Purple Dawn Till Dusk : dearest through the time -INDONESIA-

AKU PUNYA SATU SYARAT



AKU PUNYA SATU SYARAT

2"Terima kasih." Ia berkata dengan lembut, tanpa mengalihkan pandangannya dari benda yang ada di telapak tangannya. Tidak ada yang tahu seberapa berharganya benda itu selain dirinya. "Aku sangat menghargainya."      1

"Aku merasa lega karena aku datang kesini." Ucap Senja, ingat bagaimana Gong Xu menolak benda warisan itu. "Aku bertemu dengan Gong Xu sebelumnya, tapi ia menolak untuk membiarkanku memberikan token ini kepadamu."     

Gadis itu mengangkat kepalanya, cemberut. "Pria kekanakan itu!" Ia menggerutu.     

Sangat terlihat jelas bahwa mereka berdua sedang tidak berhubungan dengan baik, tapi Senja tidak ingin menggali masalah mereka, Senja memiliki hal penting lain yang harus di selesaikan juga.     

"Sebenarnya tujuanku datang kesini bukan hanya untuk memberikan token itu kepadamu, tapi aku ingin meminta bantuan."     

Ia meletakkan token itu ke dalam kantung kecil kembali dan mengamankannya ke dalam saku. Ia mengisyaratkan Senja untuk mengikutinya saat ia menuntunnya untuk duduk di sebuah sofa yang berada di hadapan pondok sementara kuda yang Senja bawa sedang menikmati rumput yang ada di bawah kakinya.     

"Apa yang kau butuhkan?" Ia bertanya dengan semangat, senyuman dari saat ia melihat token itu belum menghilang.     

Senja sedikit terkejut dengan pertanyaan darinya, ia tidak mengira bahwa Senja lain akan sangat menyambutnya seperti ini. Maka, dengan senang hati Senja menceritakan tentang apa yang terjadi di penjara bawah tanah dengan anak-anak itu dan juga mengenai penolakan Gong Xu untuk membantu mereka.     

Senja lain mendengarkan dengan penuh perhatian, tapi ekspresi wajahnya tidak menunjukkan apapun yang mungkin sedang ia pikirkan. Entah ia mau membantu atau ingin menolaknya juga seperti yang dilakukan oleh Gong Xu.     

Setelah Senja selesai menceritakan semuanya, ia menunggu dengan sabar untuknya membuat sebuah keputusan.     

Cahaya keemasan dari matahari membentuk bayangan dari tubuh mereka lebih panjang saat bulan mulai muncul di atas langit. Tempat ini sangat tenang dan keheningan yang terpancar cocok dengan kepribadian Senja lain dengan sempurna.     

"Aku akan membantumu, tapi aku punya satu syarat." Ia akhirnya berkata setelah sekian lama terdiam.     

Kedua mata Senja bersinar cerah, tapi ia menahan kesenangannya di ujung tanduk karena ia tidak tahu apa syarat yang akan Senja lain inginkan.     

"Apa syaratnya?" Senja bertanya dengan hati-hati.     

"Sebelum aku membantumu, aku ingin kau menolongku terlebih dahulu." Ia berkata dengan senyum licik yang muncul di bibirnya.     

Melihat senyumannya yang tidak cocok dengan situasi mereka membuat Senja merasa khawatir tentang apa yang ia katakan selanjutnya.     

"Aku ingin kau ikut denganku ke Sekte Pedang Gunung Sui."     

"Apa?" Senja terkejut dan berteriak. "Apa kau berencana untuk menyerahkan diri kepada musuh?"     

Sekte Pedang Gunung Sui berada di bawah kendali Modama sekarang, dengan pergi kesana, itu sama seperti berjalan ke dalam sarang seekor macan. Senja tidak ingin melakukan itu, pastinya!     

"Tentu saja tidak." Ia cemberut. "Aku tidak memiliki rencana bodoh seperti itu di kepalaku."     

"Jadi, apa yang akan kau lakukan?"     

Senyuman menyeramkan muncul di bibir gadis yang ada dihadapannya semakin membesar hingga membuat jantung Senja berdebar dengan sangat gelisah.     

"Apa?" Senja bertanya lagi dengan hati-hati.     

"Informasi terakhir yang Paman Ye Xiu terima menyebutkan bahwa Modama sedang berada di Ibu Kota sekarang dank arena tokennya sudah ada padaku, aku tahu dimana kita bisa menemukan Prajurit Bayangan."     

Ia mengangguk dengan senang. "Tepat."     

Senja sedikit ragu untuk menyetujuinya, meskipun Modama tidak ada disana tapi itu bukan berarti bahwa mereka bisa berjalan dengan santai di dalam wilayah kekuasaannya.     

"Mohon benarkan aku jika salah, tapi di dalam waktu seperti ini, kau membutuhkan seluruh kekuatan yang bisa kau dapatkan, bukan? Dan Prajurit Bayangan adalah bantuan yang sangat bagus." Senja lain itu memainkan kartunya dengan lihai dan Senja tidak bisa menolak godaan untuk mendapatkan lebih banyak bantuan.     

"Baiklah…" Senja menyeret kalimatnya, masih tidak yakin. "Apa kau tahu kemana tepatnya kita harus pergi? Sekte Pedang Gunung Sui bukanlah tempat yang kecil…" Senja merengek dengan enggan.     

"Aku tahu, mereka membantuku sebelumnya." Senyuman di wajahnya menjadi lebih besar ketika ia merasa senang dengan Senja yang mengiyakan syaratnya.     

"Baiklah…"     

"Oh, ya! Selama kita disana, aku juga ingin bertemu dengan ayahku."     

"Huh?! Tidak, Senja… apa yang ingin kau lakukan?" Senja merasa panik ketika ia melihat seberapa santainya gadis itu ketika mengatakannya, seakan ia tidak tahu bahaya yang akan mereka hadapi jika bertemu dengan Wang Yu disana.     

"Sesuatu yang seharusnya aku lakukan sejak lama."     

Senja lain itu mengangkat dagunya, menikmati angin lembut di sore hari itu yang berhembus di wajahnya yang halus saat ia menatap ke bulan di atas kepalanya sementara kesedihan dan penyesalan muncul di bibirnya. Rambutnya yang hitam memuji langit malam dengan cara yang bisa membuat orang yang melihatnya tidak bisa menahan, namun terpesona dengan keteguhan yang terpancar darinya.     

.......     

"Apa kau yakin dengan ini Senja?!" Senja menaikkan nada suaranya jadi lawan bicaranya itu dapat mendengarnya. "Kau pergi tanpa memberi tahu Gong Xu!"     

"Aku meninggalkan sebuah surat!" Ia kembali berteriak kepada Senja ketika angin berhembus kencang melewati wajahnya, kedua matanya membentuk seperti sabit saat kuda mereka berlari dengan kencang menyeberangi padang rumput yang basah.     

Kuda mereka melaju dengan kecepatan yang mencengangkan, berpacu dengan kabut di pagi hari. Di sisi barat, matahari belum terbit dan embun masih berjatuhan dari ujung dedaunan.     

"Oh, ya!" Senja membalas dengan memutar bola matanya. 'Surat' yang disebutkan Senja lain itu berisi tidak lebih dari satu kalimat yang mengatakan; 'Aku pergi bersama dengan Senja.'     

Di antara deruan angina, Senja dapat mendengar ia terkekeh dengan nakal. Sebenarnya, ini mengejutkan Senja untuk melihat sisi liciknya. Tapi, cukup lega untuk mengetahui bahwa ia baik-baik saja setelah apa yang ia alami selama ia masih tinggal di dalam kediaman Klan Pedang Hitam dan bagaimana keluarganya sudah memperlakukan dirinya selama bertahun-tahun itu.     

Senja menganggap bahwa ia memiliki perdebatan dengan Gong Xu dan sekarang ia sedang seperti melarikan diri darinya. Ini mengingatkan Senja dengan bagaimana ia melarikan diri dari Xiao Tianyou juga, ketika Senja memikirkan hal ini, ia tidak bisa menahannya namun ikut tertawa.     

Sungguh, Senja lain itu mengetahui jalanan paling aman untuk menuju ke Sekte Pedang Gunung Sui. Mereka tidak bertemu dengan satupun orang sepanjang perjalanan mereka selama tujuh hari berturut-turut.     

Pada saat ini, Senja sudah terbiasa dengan menunggangi kuda dalam waktu yang cukup lama, jadi ia hanya sedikit mengeluh mengenai seberapa semangatnya Senja lain.     

Selama tujuh hari perjalanan mereka hanya berhenti ketika matahari terbenam, membuat api unggun dan meringkuk bersama hingga matahari terbit lagi.     

Orang-orang luar mungkin akan berpikir bahwa mereka adalah saudara kembar dengan warna rambut yang berbeda, dengan diam-diam mereka berdua saling memperlakukan satu sama lain seperti hal nya saudara dan mereka menjadi lebih dekat. Senja tidak pernah memiliki seorang saudara perempuan sementara Senja lain tidak bisa menyebut Rindi dan Hikari dengan sebutan itu juga.     

"Kita sudah sampai…" Ia memberitahu Senja dengan senyuman puas.     

"Ini…" Senja mengerutkan hidungnya ketika ingatan tidak menyenangkan muncul di hadapan ingatannya.     

"Jurang dimana kita terjatuh." Ia menyelesaikan kalimat Senja.     

Saat ini mereka sedang duduk di atas kuda mereka masing-masing di tepian jurang.     

"Jadi? Prajurit bayangan ada disini?" Senja gemetar saat ia turun dari kudanya dan mengintip ke dasar jurang. Itu sangat luar biasa bahwa ia dapat bertahan dari ketinggian seperti ini.     

"Mereka menyelamatkan kita ketika jatuh dari sini." Ia menjelaskan sambil mengarahkan tatapan ke sekitarnya.     

"Mereka melakukannya?"     

Ia mengagguk. "Jika tidak, bagaimana menurutmu kita bisa selamat?"     

**Dengan beberapa kekuatan sihir.** Senja berpikir dengan dirinya sendiri, saat itu adalah saat Nenek Riana memintanya untuk cepat menemukan Yun, tapi pada akhirnya, Yun yang menemukannya.     

"Apa yang sedang kau cari?" Senja bertanya ketika ia melihat Senja lagin menyapu pandangannya ke segala arah di sekitarnya.     

Dan tanpa menjawab pertanyaan Senja, ia berjalan di tengah-tengah jalan yang tidak ada tanaman, Senja mengikutinya dari dekat sambil menarik kuda.     

Di tengah-tengah tempat terbuka ini, angin kencang berhembus di sekitar mereka, menerbangkan rambut dan baju mereka. Cahaya keemasan dari matahari yang hampir menyentuh garis cakrawala memandikan tubuh kedua gadis itu, membuat mereka terlihat surealis. Meskipun wajah mereka sangat mirip satu sama lain, tapi aura yang terpancar dari mereka memiliki pesona yang berbeda.     

Dengan jari-jarinya yang cantik dan ramping, Senja lain itu menarik kantung merah kecil dari sakunya. Perlahan tapi tanpa rasa takut, ia meletakkan benda transparan itu di hadapan bibirnya seakan sedang merasakan dinginnya batu di kulitnya, gadis itu menutup matanya dengan tenang.     

Sesaat kemudian, suara yang merdu keluar dari benda kecil di bibirnya itu yang membuat Senja melebarkan kedua matanya dengan terkesima.     

Suara itu sangat lembut seakan itu keluar bersamaan dengan angin malam, yang menggerakkan rumput di bawah mereka dan menenagkan hati yang tidak tenang. Sangat indah hingga memuat burung-burung ikut berkicau.     

Namun, itu tidak lama sebelum sekitar mereka menjadi hening, burung-burung yang ikut bernyanyi bersama sudah pergi menjauh, hanya meninggalkan melodi yang dihasilkan dari benda warisan Klan Pedang Hitam.     

Itu hanya ketenangan dari suara yang membuatnya terpesona, entah mengapa suara itu membutnya merasakan kerinduan, seakan seseorang memanggil orang yang telah lama menghilang.     

Dari ujung mata Senja, ia bisa melihat beberapa pergerakan. Pada awalnya itu hanya sebuah gerakan halus yang ia kira itu hanya angin yang menggerakkan pepohonan di hutan di hadapan mereka, tapi perlahan sosok mereka muncul dari rimbunnya semak belukar.     

Mereka semua mengenakan syal compang-camping di luar pakaian hitam mereka, rambut mereka yang berantakan diterbangkan oleh angina dan wajah mereka di tutupi dengan penutup wajah hitam yang rumit dengan warna emas yang panjang dari dahi mereka hingga ke dagu sementara dua pisau besar menyilang di balik tubuh mereka.     

"Senja…" Senja menatap mereka dengan hati-hati, tangannya secara tidak sadar menyentuh gagang pedangnya. Mereka berjumlah sangat banyak, sulit untuk di hitung, mungkin berjumlah tidak kurang dari seratus orang. "Siapa mereka? Apa mereka Prajurit Bayangan?"     

Mereka beberapa inci mendekat ke arah kedua gadis itu, menghampiri suara yang dihasilkan oleh token, terpesona dengan suara itu. Ketika mereka hanya berjarak beberapa meter, Senja lain memutuskan untuk menghentikan musik yang merdu itu. Kedua matanya yang cerah terbuka sambil menjawab pertanyaan Senja. "Ya."     

Dengan mendengar suara yang dihasilkan oleh benda warisan Klam Pedang Hitam sudah berhenti, mereka semua langsung berlutut, menundukkan tubuh mereka dan mengepalkan tangan di hadapan dada mereka masing-masing dengan penuh rasa hormat.     

Menyapa pewaris sebenarnya dari Klan Pedang Hitam yang sudah memanggil mereka dengan serius.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.