You Are Mine, Viona : The Revenge

A spy ?



A spy ?

0Abby berdiri tepat dihadapan Theo Ferguson dan Martin Kane, beberapa senior lainnya pun juga terlihat mengelilingi Abby. Sudah dapat dipastikan riwayat Abby pasti selesai hari ini jika ia menjadi bulan-bulanan orang-orang dihadapannya.     
0

Senyum Abby mengembang saat mendengar salah seorang senior mulai memprovokasi.     

"Mati kau..."     

Abby yang sudah bersiap langsung menangkis pukulan dua orang senior yang melayangkan tinju ke arahnya, ia dengan mudah membalik keadaan. Tanpa kesulitan Abby berhasil membuat dua orang senior itu jatuh tersungkur dalam gerakan cepat tanpa mengalami kesulitan, Theo Ferguson membelalakan kedua matanya melihat teman-temannya begitu mudah ditaklukkan Abby.     

"Fuck, jangan curang kau Abraham. Jantan, jangan gunakan trik murahan." Salah seorang teman Theo mengumpat Abby dengan suara keras, ia yang tak melihat dengan jelas bagaimana Abby menjatuhkan kedua seniornya mulai menduga Abby melakukan trik murahan.     

"Trik murahan? Bagaimana bisa? Bukankah kalian lihat aku tak membawa senjata apapun, aku juga seorang diri. Sementara kalian lebih dari satu tim sepak bola beserta cadangannya, lalu yang sebenarnya menggunakan trik murahan itu siapa?"tanya Abby dengan suara lantang, setiap suku kata yang ia ucapkan penuh dengan tekanan.     

"Jangan banyak omong, cepat serang dia!!"     

Mendapatkan aba-aba dari Theo Ferguson hampir setengah dari para pemuda yang tengah mengelilingi Abby maju bersama, menyerang Abby dengan tangan terkepal penuh kekuatan. Akan tetapi semua orang itu bukan lawan Abby, Abby yang sudah memegang sabuk hitam pada beberapa cabang martial art sejak berumur 16 tahun tak mengalami kesulitan apapun menghadapi mereka semua. Dengan memanfaatkan kekuatan kaki, Abby menendang satu persatu para seniornya yang sedang berlari ke arahnya itu. Karena para senior itu terlalu berkonsentrasi pada kekuatan tangan mereka pun dengan mudah ditaklukkan Abby, satu demi satu para peyerang itu berjatuhan tersungkur di depan Abby sambil memegangi kakinya yang terasa sangat sakit karena Abby menggunakan tekanan yang cukup besar saat menendang mereka semua.     

"Aarrggg."     

"Ouuchh."     

"Sakit."     

Erangan kesakitan pun terdengar dari para pemuda yang sedang terkapar di tanah sambil memegangi kakinya yang terasa sakit luar biasa itu, mereka berguling di tanah sambil terus menatap Abby yang berdiri tegak tanpa ada luka sedikitpun. Melihat teman-temannya terkapar Theo Ferguson terkejut, begitu jugaa dengan Martin Kane. Meskipun keduanya sempat bersitegang akan tetapi saat ini mereka terlihat sangat kompak.     

 Abby menatap tajam ke arah Theo dan Martin yang menjadi provokator atas perundungan pada dirinya kali ini. "Aku tak ada masalah apapun dengan kalian sebelumnya, kenapa kalian selalu mencari masalah denganku?"     

"Hah apa? Tak ada masalah kau bilang? Sejak satu tahun lalu, ketika kau masuk kampus ini kau sudah menjadi masalah bagi kami,"sahut Joe dengan cepat.     

"Ketika masuk ke kampus? Memang apa masalahnya? Siapapun bisa masuk dan belajar dikampus ini asal punya niat untuk belajar, lalu salahku dimana? Aku tak mengusik kalian atau ikut campur urusan kalian, kalau kalian mempermasalahkan gadis-gadis yang mengejarku maka seharusnya kalian berkaca. Apa yang kurang pada kalian, sehingga para gadis itu lebih memilihku. Bukannya kalian memusuhiku seperti ini,"jawab Abby dengan tenang.     

"Keparat!! Banyak omong, cepat habisi dia!!" pekik Martin Kane dengan keras.     

Sekitar 10 orang mahasiswa berbadan besar pun langsung menyerang Abby atas perintah Martin Kane, mereka yang sudah terbiasa berkelahi langsung mengarahkan tinju pada Abby yang masih berdiri tenang. Karena Abby merasa para penyerangnya itu tak bisa diajak bicara baik-baik, akhirnya ia memutuskan untuk memberikan sedikit perlawanan. Abby menggunakan beberapa jurus karate tingkat atas yang ia kuasai saat akan naik tingkat ke sabuk hitam, gerakannya halus namun mematikan. Menggunakan kombinasi kekuatan tangan dan kaki, dalam waktu singkat kesepuluh lawannya itu terjatuh di tanah menyusul temannya yang lain. Saat Abby mengeluarkan jurusnya, Martin dan Theo melihat dengan jelas semua pergerakan Abby, begitu indah seperti angsa yang sedang menari dan mematikan seperti burung elang. Pasalnya tak ada satupun gerakannya yang tak mengenai lawannya.     

Tanpa sadar Martin dan Theo melangkah mundur saat Abby berjalan ke arah mereka, meski saat ini dibelakang kedua pemuda itu masih berdiri sekitar 30 orang pemuda lainnya namun mereka tak ada yang berani mendekati Abby. Melihat Abby dengan mudah menjatuhkan lawannya membuat nyali mereka ciut.     

Langkah Abby terhenti saat ia berada tepat dihadapan Martin Kane teman sekelasnya dan Theo Ferguson sang provokator. "Moodku sedang baik hari ini, kalau tidak mungkin kalian berdua akan bertanggung jawab atas kematian para mahasiswa itu."     

Seketika air muka Martin dan Theo langsung berubah mendengar perkataan Abby, tak ada satupun diantara mereka berdua yang berani membuka mulutnya merespon perkataan Abby. Begitu pula dengan sisa anak buah kedua jagoan kampus yang masih berdiri tegak itu, secara kompak mereka langsung menunduk saat Abby bicara.     

Karena rasa kantuknya benar-benar sudah tak tertahankan lagi Abby akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat itu menuju ke pintu gerbang yang berada cukup jauh, Abby beberapa kali terlihat menguap saat berjalan menuju area pintu keluar kampus. Ketika Abby hampir tiba di pintu gerbang Marco dan Jordan terlihat menghampirinya, kedua tangan pria itu terlihat tak tenang pasca membaca pesan dari Abby yang mengatakan kalau ia akan dibawa kesuatu tempat untuk disidang.     

"Siapa dua pria yang sedang berbicara dengan Abby itu,"ucap Joe tanpa sadar.     

Theo yang juga sedang menatap Abby hanya diam, ia tak menjawab pertanyaan yang diberikan teman baiknya itu. Begitu juga dengan Martin Kane, tak ada satu patah katapun yang terucap dari bibirnya. Melihat Abby begitu dihormati oleh kedua pria berpakaian serba hitam itu membuat para penyerangnya yang masih kesakitan di tanah itu ketakutan, mengingat kembali bagaimana Abby menjatuhkan mereka dengan sangat mudah.     

"Bangun kalian, jangan seperti anak wanita. Lemah sekali kalian,"bentak Martin Kane kepada sekitar dua puluh orang seniornya yang masih duduk di tanah.     

"Kau yang seharusnya ikut merasakan bagaimana terkena pukulan dari anak itu Martin, setelah itu kau baru bisa bicara,"sahut salah seorang teman sekelas Theo Ferguson dengan ketus.     

"Akh omong kosong, bilang saja kalian tak mampu menghadapinya. Abby hanya seorang diri dan kalian semua ada dua puluh orang, sangat tidak masuk akal kalau kalian bisa takluk padanya dengan mudah seperti itu tanpa perlawanan,"umpat Martin Kane penuh ejek.     

Seorang mahasiswa berkulit hitam yang terkena pukulan di ulu hatinya oleh Abby merasa sangat kesal dengan perkataan Martin Kane, secara tiba-tiba ia bangun dari tempatnya duduk dan langsung menghampiri Martin Kane. "Kalau kau belum merasakan sakitnya pukulan anak itu jangan banyak bicara brengsek."     

Setelah berbicara seperti itu mahasiswa berkulit hitam itupun bergegas pergi dari hadapan Martin dan Theo dengan langkah tertatih, meski perutnya yang terkena pukulan akan tetapi rasanya seluruh tubuhnya saat ini sakit semua. Para mahasiswa yang lain pun satu persatu pergi meninggalkan tempat itu mengikuti teman mereka menuju ruang kelas dengan gaya berjalan yang hampir mirip juga dengan sang mahasiswa berkulit hitam pertama yang melawan Martin.     

Melihat teman-temannya terluka Theo merasa sedikit bersalah, ia lalu memerintahkan Joe untuk melihat kondisi teman-temannya itu. Joe yang sudah paham pun langsung pergi dari hadapan Theo untuk menemui teman-temannya.     

"Kau percaya si brengsek Abby sekuat itu Theo." Martin bertanya pada Theo, ia masih tak percaya Abby sehebat itu.     

"Dari caranya bertarung sepertinya ia bukan orang sembarangan, apalagi menaklukkan sekitar 20 orang dengan mudah seperti tadi. Kalau dia orang biasa tak akan mungkin bisa setenang itu, dari caranya bicarapun aku merasa sepertinya anak itu adalah orang yang sudah terlatih,"jawab Theo dengan cepat mulai berspekulasi.     

Martin langsung menoleh kearah Theo. "Mungkinkah dia seorang mata-mata?"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.