Purple Dawn Till Dusk : dearest through the time -INDONESIA-

KEMBALI KE KOTA Q



KEMBALI KE KOTA Q

0Tiga puluh menit kemudian mereka berlima sudah berada di atas kuda masing-masing, menungganginya menuju dimana pasukan Yi Qing berada. Perjalanan kembali itu sangat hening saat mereka semua terlalu serius dengan pikirannya masing-masing.     
0

Untuk memikirkannya lagi, itu sudah hampir dua bulan sejak terakhir kali Senja bertemu dengan Xiao Tianyou. Ia merindukannya…     

Rasa kerinduan yang ia rasakan tiba-tiba membuatnya menangis. Ia bahkan terkejut ketika merasakan air mata yang mengalir di wajahnya, dengan cepat Senja mngusapnya. Ini bukan waktunya untuk menjadi sensitive. Tapi, perasaan itu memenuhi dirinya dan ia tidak bisa mengerti kenapa.     

Untungnya, saat ketika mereka sampai di kemah Senja sudah merasa lebih baik.     

Karena Tetua Fu dan Tetua Chen berada disana, itu tidak perlu bagi Senja untuk memberikan komando. Mereka sudah mendiskusikan hal ini dan datang dengan kesimpulan yang sama. Jadi, tentu saja kedua Tetua itu akan mengambil alih pasukan yang berjumlah enam ratus orang ke bawah pimpinan mereka.     

Para Tetua juga sudah menasihati Senja untuk menjauh dari medang perang, Senja takut bahwa itu akan berlibihan untuknya. Namun, setelah apa yang sudah ia lihat di benteng utara dan bagaimana kejam dan menyeramkannya perang nanti, Senja pikir tidak ada yang tidak bisa ia atasi.     

Terlebih lagi, dengan mengikuti mereka, Senja bisa bertemu dengan Xiao Tianyou lebih cepat. Senja merindukannya dan mengkhawatirkannya juga…     

Dengan sedikit istirahat dan memberikan pengarahan pada para pasukan, mereka semua sudah siap untuk pergi lagi.     

Itu sudah menunjukkan waktu tengah malam ketika mereka memasuki Kota Q yang berada dalam kekuasaan Tetua Zhong sekarang. Itu sama saja seperti kota itu jatuh ke dalam tangan Xiao Zi.     

Pada awalnya, delapan penjaga di pintu masuk kota langsung berwaspada ketika melihat rombongan mereka, mengeluarkan pedang mereka dan hendak berlari untuk menginformasikan kawanannya sebelum Yi Qing menghentikan mereka.     

"Ketua Yi, apa maksudnya ini semua?" Salah satu dari mereka, yang sudah setengah jalan berlari kea rah gerbang, berhenti dengan bertanya kepada Yi Qing dengan hati-hati.     

Namun, bukan Yi Qing yang menjawabnya, Tetua Fu turun dari kuda dan menarik penutuh kepalanya.     

"Diaman Tetua Zhong?" Suara Tetua Fu muncul dengan tenang seakan ia sedang menanyakan kawannya, bukan seseorang yang sudah meracuninya.     

Eskpresi terkejut di wajah para penjaga itu seperti ekspresi yang diperlihatkan oleh Yi Qing sebelumnya. Mereka terlihat seperti baru saja melihat hantu.     

Kabar mengenai kedua Tetua yang sudah mati merupakan sebuah kabar yang mengejutkan di bibir mereka beberapa hari lalu, tapi utuk melihat mereka masih hidup, membuat mereka tak mampu berkata-kata.     

Kedelapan dari penjaga itu berlutut, terlihat gemetar.     

"Jawab aku." Tetua Fu bertanya lagi pada mereka dengan nada yang monoton.     

"Jenderak Zhong ada di dalam tendanya." Salah satu yang diberhentikan oleh Yi Qing sebelumnya menjawab dengan serius.     

Karena pasukan tentara Xiao Jun berisikan dengan banyak Klan besar, itu seperti bergabung dengan kekuatan dari keempat Kerajaan. Namun, pada saat ini, itu adalah orang-orang Tetua Fu dan Tetua Dam yang mendominasi seluruh area di Kota Q. Itu merupakan keuntungan untuk mereka dalam hal ini.     

"Sekarang, kumpulkan semua orang dan tunggu instruksi selanjutnya dariku."     

"Bawahan ini mengerti." Mereka menunduk lebih rendah dari biasanya dengan serius. Setelah rasa terkejut karena melihat kedua Tetua yang seharusnya sudah mati, mereka berada dalam semangat yang tinggi ketika melihat ketua mereka masih hidup dan sehat.     

Di dalam kota yang sepi, semua tentara yang melihat rombongan kedua tetua itu tertegun, kedua mata mereka terbuka lebar dan rahang mereka sedikit terbuka.     

Suara-suara dari mereka perlahan menjadi semakin keras saat mereka menundukkan kepala dengan rasa hormat.     

Namun, ada satu hal yang menarik perhatian Tetua Chen.     

"Kenapa semua pasukan tidak membawa senjata?" Ia menatap pinggang mereka dimana seharusnya ada sebuah pedang yang menggantung, tapi tidak terdapat senjata apapun. Bahkan tidak sebuah pisau belati pun dapat terlihat.     

Saat mereka sedang berada di tengah-tengah peperangan, sebuah pedang merupakan suatu hal yang sangat diperlukan. Apa yang akan bisa mereka lakukan jika tiba-tiba musuh menyergap mereka?     

Dengan canggung seorang pria muda, yang memimpin jalan mereka di dalam kota, menjawabnya. "Jenderal Zhong tidak mengizinkan kami membawa sebuah senjata."     

"Konyol!!!" Tetua Fu berseru. "Apa maksudnya dengan melakukan hal itu?!"     

"Itu…" Pria muda itu tergagap. "Jenderal berkata…"     

"Apa yang dia katakana?" Tetua Chen menuntut dengan tidak sabar.     

"Perang akan segera berakhir, jadi kami semua tidak perlu bertarung lagi." Tatapan matanya menjadi tajam, sangat terlihat bahwa ia tidak setuju dengan peraturan baru Tetua Zhong.     

Itu merupakan sebuah penghinaan bagi mereka untuk dilucuti dari pedang bagi tentara seperti mereka.     

Tempat terbuka itu cukup terang dengan cahaya dari obor-obor yang menyala di setiap jarak dua meter dan di tengah-tengah area kemah, terdapat sebuah tenda hitam besar dengan sebuah bendera yang berkibar di atasnya.     

"Senja kau tunggulah disini bersama dengan yang lain, aku akan pergi dengan Tetua Fu. Hal ini harus di selesaikan oleh kami." Tetua Chen berkata dengan dingin, menatap tajam ke arah tenda itu.     

Para penjaga yang hendak menyapa kedua tetua dan mengumumkan kedatangan mereka dengan semangat tiba-tiba merasakan suasananya menjadi tegang dan serius.     

"Baiklah." Senja mundur, melangkah kembali dan membiarkan kedua tetua itu masuk ke dalam tenda.     

Seperti mendapatkan petunjuk, suara pertempuran dan banyak kata-kata umpatan dapat terdengar dari dalam tenda yang mengumpulkan lebih banyak tentara untuk melihat apa yang terjadi.     

Senja menghadap kepada Yi Qing saat ia berkata. "Katakan pada mereka untuk mempersenjatai diri mereka, kita akan pergi tepat setelah Tetua Fu dan Tetua Chen menyelesaikan masalah mereka."     

"Ya, Nona Muda Senja."     

Membawakan perintah Senja, suara keras Yi Qing dapat terdengar saat ia memberikan instruksi kepada seratus ribu tentara tambahan untuk membuka gudang senjata dan mengambil pedang mereka.     

Wajah bahagia dan puas bisa terlihat dimana-mana dari yang tadinya mereka seperti memiliki semangat yang sangat rendah, karena itu merupakan perintah langsung dari Tetua Zhong maka mereka tidak bisa mengatakan yang sebaliknya. Pria tua yang menjadi gila dengan membunuh orang yang menentangnya.     

Ketika kabar mengenai kematian kedua Tetua menyebar di Kota L, Tetua Zhong membawa tujuh puluh ribu pasukan berkuda tambahan dari tentara Xiao Tianyou dengan alasan untuk membela kota.     

Namun, sejak pasukan tambahan itu sampai di tempat tidak ada apapun yang terjadi di kota Q. Pemakaman dari kedua Tetua juga sudah dilakukan dan kota itu relative tidak terjadi pertumpahan darah, tidak ada yang harus di khawatirkan.     

Dalang dari Azura sepertinya sudah kehilangan rasa tertarik dengan kota itu karena penyerangan mereka di fokuskan di Kota L dimana pasukan Xiao Tianyou berada, mereka telah menyudutkannya di Ibu Kota.     

Itu adalah perang terakhir. Saat Xiao Tianyou sudah dikalahkan, semua orang itu akan bisa dengan bebas memasuki Ibu Kota dan membantu pasukan Xiao Zi yang terjebak di dalam bersama Xiao Jun dan Senja lain.     

Tujuh puluh ribu orang itu yang sudah di bawa oleh Tetua Zhong untuk menyelamatkan kota, seharusnya kembali setelah situasi menjadi kondusif, tapi nyatanya mereka terjebak disini dan tidak bisa menentang jenderal mereka.     

Suara dari benturan benda logam di dalam tenda menjadi semakin kuat saat Senja dan Gong Xu berdiri sejauh seratus meter dari tempat itu.     

Tiba-tiba ada suara teriakan yang menderita bersamaan dengan suara tulang yang patah, tapi pintu tenda ada seseorang yang terlempar.     

Orang ini sudah berlumuran darah dan jubah hijau sebelumnya sudah ternodai, namun berdasarkan dari sosoknya, orang itu terlihat seperti seorang perempuan dan terlalu muda meskipun itu sulit untuk mengenalinya.     

Sesaat kemudian, Tetua Chen keluar dari tenda dan meluncur ke arah wanita muda itu yang sudah kesulitan untuk melawan Tetua itu lagi.     

Kakinya telihat goyah dan dengan tangan yang gemetar ia melindungi dirinya dari serangan mematikan itu. Hanya saat ia mencoba untuk berbalik dan lari, Senja bisa melihat wajahnya.     

"Dokter Lin?" Senja berkata dengan tidak percaya.     

Ketika Tetua Chen hendak memberikan serangan akhir yang bisa mengirimnya langsung ke akhirat, Senja secara tidak sadar mengeluarkan pedangnya dan menghalangi serangan itu.     

Senja terhuyung ke belakang karena efeknya, meskipun di usia tuanya, tapi stamina yang dimiliki Tetua Chen bukanlah sesuatu yang bisa di abaikan.     

"Tunggu, apa yang terjadi? Dia adalah orang dari pihak Xiao Tianyou!" Senja berdiri di antara mereka berdua, tapi tidak sepenuhnya membelakangi Dokter itu.     

"Dia adalah pengkhianat yang lain!" Tetua Chen berkata dengan jijik.     

"Apa?" Senja memutar tubuhya dan melihat Dokter Lin.     

Sangat disayangkan bahwa Senja sudah kehilangan kemampuannya jika tidak ia pasti bisa mengetahuinya, apa niat seseungguhnya dari Dokter Lin. Bagaimana bisa dia menipu Xiao Tianyou selama ini dan Senja tidak bisa merasakan apapun darinya.     

"Itu sebuah kesalah pahaman….." Dokter Lin tergagap, berjalan mendekat kepada Senja dengan alis yang berkerut, meminta rasa simpatik.     

Dengan berhati-hati Senja melangkah mundur, tidak ingin berada di dekatnya, jangan sampai ia sudah salah menilainya selama ini.     

"Senja… aku tidak melakukannya…" Dokter Lin terhuyung ke depan.     

Senja merasa resah ketika melihat sosok Dokter Lin yang malang. Semua kenangan dari pertama kali ia bertemu dengan Dokter Lin dan bagaimana ia telah menganggapnya sebagai seorang saudara perempuan membuat Senja mengerutkan keningnya.     

"Tetua Chen, mungkin ini hanya sebuah kesalah pahaman…" Senja memutar kepalanya untuk bicara kepada Tetua Chen ketika dalam sekelebat, Senja bisa melihat dari sudut matanya, sebuah jubah hijau berkibas dan sesuatu yang dingin di lehernya.     

Sebelum ia bisa mencerna apa yang sedang terjadi, Tetua Chen sudah mengulurkan tangannya dan menarik Senja dengan kencang ke arahnya sehingga wajahnya mendarat dengan suara 'buk' di dada Tetua Chen. Kemudian sesaat berikutnya jeritan penderitaan terkahir keluar dari bibir Dokter Lin, ia terjatuh ke tanah.     

Senja dengan cepat memutar balik tubunya dan melihat sebuah pedang terselip di lehernya dan darah menyembur keluar dengan cepat, meninggalkan bau amis.     

Seseorang di belakang Dokter Lin menarik pedang yang ada di lehernya sehingga membuat tubuh Dokter Lin tergeletak dengan kedua mata terbuka lebar karena terkejut dan mulutnya yang ternganga.     

"Dia bekerja untuk Modama." Tetua Chen menjelaskan.     

Senja berbalik untuk menatapnya, meminta penjelasan lebih yang terpancar dari kedua matanya.     

"Dia adalah orang yang sudah meracuniku dan Tetua Fu dan juga orang yang sudah memberikan obat kepada para remaja yang berasal dari Sekte Pedang Gunung Sui."     

==============     

Terimakasih sudah membaca sejauh ini ((^o^))     

Baca juga prekuel The Story of Dus -Indonesia-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.