia mengatakan 'pacar'. Ia tidak benar-benar menyukai semua hubungan Senja dengan laki-laki, tapi ia tidak ingin usil. "Apa kau sudah putus dengannya?"     

"Ah! Masuk akal!" Zhao menepuk tangannya dan ekspresinya terlihat seakan ia baru saja mendapatkan pencerahan. "Kau sudah bertindak aneh beberapa hari ini. Kau pasti sedang patah hati karena putus dengannya."     

"Benarkah?" Lee menatap Senja dengan tidak percaya. Ia tidak mempercayai kesimpulan Zhao, tapi dengan melihat kondisi Senja sekarang, sepertinya itu tidak salah juga. "Apa karena hal itu?"     

"Tidak, Lee.. aku baik-baik saja…" Senja mengusap air mata yang keluar dari kedua matanya. Senja tidak menangis, itu karena rasa panas yang ia rasakan.     

"Baiklah." Lee mengangguk, ia merasa sedikit lega untuk mengetahui bahwa bukan itu alasannya. Selama ini, adiknya tidak akan meneteskan sedikitpun air mata untuk setiap hubungan yang ia putuskan. "Tapi, kau tetap harus memeriksa kesehatanmu."     

"Aku tidak mau." Senja sangat bersikeras untuk tidak melangkah sedikitpun keluar rumah dan mereka tidak bisa memanggil dokter kesana, tidak baik untuk mengundang orang luar masuk kerumah mereka karena pekerjaan yang mereka jalani.     

"Senja, kami bertiga akan pergi jauh beberapa hari lagi untuk sebuah misi, kau akan sendirian disini. Dengan kondisimu yang seperti ini, bagaimana bisa aku berpikir dengan tenang untuk meninggalkanmu sendirian?" Lee terlihat sangat kesal dengan kekeras kepalaan Senja. "Aku tidak bisa membatalkan atau mengatur ulang yang satu ini."     

Senja menghela napas dalam dan menopang tubuhnya untuk duduk dan menepuk ruang kosong disampingnya, menandakan Lee untuk duduk di sebelahnya.     

Kakaknya menurut dan duduk disamping Senja, lengannya merangkul bahu Senja dan menarik kepalanya jadi Senja bisa bersandar di bahu Lee sementara Zhao duduk di sisi sebelah lainnya.     

"Kau tidak perlu membatalkannya. Aku baik-baik saja. Aku hanya butuh istirahat." Senja meyakinkan Lee.     

Senja sungguh membutuhkan istirahat. Bukan secara fisik, tapi secara mental. Ada banyak sekali hal yang terjadi di dalam jangka waktu yang singkat.     

Penyergapan di benteng, keguguran Qianru, bertemu dengan Yun, perjalanan ke Ibu Kota, rencana buruk yang dibuat oleh Tetua Zhong dan… Tianyou…     

Nama terakhir itu memberikan getaran berbeda terhadap tubuh Senja, perasaan kerinduan yang halus… dan rasa sakit di dalam hatinya di waktu yang bersamaan.     

"Senja, bagaimana kau bisa berpikir kami bisa pergi ketika kondisimu seperti ini? Kau sudah bertindak sangat aneh akhir-akhir ini, kau bahkan tidak berpartisipasi dalam misi terakhir kita di rumah sakit. Apa yang terjadi denganmu?" Lee bertanya dengan nada frustasi.     

"Aku tidak apa-apa Lee, ini hanya demam…" Senja melingkarkan lengannya di tubuh Lee dan menemukan kenyamanan di dada kakaknya. "Aku sudah besar sekarang…" Senja berkata dengan menggerutu.     

"Ya.. kau selalu menjadi seorang adik kecil di mata kami…" Zhao menimpali sambil mengusap punggung Senja.     

Senja terkekeh lembut dengan mendengar pernyataan kakaknya. "Seorang anak kecil yang bisa membuat anak kecil?" Senja memberikan komentar jenaka yang menghasilkan ketukan di kepalanya dari Lee dan Zhao di waktu yang sama. "Sakit!" Senja mendengus kesakitan, mengusap kepalanya dimana Lee dan Zhao memukulnya.     

"Jangan katakana hal seperti itu! Kau membuatku merinding!" Zhao menggeram dan bergidik dengan berlebihan.     

"Aku akan menelepon ibu dan ayah. Lihat jika mereka bisa kembali untuk menjagamu." Lee menarik ponselnya dari kantung dan membuat sambungan panggilan kepada orang tua mereka.     

Senja tidak merespon saran dari Lee. Orang tua mereka bergi ke berbagai macam tempat di sebagian besar waktu mereka, jadi sepertinya mereka tidak bisa pulang.     

Untuk sekarang satu-satunya hal di pikiran Senja untuk menunggu malam hari dan melihat jika semuanya akan terjadi seperti sebelumnya…     

..........     

10.40 malam.     

Senja menghela napas gugup. Ia tidak bisa menahannya untuk selalu memeriksa jam setiap tiga puluh detik dan menatap ke arah pintu dengan penuh harap.     

Senja tidak mewarnai rambut seperti sebelumnya, jadi rambutnya masih berwarna alami, warna hitam, terurai di bahunya begitu saja.     

10.55 malam.     

Senja sudah memberi makan semua peliharaannya.     

11.05 malam.     

Masih belum ada yang terjadi.     

Senja tidak ingat tepatnya pukul berapa Nenek Riana akan muncul, tapi itu seharusnya sekitar waktu saat ini.     

11.35 malam.     

Senja memeluk kakinya dekat dengan dada, masih menunggu.     

11.52 malam.     

Seseorang mengetuk pintu depan rumahnya…     

Mendengar suara ketukan dari pintu depan, tidak membutuhkan detik lainnya sebelum Senja melesat ke arah pintu bahkan tanpa menatap ke CCTV seperti yang seharusnya ia lakukan.     

Jantungnya berdetak dengan cepat dan panik hingga ia merasakan tangannya bergetar ketika ia menggapai pegangan pintu.     

Senja sudah menunggu momen ini sejak tiga hari lalu saat ia kembali.     

Maka ketika ia menarik pintu dan membukanya lalu menampilkan seseorang yang tidak ia harapkan, Senja terkejut dan ternganga keheranan. Dibalik pintu, terdapat ibunya yang menatap dengan senyuman yang terlihat di atas ekspresi khawatirnya.     

"Senja." Ibu Senja berjalan maju dan memeluk Senja yang masih terlihat tercengang dengan kehadirannya kali ini. "Lee menelepon ibu dan memberitahu kami bahwa kau sakit, karena ibu berada dekat, jadi ibu datang." Ia mencium dahi panas Senja dan mengerutkan alisnya yang sempurna.     

Senja adalah sebuah salinan dari ibunya, dari mata ke bentuk tubuhnya hingga rambut ikal yang panjang, mereka berdua suka untuk mewarnai rambutnya. Seperti saat ini, Ibu Senja sebenarnya mewarnai rambut menjadi berwarna biru langit. Meskipun Senja sedikit lebih tinggi dari ibunya, namun wanita itu adalah gambaran dirinya dalam versi dewasa.     

"Ayo masuk ke dalam, apa kau sudah makan?" Ibu Senja menutup pintu dan menguncinya, tidak sadar dengan kurangnya reaksi dari Senja.     

Ibu Senja menariknya kedalam dan mulai meletakkan berbagai macam hal di atas meja, ia sudah membawakan makan untuk Senja dan obat dalam perjalanan ke rumah. Ia memberitahu Senja bahwa ayahnya sedang berada di Negara lain untuk memeriksa sesuatu. Ada klien yang bertanya mengenai batu aneh dan rela untuk membayar besar.     

Namun, pikiran Senja berada di tempat lain dan tidak bisa menangkap pertanyaan-pertanyaan dari ibunya dan ceritanya yang penjang.     

Senja terus memeriksa jam di dinding dan menatap kembali ke arah pintu berkali-kali.     

12.05 malam.     

Dan Nenek Riana masih tidak datang juga.     

"Senja…" Ibunya melambaikan tangan di hadapan Senja. "Kau merasakan sakit di suatu tempat? Kenapa kau melamun?"     

Senja menatap ibunya dan menggelengkan kepala. "…. Aku baik-baik saja."     

"Kau tidak mencariku…" Ibunya melipat lengan di hadapan dada. "Katakan pada ibu, ada apa? Kau bertindak seperti ini bukan karena kau sakit, tapi kau sakit karena memikirkan sesuatu, kan? Lee mengatakannya padaku."     

Senja menggigit bibirnya.     

"Ibu tidak akan percaya bahkan jika aku mengatakannya…." Senja menarik kakinya lagi dan memeluknya di hadapan dada, posisi pembelaan ketika ia sedang merasa skeptis.     

"Ya, cobalah." Ibu Senja menyandarkan tubuhnya di tangan sofa dan memeluk sebuah bantal yang ada di sofa, menunggu cerita baik seakan ia adalah seorang remaja yang sedang menghadapi rekan yang terlalu bermasalah.     

"Ibu… apa kau akan percaya jika aku bilang aku pernah mengalami perjalanan ke waktu masa lalu?" Senja bertanya dengan perlahan dan langsung merasa bodoh setelah menyelesaikannya. "Lupakan saja…" Senja melambaikan tangannya untuk menyingkirkan topik pembicaraan mereka.     

"Tidak, tidak… beri tahu ibu." Ibu Senja menangkap tangannya dan menatap Senja dengan penuh harap.     

Senja tidak tahu kenapa ia tidak bisa membicarakan ini dengan kakak-kakaknya, bahkan dengan Sian, namun Senja memiliki dorongan aneh untuk memberitahu ibunya walaupun itu aneh untuk membicarakan hal perjalanan waktu seperti itu.     

Mungkin saja, karena itu adalah topik yang melibatkan perasaan yang tidak akan dimengerti oleh semua kakaknya dari sudut pandang Senja atau itu karena topik ini adalah sesuatu yang hanya bisa dimengerti oleh wanita, semacam pembicaraan hati ke hati.     

Entah bagaimana, Senja ingin sekali membicarakan hal ini kepada ibunya.     

Maka, Senja mulai untuk bernarasi tentang semua hal yang telah terjadi padanya, tentang Nenek Riana, Yun dan perang…     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.