Purple Dawn Till Dusk : dearest through the time -INDONESIA-

XIAO MUGI (2)



XIAO MUGI (2)

0Beberapa saat kemudian ia merasakan bahwa orang itu menyisipkan rambutnya dan memutarnya di sela-sela jari. Rasa geli di kulit kepalanya sangat mengganggu dan memaksa kelopak matanya untuk terbuka. Disana, seorang anak laki-laki sekitar berusia enam sampai tujuh tahun sedang bermain dengan rambutnya. Rasa penasaran yang terpancar dari kedua matanya yang hitam sangat terlihat jelas.     
0

"Apa yang kau lakukan?" Senja bertanya kepadanya.     

Anak laki-laki itu menatap mata Senja dengan terkejut karena Senja berhasil menangkap basah dirinya. Pipinya merona dan memberikan warna merah seperti apel membuatnya terlihat semakin menggemaskan. Namun, meskipun reaksinya yang malu-malu, suaranya saat menjawab Senja sangat tegas dan tak berperasaan.     

"Kenapa kau memiliki rambut berwarna ungu?" Ia bertanya, masih memegangi seuntai rambut Senja.     

"Siapa kau?"     

"Aku bertanya lebih dulu." Ia menyatakan dengan tegas.     

"Tapi kau harus memperkenalkan dirimu terlebih dahulu."     

��Setelah kau menjawab pertanyaanku, aku akan menjawabnya." Anak laki-laki itu menyimpulkan dengan enteng.     

Senja mengangkat kedua alisnya, sikapnya mengingatkan Sneja kepada seseorang…     

"Aku ingin tidur." Senja berkata dengan acuh tak acuh dan kemudian menutup matanya.     

"Namaku adalah Xiao Mugi." Ia akhirnya memberitahu namanya.     

Kedua mata Senja langsung terbuka.     

**Sial! Aku tahu dia mengingatkanku pada seseorang…"     

Anak laki-laki di hadapannya itu adalah anak dari Luna dan Xiao Tianyou. Kali ini Senja menggunakan waktunya untuk menilai anak itu.     

Senja sedikit bergeser dan berbaring dengan sisi kanannya, jadi ia bisa menatapnya dengan lebih dekat. "Karena aku istimewa…?" Senja mengatakan pernyataannya namun lebih seperti sebuah pertanyaan, bahkan di telinga Xiao Mugi.     

Sebenarnya, Senja tidak tahu bagaimana cara untuk berbicara dengan anak kecil, ia bukan tipe seseoraang yang akan bersemangat ketika melihat anak-anak. Bagaimanapun Senja selalu menjadi gadis kecil di dalam rumahnya selama ini, dengan ketiga kakak laki-laki yang akan selalu memanjakannya.     

Xiao Mugi memiringkan kepalanya, mempertanyakan. "Aku tidak melihat jika kau istimewa."     

"Aku istimewa karena aku memiliki rambut ungu." Senja bersikeras.     

"Jawabanmu tidak masuk akal."     

Ujung bibir Senja berkedut. **Dia benar-benar anak dari Xiao Tianyou.**     

"Baiklah, karena sekarang kau belum pulih, aku tidak akan mengganggumu. Beristirahatlah." Ia melompat turun dari tepian tempat tidur dan berjalan keluar dari kamar Senja dengan kakinya yang kecil.     

**Apakah dia benar-benar anak berusia enam tahun? Kenapa dia berbicara seperti orang dewasa…**     

Tapi ketika Xiao Mugi hendak membuka pintu, gagang pintu itu lebih tinggi dari lengannya yang pendek sehingga ia tidak bisa mencapainya.     

"Siapa yang menutup pintunya? Aku membiarkannya sedikit terbuka tadi." Xiao Mugi menggerutu kepada dirinya sendiri.     

"Butuh bantuan?��� Senja merasa terhibur.     

Dan sekarang, Xiao Mugi mendorong sebuah kursi agar ia dapat mencapai gagang pintu. "Tidak perlu. Aku bisa melakukannya sendiri." Ia melambaikan tangannya yang pendek dan gemuk kepada Senja. "Aku adalah laki-laki besar sekarang."     

Senja terkekeh karena mendengar pernyataan terakhir Xiao Mugi saat ia sedang berdiri di atas kursi dan hendak membuka pintu lagi ketika ia mendengar suara tawa Senja yang lembut.     

"Apa yang kau tertawakan?" Kedua bola matanya yang berwarna hitam terpaku kepada Senja. Sorot mata kesal yang sama dengan yang dimiliki Xiao Tianyou.     

Senja sedikit merasa bahwa Xiao Tianyou yang saat ini sedang menatapnya. "Ya, kau hanyalah berusia enam tahun, jadi menurutku kau masih anak kecil, belum menjadi pria besar."     

Xiao Mugi tidak begitu menyukai alasan Senja. Ia melipat lengannya yang kecil di hadapan dadanya. Dan Xiao Mugi mendengus dengan kesal. "Aku tidak menyukaimu." Ia berkata dengan tegas, tapi tetap tidak dapat menutupi suaranya yang sangat kekanak-kanakan.     

Senja terus terkekeh ketika ia mendengar pembelaan kecilnya. "Dia terlalu sombong untuk seorang anak kecil."     

......…     

Hari-hari selanjutnya, Senja masih belum diperbolehkan untuk meninggalkan tempat tidurnya, karena racun itu Senja harus meminum obat yang terasa seperti empedu, tiga kali sehari.     

Rasanya daja sudah seperti mencekiknya sampai mati dan ia harus meminum itu selama paling tidak dua pekan kedepan. Itu baru hari ketujuh, tapi Senja merasa ia sangat ingin memuntahkan obat itu, namun Qianru selalu berkata jika Senja tidak meminum penawar itu, ia bahkan akan semakin kesakitan.     

Luka di bahu Senja sudah terlihat membaik, mereka hanya perlu mengganti perban Senja dua kali sehari. Luka robeknya juga sudah menutup dan hanya meninggalkan bintik merah di bahunya.     

"Lukamu akan meninggalkan bekas." Qianru menghela napas ketika ia sedang mengganti perbannya. Ia menatap Senja, tapi sepertinya gadis itu tidak peduli sedikitpun tentang hal itu.     

"Ya, aku sangat bersyukur karena masih bisa hidup." Senja berkata dengan singkat.     

Qianru tersenyum dan dengan tatapan kosong ia menyentuh rambut ungu Senja. "Kau memiliki warna rambut yang sangat unik."     

"Aku sangat sadar akan hal itu." Senja menatap rambut ikalnya yang terurai di bahu dan menutupi dadanya yang tanpa pakaian saat Qianru sedang merawat lukanya.     

"Oke, sudah selesai." Qianru tersenyum pada Senja. "Kau bisa memakai jubahmu sekarang, jangan sampai terkena demam."     

"Terima kasih." Senja menungucapkan rasa terima kasihnya dan melanjutkan. "Aku merasa lebih baik sekarang, bisakah aku berjalan keluar kamar? Aku merasa sesak disini."     

"Tentu saja," Ia tersenyum dengan lembut, tapi ketika ia berkata lagi, suaranya terdengar sangat berhati-hati. "Apa kau ingin mengunjungi makam Tetua Dam?"     

Setelah ia menangis tersedu-sedu hari itu bersama Qianru, Senja telah menghindari untuk membicarakan tentang Tetua Dam, sepertinya ia sedng berpura-pura seakan tidak terjadi apapun pada kakeknya atau pria tua itu adalah seseorang yang tidak pernah ada sejak awal.     

Setiap orang memilik cara yang berbeda dalam menyingkirkan kesedihan dan Senja memilih cara itu untuk membuatnya merasa lebih baik.     

"Aku ingin bertemu dengan Paman Su." Senja menjawab tanpa memikirkan mengenai pertanyaan Qianru sebelumnya.     

"Paman Su sangat jarang terlihat disini, tapi mungkin kau bisa bertanya dengan Pangeran Qi Xunyi." Qianru menginformasikan Senja.     

"Pangeran?" Senja mengangkat kedua alisnya dengan tatapan bertanya-tanya sambil mengenakan jubahnya agar menutupi tubuh dan mengikat sabuk di pinggangnya. "Aku tidak tahu jika dia adalah seorang pangeran."     

"Ya, itu adalah gelarnya yang sah."     

"Begitukah?" Senja turun dari tempat tidurnya. "Dari Kerajaan apa dia berasal?"     

"Kerajaan Xinghe." Qianru menjawab. "Dia adalah pewaris terakhir dari keluarga kerajaan di Kerajaan Xinghe yang berhasil selamat."     

Senja menyentakkan kepalanya menoleh ke arah Qianru. Wanita cantik ini sepertinya mengetahui banyak hal. Kenyataan bahwa ia adalah istri dari Xiao Jun bukan berarti ia akan mengetahui segalanya, kan? Xiao Jun tidak terlihat seperti seseorang yang akan mendiskusikan banyak hal kepada istrinya, bukan begitu?     

Atau, mungkin Senja dapat mencoba sesuatu. Karena terakhir kali ia berbicara dengan Xiao Jun secara empat mata tidak berada di dalam situasi yang baik, maka mungkin Saja Qianru dapat menjawab pertanyaannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.