You Are Mine, Viona : The Revenge

Idola kampus



Idola kampus

0Dengan wajah polos Abby bangun dari kursinya dan menatap sang dosen.     
0

"Kenapa saya harus keluar Prof? Bukankah saya hari ini tidak terlambat?"tanyanya pelan.     

"Kau terlambat, jadi cepat keluar. Saya paling tidak suka ada mahasiswa yang terlambat di kelasku, jadi karena pelajaran akan dimulai lebih baik kau segera keluar dari kelas ini supaya tidak mengganggu jalannya perkuliahan,"jawab profesor Gustavo dengan lantang.      

Abby memperbaiki letak kacamatanya. "Bagaimana saya bisa terlambat? Sedangkan saya tiba di kelas ini lebih dulu daripada anda."     

"Kau terlambat Abraham Alexander, dengan jelas aku melihatmu melompati kursi yang ada di taman lalu bergelantungan di pohon dan melompat ke lantai dua. Seandainya kau berlari melewati tangga sepertiku mungkin kau baru akan tiba di kelas ini,"jawab Profesor Gustavo kembali tak mau kalah.     

Sasana kelas pun berubah menjadi gaduh ketika mendengar perkataan profesor Gustavo yang mengatakan bahwa Abby sudah melakukan hal gila untuk bisa sampai di lantai dua, terutama para mahasiswi yang tak percaya Abby akan melakukan hal mengerikan seperti itu.     

"Wow benarkah? Bagaimana caranya itu?"     

"Serius? Kau melakukan itu Abby?"     

"Kalau begitu besok aku akan menunggumu di ruang kelas supaya bisa melihat aksimu lagi Abby."     

"Betul betul, besok kita tunggu Abby masuk saja terlebih dahulu. Pasti keren sekali akhhh…"     

Para mahasiswi saling bersahutan memuji apa yang dilakukan oleh Abby, sementara para mahasiswa yang tidak suka dengan Abby merasa apa yang dikatakan oleh sang profesor hanya bualan semata. Pasalnya mereka yakin tak akan ada orang yang bisa melakukan hal seperti itu, kecuali para atlet yang memang sudah terbiasa untuk melakukan hal-hal gila dan berbahaya seperti itu.      

Menyadari kegaduhan yang terjadi profesor Gustavo pun semakin murka, ia lalu kembali memukul pintu dengan cukup keras.     

"Diam...diam..cepat Abraham, keluar atau pelajaran tak akan dimulai,"ucap profesor Gustavo kembali.     

Abby yang sudah habis kesabaran lalu membasahi bibirnya, sebuah aktivitas kecil yang selalu ia lakukan setiap kali akan marah. Dengan melepas kacamatanya Abby berjalan mendekati sang profesor yang menatapnya penuh kebencian.      

"Sebenarnya ada masalah apa anda dengan saya Prof? Kenapa anda sepertinya benci sekali pada saya, sepertinya semua hal yang saya lakukan selalu salah dimata anda? Hari ini saya tidak telat masuk ke kelas anda, saya tegaskan lagi saya tidak telat masuk ke kelas anda seperti peraturan yang sudah anda buat sebelumnya. Dan bukankah selama ini anda tidak mempermasalahkan bagaimana cara para mahasiswa bisa sampai di dalam kelas ini seperti yang anda katakan sebelumnya, lalu kenapa sekarang anda mempermasalahkannya saat saya melakukan itu? Bukankah selama ini yang anda selalu garis bawahi adalah jangan sampai telat masuk ke kelas anda, bukan bagaimana cara masuk ke dalam kelas anda bukan Prof? Lalu mengenai cara yang saya lakukan itu sebenarnya itu adalah hal kecil yang biasa dilakukan oleh orang-orang seperti saya ketika sedang berada dalam keadaan yang terjepit, jadi jangan paksa saya melakukan hal yang lebih mengerikan lagi Gustavo Diaz,"ucap Abby pelan setengah berbisik tepat ditelinga profesor Gustavo.     

Mendengar perkataan Abby membuat profesor Gustavo memundurkan langkahnya ke belakang tanpa sadar, entah bagaimana ia merasa bahwa Abby bukanlah orang sembarangan. Dari setiap kata yang diucapkan Abby padanya baru saja terasa penuh tekanan.      

"Bagaimana Prof? Apa penjelasan saya baru saja bisa diterima?"tanya Abby dengan suara yang cukup keras supaya teman-teman satu kelasnya mendengar apa yang ia katakan.     

"I-iya, ok kalau begitu kali ini saya terima alasanmu. Akan tetapi tidak ada lagi dispensasi di lain waktu,"jawab profesor Gustavo terbata.      

"Jadi saya boleh duduk dan ikut pelajaran anda?"Abby kembali bertanya untuk memperjelas.      

"Iya, cepat duduk sebelum saya berubah pikiran." Profesor Gustavo menjawab kembali dengan suara keras.      

Abby tersenyum, ia kemudian melangkahkan kaki menuju kursinya yang ada di baris paling belakang. Melihat Abby diperbolehkan ikut masuk kelas profesor Gustavo, beberapa mahasiswa yang tidak suka kepada Abby terlihat tidak senang. Mereka mengepalkan tangannya saat melihat Abby kembali menjadi pusat perhatian dari para mahasiswi lainnya, sejak semester 3 dimulai keberadaan Abby di ruang kelas itu meresahkan para mahasiswa yang tidak suka kepadanya terutama geng pimpinan Martin Kane. Mereka merasa Abby sudah merusak kedamaian di kampus padahal Abby tidak melakukan apa-apa, Abby bahkan tidak pernah tebar pesona kepada para mahasiswa yang menyukai dirinya. Ia juga tidak pernah merespon beberapa surat cinta yang secara misterius ditemukan di lokernya, karena itulah Abby merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Namun untuk para pembencinya tetap saja menganggap Abby sudah merebut pesona mereka.     

Meskipun Abby jarang ikut kelas profesor Gustavo namun ia dengan cepat mempelajari materi yang diberikan oleh sang profesor sehingga setiap ujian dikelas profesor Gustavo ia selalu mendapat nilai bagus, memiliki orang tua yang cerdas membuat Abby mudah mengikuti mata kuliah yang tertinggal. Karena itulah meski Abby sering dihukum nilai tiap semesternya selalu masuk 3 besar dan hal itu membuat banyak mahasiswa makin terpesona akan pemuda berkacamata tebal itu.      

"Ehmm Abby, boleh aku bicara,"ucap seorang gadis cantik keturunan timur tengah setengah berbisik pada Abby.     

"Bicaralah Khalisa,"jawab Abby singkat tanpa mengalihkan pandangannya dari profesor Gustavo.     

"Apa kau punya waktu sepulang kuliah?"tanya gadis yang bernama Khalisa itu dengan cepat.      

Abby menoleh ke arah Khalisa yang duduk di samping kirinya dan mencoba mengingat jadwalnya hari ini, nanti jam satu siang ia harus pergi bersama Marco dan Jordan serta beberapa anak buahnya menemui tuan Sergio Mendes yang ingin mengajaknya bekerja sama.      

"Maaf Khalisa, aku sudah ada jadwal dengan teman-temanku. Jadi aku tak bisa bertemu denganmu atau mengantarmu pulang atau mengajakmu makan,"jawab Abby sambil tersenyum.     

Wajah cantik Khalisa berubah sendu saat Abby menolaknya mentah-mentah, ia sangat kesal karena tak bisa menaklukkan seorang Abby. Kalau ia tak bisa mengajak Abby pergi bersama maka ia akan  kalah taruhan yang diadakan bersama teman-temannya kali ini, padahal ia yakin sekali kalau akan bisa menaklukkan seorang Abraham Alexander yang misterius dan dingin itu.      

"Khalisa Wehbe...apa kau memperhatikan penjelasan yang saya berikan?!"hardik profesor Gustavo tiba-tiba membuyarkan lamunan Khalisa.     

"I-iya Prof, saya memperhatikan. Saya bahkan juga mencatat poin-poin penting dari penjelasan anda Prof,"jawab Khalisa dengan cepat sembari menunjukkan catatan kecilnya pada sang profesor di depan.     

Melihat catatan Khalisa membuat amarah profesor Gustavo pun hilang, pelajaran pun dimulai kembali semua mahasiswa lalu kembali fokus pada layar proyektor di mana sang profesor sedang memberikan penjelasan. Martin Kane dan beberapa anak buahnya yang melihat kearah Khalisa nampak kesal, mereka tahu bahwa sebenarnya sejak tadi Khalisa mengajak bicara Abby.      

"Lihat saja nanti, kau pasti akan menyembah padaku Abby. Aku bersumpah,"ucap Martin Kane lirih, kecemburuannya pada Abby sudah membabi buta.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.