You Are Mine, Viona : The Revenge

Benang emas



Benang emas

0Langkah Elsa terhenti saat melihat Aaric sedang berada disamping Dominic Adison sasarannya, Elsa lupa kalau Aaric adalah anak Fernando yang otomatis ia pasti akan datang ke acara seperti ini. Elsa akhirnya memutuskan untuk menunggu Aaric lepas dari Dominic, selama menunggu Elsa tak melepaskan pandangannya sedikitpun dari sang mangsa sambil menunggu waktu yang tepat untuk menarik pelatuknya.      
0

"Kau mirip sekali dengan ayahmu di brengsek Fernando itu nak,"ucap Dominic berkali-kali pada Aaric, ia benar-benar takjub melihat titisan Fernando.      

"A a a...aku mirip saudara kembarku paman,"jawab Aaric berkelakar.     

Mendengar perkataan Aaric secara spontan Dominic tertawa terbahak-bahak, ia tak menyangka anak seorang Fernando memiliki selera humor yang tinggi. "Aku rasa sisi humormu ini pasti diwariskan dokter Viona padamu, karena aku tahu si brengsek Fernando itu tak mungkin bisa seperti ini."     

Aaric tersenyum melihat reaksi rekan kerja ayahnya itu. "Nah kali ini aku setuju lagi padamu paman, aku memang 90% lebih mirip Mommy."      

Dominic Adison kembali tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan Aaric, ia lupa kalau saat ini banyak orang yang sedang memperhatikannya. Sampai akhirnya istrinya nyonya Juliet datang untuk mengingatkan suaminya itu bahwa acara akan dimulai.      

"Ayo ikut Aaric, kau harus ada di samping paman saat acara di mulai,"ucap Dominic pelan pada Aaric.      

"Memang boleh paman?"tanya Aaric lirih.     

Nyonya Juliet tersenyum mendengar perkataan Aaric, secara tiba-tiba ia datang ke arah Aaric dan merangkul lengan Aaric. "Tentu saja boleh, Tante sangat mengenal akrab Mommy-mu anak nakal. Ayo cepat ikut Tante, acara akan dimulai."     

Aaric terkejut sampai membuka mulutnya lebar. "Ba-baik Tante."     

Dengan tersenyum lebar nyonya Juliet membimbing Aaric berjalan menuju panggung utama dimana acara pertunangan antara Rossette Adison dengan Julian Berger, ketika semua orang sudah tenang sang MC pun mulai mengambil alih acara. Ia pun mulai membimbing jalannya acara pertunangan dua keluarga pengusaha itu, berbagai kata sambutan pun diucapkan oleh beberapa rekan bisnis dari orang tua kedua calon pengantin. Mereka saling memberikan pujian pada dua pasang suami istri itu yang akan segera memiliki tambahan keluarga baru, suasana pun berubah haru saat nenek dari Rossette Adison yang merupakan ibu dari Dominic Adison memberikan beberapa pesan untuk calon cucu menantunya. Aaric yang tak pernah datang ke acara seperti ini pun mulai terbawa suasana, meskipun masih muda ia merasakan hangatnya ikatan keluarga sang paman. Saat sedang menyeka air matanya tiba-tiba ekor mata Aaric mengangkap sebuah kilatan cahaya dari tempat yang cukup tinggi, insting Aaric pun langsung bekerja. Tanpa pikir panjang Aaric lalu meraih kacamata canggihnya yang biasa digunakan untuk mencari sinar laser yang tak bisa dilihat menggunakan mata telanjang, seketika jantungnya berdegup kencang saat melihat pucuk sebuah senjata laras panjang yang berada di sebuah kotak kipas angin yang berada di pojok ruangan.      

Sedetik kemudian…     

Doorrr     

"Aakhhhh…"     

"Aaaa."     

"Huaaa."     

"Tolong!!!"     

Orang-orang yang ada ditempat itu langsung panik saat terdengar suara letusan pistol, anak-anak dan para wanita menjerit ketakutan. Aaric yang terlambat menyadari keberadaan pistol itu masih bisa bergerak cepat dengan meraih tubuh Dominic Adison agar menunduk.      

"Aaric…"     

"Ini sabotase paman, kau diincar. Maksudku kalian semua diincar oleh seseorang yang memanfaatkan momen ini,"ucap Aaric dengan cepat memotong perkataan Dominic yang saat ini sedang ia tindih di lantai.     

"Tapi tempat ini aman Aaric,"jawab Dominic Adison dengan cepat.     

Aaric menggeleng, ia lalu menunjuk ke arah kipas angin yang tertanam di dinding yang berada di pojok ruangan.      

"Itu…"     

"Ya, peluru itu berasal dari tempat itu,"sahut Aaric kembali.      

Setelah mendengar perkataan Aaric tak lama kemudian Dominic Adison pun memerintahkan anak buahnya untuk memeriksa tempat yang di tunjuk oleh Aaric sambil menahan sakit karena lengannya tertembak, acara pertunangan itupun kacau karena nyonya Juliet berteriak histeris saat melihat suaminya mengalami luka tembak. Begitupula dengan Rossette dan calon suaminya Julian yang shock saat melihat lengan sang ayah bersimbah darah, sementara itu tuan Dominic Adison terlihat kesal sekali. Ia tak menyangka akan diserang saat sedang menggelar pesta pertunangan untuk putri semata wayangnya.      

"Aaric jangan pergi nak."      

Aaric yang baru bangun langsung menoleh ke arah sang paman yang saat ini tengah dirangkul oleh istri dan calon menantunya untuk bangun dari lantai.     

"Tenang paman, aku tak akan berbuat macam-macam. Aku akan dibelakang bodyguard paman,"jawab Aaric pelan mencoba menenangkan sang paman. "Lebih baik paman segera ke rumah sakit, nanti aku akan menyusul."      

"Aaric disini saja nak, biarkan anak buah pamanmu yang mencari tahu siapa orang itu,"imbuh Juliet Adison khawatir.     

"Iya Tante, Aaric akan hati-hati jangan khawatir,"ujarnya pelan sambil tersenyum.      

Setelah berkata seperti itu Aaric lalu berlari mengikuti para bodyguard sang paman menuju ke ruangan yang digunakan sebagai tempat untuk menembak itu, meskipun kakinya sedikit sakit karena terkilir saat menyelamatkan sang paman dari tembakan sebelumnya Aaric tetap paksakan untuk berjalan. Ia menahan rasa yang menusuk di kakinya untuk mencari tahu siapa orang yang berniat ingin menyingkirkan pamannya itu.     

"Ini selongsongnya, jadi benar tempat ini dipakai untuk melakukan pengintaian sebelumnya,"ucap sang tangan kanan Dominic Adison dengan suara lantang.     

"Lalu dimana pelakunya?"     

"Betul, dimana dia...tak ada jejak apapun yang ditinggalkan ditempat ini."     

"Dia pasti sudah sangat profesional."     

"Iya, aku rasa kau benar."      

Aaric hanya diam mendengar perkataan orang-orang sang paman, sambil terus ikut mengamati ruangan toilet itu. Ia mencoba mencari jejak yang ditoilet itu, namun seperti yang dikatakan oleh para pria berbadan kekar itu tak ada satupun jejak yang tertinggal ditempat itu. Seolah menegaskan bahwa pelaku dari penembakan itu adalah benar seorang profesional.      

"Lebih baik kalian amankan paman Dominic dan keluarga menuju rumah sakit, aku khawatir pelaku penembakan itu akan menyerang paman lagi,"ucap Aaric tiba-tiba dengan suara lirih hampir tak terdengar.     

"Lalu anda sendiri tuan? Lihat tangan anda juga terluka,"tanya balik sang tangan kanan dari Dominic Adison tanpa mengalihkan pandangannya dari noda darah yang berada ditangan Aaric.     

Aaric mengangkat tangannya dan tersenyum. "Ini bukan darahku, ini darah paman Dominic."     

"Anda serius?"     

"Iya, cepatlah pergi!! Tadi paman akan dibawa pergi oleh Tante Juliet dan kak Rosette,"jawab Aaric kembali.      

"Baiklah kami pergi, tapi tolong anda jangan meninggalkan jejak apapun di tempat ini. Pasalnya sebentar lagi polisi akan datang."      

Aaric menganggukkan kepalanya tanda mengerti, ia lalu menggeser posisi tubuhnya agar para bodyguard pamannya itu bisa keluar dari toilet itu. Tak lama kemudian keenam pria berbadan besar itupun berlarian menuju ke tangga untuk menyusul sang tuan yang akan pergi ke rumah sakit, begitu para bodyguard itu pergi Aaric masuk kedalam toilet yang masih sangat bersih itu. Ia mencoba mencari jejak yang ditinggalkan oleh sang penembak meskipun kesempatannya sangat kecil.      

Karena tak menemukan apapun ditempat itu Aaric pun memutuskan untuk keluar, namun langkahnya terhenti saat melewati pintu kamar mandi. Perlahan ia menggerakkan tangannya ke handle pintu kamar mandi dan meraih sehelai benang berwarna gold dari handle pintu itu.      

"Gold...hanya wanita yang memakai pakaian dari benang berwarna gold ini,"ucap Aaric lirih.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.