You Are Mine, Viona : The Revenge

Luka seorang ibu



Luka seorang ibu

0Setelah bekerja seharian dengan tumpukan dokumen yang harus diselesaikan secepatnya, akhirnya Abby dan Aaric bisa terbebas dari semua itu. Keduanya pun memutuskan untuk pergi ke sebuah bar untuk minum tanpa asisten mereka.      
0

Dengan menggunakan satu mobil kedua pangeran Willan itu pergi ke sebuah bar yang cukup terkenal di Ottawa, para penjaga bar langsung memberikan hormat saat melihat sebuah mobil hitam dengan plat bertuliskan WILLAN. Tak ada satupun yang tak mengenal nama Willan, karena itu meski tak tahu siapa yang ada di dalam mobil saat ini para pria berbadan besar itu tetap memberikan hormat.      

"Ruangan VVIP,"ucap Aaric pelan pada seorang pria yang mereka temui setelah masuk ke dalam bar.     

"Baik Tuan muda, mari ikuti saya."      

Abby dan Aaric kemudian mengikuti langkah staf yang sedang membimbing mereka menuju ruangan VVIP itu, ketika Abby dan Aaric berjalan para gadis yang ada di bar itu menutup mulutnya dengan cepat. Mereka tak menyangka akan melihat dua ahli waris dari keluarga Willan muncul di bar, bukan hanya para wanita yang bekerja di bar itu saja yang terpesona pada Aaric dan Abby. Para gadis cantik yang mencari kesenangan di bar juga sama terkejutnya dengan para pelayan itu, mereka tak sadar telah menatap Aaric dan Abby tanpa berkedip padahal di samping mereka ada pasangannya masing-masing.      

"Cih the Willan, coba saja mereka bukan anak seorang Fernando Grey Willan. Aku berani bertaruh mungkin saja mereka tak akan searogan itu."     

"Iya kau benar, mereka berdua hanya mengandalkan nama besar ayahnya saja."      

"Anak Daddy yang selalu dikawal kemana-mana...hahahaha…"     

Beberapa orang pemuda yang tengah duduk di meja bundar nampak membicarakan Abby dan Aaric yang baru saja masuk ke ruangan VVIP, meskipun saat ini suara di bar cukup bising namun Abby dan Aaric masih bisa mendengar apa yang dikatakan para pemuda itu. Pasalnya suara mereka seperti sengaja dikeraskan volumenya saat berbicara, supaya Aaric dan Abby bisa mendengar percakapan mereka.      

Abby hanya tersenyum tipis saat para pemuda itu menyindirnya, sementara Aaric terlihat kesal dan berniat memanggil manajer baru untuk mengusir para pemuda yang sudah merusak suasana hatinya itu. Akan tetapi sang kakak melarangnya.     

"Biarkan, tujuan kita kemari untuk menikmati suasana dan minuman Aaric. Jangan rusak mood mu karena para semut tak penting itu,"ucap Abby pelan sambil meraih botol wiski yang baru saja disajikan dua gadis cantik nan seksi.     

"Muak aku mendengar orang-orang seperti itu, ingin rasanya aku musnahkan dari bumi ini,"sahut Aaric dengan cepat.      

Abby terkekeh. "Biasanya orang-orang seperti itu adalah orang-orang yang iri pada kehidupan yang kita miliki, jadi jangan diambil pusing. Anggap saja angin lalu yang tak perlu dihiraukan, karena percayalah kehidupan kita ini jauh lebih menyenangkan daripada mereka. Aku berani bertaruh jika mereka diberikan salah satu koleksi mobil kita pasti mereka akan menjadi anak buah kita,uang pasti berbicara kau harus tahu itu, Aaric."     

"Aku tahu, hanya saja aku muak pada orang-orang yang selalu menyebut kita sebagai anak yang tidak bisa melakukan apa-apa tanpa nama besar Daddy."     

"Biarkan saja, toh faktanya tak seperti itu. Kau hanya punya dua tangan Aaric, tak cukup untuk menutup mulut mereka semua. Lebih baik gunakan kedua tanganmu itu untuk mengumpulkan pundi-pundi dolar yang akan membuat kita semakin berada di atas dan mereka akan semakin sakit hati karena iri tak bisa seperti kita, itu adalah pembalasan yang luar biasa untuk orang-orang seperti mereka."      

Aaric tersenyum mendengar perkataan kakaknya, ia pun kemudian meraih gelas yang sudah diisi wiski oleh kakaknya dan mulai minum. Tak begitu lama seorang pria yang sebelumnya mengantar Abby dan Aaric ke ruangan itu datang kembali, ia berusaha menawarkan beberapa orang gadis cantik dan seksi untuk menemani Abby dan Aaric minum. Akan tetapi dengan kompak Abby dan Aaric menolaknya, mereka berdua mengatakan hanya ingin minum dengan tenang tanpa diganggu siapapun. Akhirnya pemuda dan para gadis cantik yang sudah mengantri untuk bisa minum bersama dua pangeran Willan pun kecewa, mereka lalu kembali ke tempatnya masing-masing berdiri di dekat meja bar menurut para pelanggan menghampiri mereka.      

Sejak diperbolehkan pergi ke bar dan minum, Aaric dan Abby selalu diberi pesan oleh Fernando untuk tidak menerima layanan apapun dari para wanita yang bekerja di bar. Fernando tak mau kedua putranya terkena hal-hal yang tak diinginkan, karena itu ia selalu berpesan kepada mereka untuk mengencani wanita yang tidak tidur dengan banyak pria dan hal itu selalu diingat oleh Aaric dan Abby.      

"Kak, apa kau tahu soal vendor dari Ukraina?"tanya Aaric tiba-tiba.     

"Tahu, aku bahkan sudah meeting dengannya bersama Daddy, kenapa?"     

Aaric menggelengkan kepalanya dan tersenyum. "Tidak, hanya memastikan saja. Aku kira kakak belum tahu tentang vendor baru yang akan ikut dalam proyek kita di Mesir itu."     

"Oh itu, aku kira kau tertarik dengan gadis cantik itu. Aku akui gadis yang berasal dari Ukraina, Rusia, Kazakhstan dan Eropa timur cantik-cantik sama seperti Mommy. Mereka memiliki kulit putih bak porselen dengan mata yang indah, pantas saja dulu Daddy begitu tergila-gila pada Mommy haha...aku yakin dulu Mommy pasti banyak fans. Hanya saja karena mereka takut pada seseorang Fernando Grey Willan akhirnya mereka mundur satu persatu,"ucap Abby dengan cepat menggoda Aaric.     

"Isshh mana ada aku tertarik pada seorang gadis hanya dari pertama kali bertemu, tapi kau benar kak. Aku yakin dulu Daddy lah yang mengejar-ngejar Mommy, tak seperti yang selama ini Daddy katakan kalau Mommy yang mengejar-ngejar Daddy."      

Perkataan Aaric langsung disambut gelak tawa Abby, keduanya pun kembali minum. Menikmati suasana bar dengan musik edm yang keras. Saat Abby dan Aaric minum ada sepasang mata tajam yang terus mengawasi mereka, pemilik mata itu tersenyum penuh arti.      

"Ternyata gen dari Fernando Grey Willan memang luar biasa, pantas saja ia hanya mau menghamili satu wanita saja. Ck...kau terlalu egois Fernando, seandainya banyak wanita yang mengandung benihmu mungkin stok pemuda tampan akan berlimpah."      

****     

Mansion Franklin      

"Apa?? Kau serius? Tapi Denise tak bicara apa-apa denganku Frank,"pekik Louisa shock.     

Frank menghela nafas panjang. "Aku juga tak tahu Lou, kalau bukan Fernando yang bicara aku tak akan tahu."     

"Ya Tuhan, aku tak mau terjadi hal-hal yang tak diinginkan pada putri kita Frank. Denise adalah satu-satunya anak kita, aku bisa gila kalau sampai terjadi hal buruk padanya."      

Frank menatap istrinya dengan pandangan sayu. "Menurutmu aku tak khawatir? Aku juga sama sepertimu, tak akan kubiarkan satu pemuda pun berani menyentuh putriku. Kalau ada yang berani maka akan kupotong tangannya saat itu juga."      

Louisa langsung menghampiri suaminya dan menangis dalam pelukannya, ia tak percaya putri kecilnya princess Willan kesayangan semua orang mendapatkan perlakuan buruk. Hatinya terasa sangat sakit menyadari kenyataan menyedihkan itu, bahkan kenyataan tentang anaknya yang mendapatkan perlakuan buruk ia dengar dari orang lain. Sungguh hatinya sebagai seorang ibu sangat terluka, ia merasa gagal tak bisa tahu apa yang terjadi pada putri tercintanya itu.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.