You Are Mine, Viona : The Revenge

Hukuman



Hukuman

0Viona yang baru saja menerima hukuman dari sang suami masih terkulai tak berdaya diatas ranjang, dadanya penuh sekali tanda merah keunguan hasil perbuatan sang suami. Meskipun Fernando sudah tak semuda dulu namun kemampuannya diatas ranjang masih tak surut, ia masih bisa membuat Viona kepayahan.      
0

"Itu hukumanmu dariku karena berani bicara soal kematian pada anak-anak kita,"ucap Fernando pelan sambil berjalan menuju kamar mandi tanpa memakai handuk, sehingga bagian tubuh belakangnya terlihat jelas.      

"Dasar menyebalkan."     

"Aku mendengarnya sayang,"sahut Fernando keras dari kamar mandi.     

Viona langsung menutup rapat mulutnya menggunakan tangan, ia tak mau membuat sang suami marah kembali. Karena jika itu terjadi maka ia tak akan bisa keluar dari kamar untuk makan malam hari ini, tak lama kemudian Viona akhirnya tertidur. Ia benar-benar lelah sekali, seluruh tenaganya habis pasca melayani hasrat Fernando yang tak pernah padam.     

Setelah sepuluh menit berlalu Fernando keluar dari kamar mandi, ia sudah kembali segar dan berniat untuk meminta Viona mandi juga. Namun saat melihat sang istri terlelap, ia menjadi tak tega dan memutuskan untuk membiarkan istrinya itu untuk tetap tidur.      

"Masih seperti dulu, dasar menyebalkan,"ucap Fernando lirih sambil menyentuh puncak hidung mancung Viona menggunakan ibu jarinya.      

Karena tak mau mengganggu Viona yang tertidur Fernando akhirnya memutuskan untuk segera memakai pakaiannya kembali dan mendatangi kedua putranya yang sudah menunggu dirinya sejak 50 menit yang lalu.      

"Ayo keluar, aku sudah jenuh menunggu,"ucap Abby kesal sambil terus menatap ponselnya yang mati total karena habis daya.      

"Jangan, nanti kalau kita keluar maka Daddy akan lebih marah lagi. Tunggu saja sebentar lagi,"sahut Aaric pelan sambil membalas pesan Bruce yang ada di Paris.      

"Akh menyebalkan, kau bisa bicara seperti itu karena ponselmu masih hidup. Coba lihat ponselku!!"     

Aaric menoleh ke arah sang kakak dan tersenyum penuh kemenangan saat melihat ponsel sang kakak mati total, karena merasa di ejek oleh sang adik Abby melemparkan bantal ke arah Aaric dan langsung mengenai kepalanya yang membuatnya kehilangan keseimbangan dan membuat ponselnya jatuh.      

"Abby!!!"     

Abby menjulurkan lidahnya merespon perkataan sang adik, ia senang karena bisa membalas perbuatan sang adik. Karena kesal ponselnya jatuh, Aaric pun kembali melempar bantal yang tadi mengenai kepalanya kearah sang kakak dan tepat mengenai kepalanya. Tak lama kemudian terjadi pertarungan bantal di kamar itu yang membuat kamar menjadi kacau karena keduanya tak ada yang mau mengalah, ratusan bulu angsa pun berterbangan di seluruh isi kamar karena kerasnya pukulan yang dilancarkan oleh Aaric maupun Abby saat sedang memukul satu sama lain. Mereka berdua tak memperdulikan kondisi kamar yang sudah mirip dengan kandang angsa itu, yang ada dalam pikiran mereka saat ini adalah ingin melampiaskan kekesalannya pada sang ayah dengan cara berkelahi.      

 "What the hell is going on!!"teriak Fernando dengan keras, ia kaget sekali saat membuka kamar hukuman untuk putranya yang saat ini sudah sangat kacau dan kotor dengan bulu angsa yang berserakan di hampir semua penjuru kamar. Bahkan seluruh wajah dan pakaian Abby dan Aaric juga dipenuhi oleh bulu-bulu angsa yang berwarna putih.      

Abby dan Aaric pun langsung menghentikan pertarungan mereka saat mendengar suara sang ayah keduanya langsung berdiri tegak tanpa berani menoleh kearah sang ayah dan hanya berani saling pandang satu sama lain sambil terus berusaha menghilangkan bulu angsa yang menempel di wajah masing-masing.      

"Keluar!!"      

Suara Fernando kembali terdengar keras saat ia meminta kedua anaknya untuk keluar dari kamar yang sudah sangat kotor itu.      

"Salahmu."     

"No, aku yang mulai duluan."     

"Kau mengejekku Aaric."     

"Ejek apa? Memangnya apa yang aku lakukan?"     

"Kau memamerkan ponselmu yang masih hidup disaat ponselku habis daya."     

"Itu bukan pamer orang tua!!"     

"Kau sebut aku apa??"     

"Abraham, Alarick!! Apa kalian tak mendengar apa yang Daddy perintahkan?"teriak Fernando kembali dengan keras dari luar, ia kesal karena kedua anaknya justru saling menyalahkan satu sama lain dan tak melakukan perintahnya.      

Sontak adu mulut antara Abby dan Aaric pun terhenti ketika kembali mendengar teriakan sang ayah, keduanya pun langsung keluar dari kamar yang sudah kacau balau itu mengikuti langkah ayahnya sambil menundukkan kepala. Teddy dan beberapa pelayan yang berpapasan dengan mereka sempat berteriak kaget saat melihat para tuan muda mereka yang tubuhnya penuh dengan bulu angsa, awalnya Teddy ingin membersihkan tubuh kedua tuan mudanya karena tak tega. Namun saat melihat sang tuan sedang berjalan di depan kedua anaknya, ia pun tak ada yang berani melakukan niatnya dan membiarkan sang tuan mendidik anak-anaknya yang sudah beranjak dewasa itu.      

Langkah Fernando baru terhenti saat ia tiba di taman belakang, sambil berkacak pinggang ia menatap kedua putra kebanggaannya itu sudah mirip anak angsa.      

"Sampai kapan kalian mau seperti ini? Kalian ini sudah dewasa, sudah kuliah. Kapan kalian akan berpikir seperti orang dewasa? Dulu Daddy dan paman Frank saat seusia kalian sudah ikut bekerja dengan kakek kalian di perusahaan, lalu sekarang ini yang kalian lakukan? Terus melakukan hal-hal bodoh seperti anak kecil, ingat kalian sudah 18 tahun sudah dewasa. Bukan anak kecil umur 5 tahun lagi,"hardik Fernando dengan keras, ia benar-benar marah melihat kedua anak kesayangannya itu melakukan hal yang kekanakan seperti itu.      

Tak ada jawaban apapun dari Aaby dan Aaric, keduanya yang merasa salah hanya diam ketika mendengar perkataan sang ayah.      

"Denise anak paman Frank menjadi mahasiswi termuda di kampusnya, Karenina anak paman William menjadi siswi berprestasi di sekolahnya dan bisa masuk kampus terbaik di New york tanpa seleksi lalu Thania anak paman Dexter juga memiliki segudang prestasi dari ballet yang melambungkan namanya, begitu juga dengan Joanne anak paman Andrew. Para gadis itu semuanya berprestasi dibidang masing-masing, kalian laki-laki dan kalian justru asik nermain bantal seperti ini? Oh my God... dengan cara apa Daddy harus mendidik kalian hah?!"     

Fernando kembali memarahi anaknya dengan mengingatkan soal prestasi anak-anak dari adik dan para sahabat baiknya, ia sebenarnya tak mau membandingkan anak-anaknya dengan para gadis itu. Namun karena menurutnya kali ini kedua anaknya sudah sangat keterlaluan akhirnya ia tak punya pilihan lain selain mengingatkan soal prestasi yang didapatkan para gadis cantik itu yang melewati masa kecil bersama-sama itu, Fernando ingin sekali anaknya bisa belajar dengan cepat. Sehingga bisa menjadi penerusnya mengurus perusahaan-perusahaannya.     

Viona yang sudah mendengar teriakkan sang suami dari pertama kini sudah berada di samping pintu, ia berdiri mematung bersama Teddy dan mendengarkan Fernando memarahi kedua anak mereka. Sebenarnya Viona tak tega melihat kedua putra kesayangannya itu dimarahi oleh sang suami, namun karena mereka kali ini sudah keterlaluan dengan membuat kekacauan seperti itu akhirnya Viona menahan diri dan membiarkan suaminya memberi pelajaran kepada anak-anak mereka yang sudah beranjak dewasa itu. Viona tahu Fernando tidak benar-benar marah pada kedua anaknya, Fernando hanya ingin mendidik kedua anak laki-lakinya itu agar bisa lebih dewasa. Karena itulah ia ikut menjadi pendengar yang baik sambil mengawasi gerak-gerik suaminya.      

"Kalau begini caranya sepertinya kalian memang harus mendapatkan pelajaran langsung dari dasar, mulai besok kalian pergi dan tinggal sendiri tanpa dukungan dari Mommy atau Daddy di negara yang akan Daddy dipilihkan. Disana kalian harus berjuang dari nol di sana untuk menghidupi diri kalian sendiri,"ucap Fernando lantang.      

Deg     

Aaric dan Abby langsung mengangkat wajahnya secara kompak.     

"Dadd…"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.