You Are Mine, Viona : The Revenge

Rahasia yang terbongkar



Rahasia yang terbongkar

0Aaric duduk di atas ranjang single milik Elsa yang masih room duduk rapi, kecuali lantai yang berantakan dengan semua pakaian dan barang-barang elektronik milik Elsa yang sudah hancur keadaan apartemen tipe studio itu masih cukup nyaman. Saat ini Aaric sedang menunggu anak buahnya yang berusaha membuka isi hardisk laptop Elsa yang hancur, ia ingin tahu apa ada masalah apa sebenarnya Elsa sampai ia menghancurkan barang-barangnya seperti itu. Awalnya Aaric mengira kalau Elsa mengalami kerampokan, namun setelah ia memeriksa cctv di ruang kontrol ia melihat dengan jelas Elsa pergi menggunakan tas ransel nya keluar dari apartemen dengan tenang tanpa terlihat mencurigakan sama sekali. Oleh karena itu Aaric menduga Elsa hanya sedang kesal saja, karena itulah mencoba mencari tahu apa yang menyebabkan Elsa menghancurkan barang-barangnya seperti itu.     
0

"I got it!!!"pekik Bruce penuh semangat saat berhasil menyelamatkan hardisk milik Elsa.      

"Bagus, kalau begitu coba cari tahu history terakhirnya Bruce,"sahut Aaric dengan cepat.      

"Siap bos."      

Bruce dibantu Loren akhirnya menyambungkan hardisk itu ke laptop dan mulai mencari history terakhir yang dilakukan oleh Elsa menggunakan laptopnya.      

"Banyak sekali panggilan keluar dan masuk ke Kanada,"celetuk Loren spontan saat melihat laptop yang menunjukkan aktivitas Elsa yang terekam di hardisk.      

"Elsa orang Kanada seperti kita Loren, jadi wajar kalau misalkan ia melakukan panggilan masuk dan keluar ke Kanada. Mungkin saja ia sedang rindu dengan neneknya,"jawab Aaric dengan cepat.      

"Nenek??"     

"Iya, Elsa pernah mengatakan kalau ia seorang yatim piatu dan hanya tinggal bersama neneknya saja sejak kecil,"ucap Aaric kembali.      

Loren nampak mengangguk-anggukan kepalanya perlahan mendengar perkataan sang tuan, ia pun kembali fokus pada monitor yang berada di hadapannya. Memperhatikan Bruce bekerja, Loren mulai mengagumi Bruce yang ternyata sangat mahir untuk hal-hal seperti itu.      

Bruce membelalakan kedua matanya. "Aku rasa bukan nenek, gadis bernama Elsa ini berkomunikasi dengan seorang pria berusia sekitar 40 tahun yang bernama Adam Collins."     

Deg      

"Seorang pria?"     

Bruce tak menjawab perkataan Aaric, ia kemudian memutar sebuah tangkapan layar sebuah percakapan yang terjadi antara Elsa dan Adam Collins yang tak sengaja terekam oleh Elsa. Dan percakapan itu adalah percakapan terakhir antara Elsa dan Adam Collins, dimana Adam memaki-maki Elda dan mengatakan ia bodoh dan dianggap tak tahu balas budi. Meskipun tak tahu apa inti dari pembicara mereka namun kata-kata kasar Adam Collins bisa didengar semua orang, sepertinya Elsa tak sengaja menekan tombol rekam di tengah-tengah pembicaraan mereka. Alhasil tak ada satupun diantara mereka yang tahu apa yang menyebabkan pria bernama Adam Collins itu marah-marah kepada Elsa.      

"Mungkinkah gadis bernama Elsa ini adalah seorang sugar baby dari pria yang memarahi itu,"ucap Loren pelan pada Dave yang sejak tadi diam tanpa ikut bicara.      

"Bisa jadi, mungkin saja pria ini memarahi Elsa yang tak puas melayaninya,"sahut Dave dengan cepat.     

"Tak puas melayaninya, apa maksudmu Dave?"tanya Loren bingung.      

"Jangan pura-pura bodoh Loren, zaman sudah maju. Kau tahu bukan dengan istilah phonesex atau video sex yang sedang booming di masyarakat, bisa jadi pria ini memarahi gadis bernama Elsa ini karena tidak total melayani nafsu orang itu. Jadi dia marah-marah dan memaki-maki nya seperti itu, kalau tidak memang apalagi? Secara dari histori yang tertangkap di laptop itu bukankah pria ini sering menghubungi gadis ini, begitu pula sebaliknya. Jadi mungkin itu tadi kemungkinan yang paling besar, si pria ini belum berhasil melampiaskan hasratnya,"jawab Dave menggebu-gebu dengan sok tahu.      

Loren dampak menganggukkan kepalanya perlahan merespon perkataan Dave, ia merasa apa yang diucapkan oleh temannya itu benar. Sementara itu Aaric yang sejak tadi mendengar perkataan kedua anak buahnya hanya bisa diam dan menahan diri agar tidak meledak, ia tahu sekali kalau Elsa bukan gadis seperti itu. Karena ia sendiri sudah membuktikannya tadi malam, di mana ia menjadi orang pertama yang menyentuh Elsa mendapatkan kesucian Elsa.     

"Aaric, lihat ini,"ucap Bruce tiba-tiba.     

Lamunan Aaric buyar karena suara Bruce, beruntung ia bisa menguasai diri dan langsung mendekati Bruce yang sedang duduk didepan meja belajar Elsa. Dada Aaric terasa sesak saat membaca sebuah email yang disimpan oleh Elsa, dalam beberapa email itu terlihat jelas kalau Elsa ternyata adalah orang suruhan Adam Collins. Aaric masih tak percaya kalau Elsa yang ia kenal adalah seorang pembunuh bayaran, pasalnya saat ini ia sedang membaca sebuah email yang berisi perintah dari Adam Collins yang meminta Elsa untuk menghabisi nyawa Dominic Adison. Setelah Aaric selesai membaca email itu, Bruce pun kembali menunjukkan email lain yang kurang lebih sama. Perintah untuk menghabisi beberapa orang yang sudah terjadwal dengan rapi dan beruntung Elsa belum sempat menjalankan semua perintah itu karena jadwalnya baru akan dilakukan minggu depan.       

"Pembunuh bayaran Loren, gadis ini seorang pembunuh bayaran,"bisik Dave lirih.      

Loren menyingkirkan tangan Dave yang berada di pundaknya dengan kasar. "Iya aku tahu, diam jangan bicara lagi. Nanti tuan marah."     

Dave pun langsung menutup rapat bibirnya, ia juga bergeser menjauh dari sisi Loren mencoba menjaga jarak dengan sang tuan yang berdiri persis di samping Loren.     

Nafas Aaric tertahan, hatinya mencelos kesakitan. Ia kesulitan bernafas seakan seluruh oksigen yang berada di dadanya ditarik paksa keluar, saat membaca sebuah email dari Adam Collins untuk Elsa yang berisi perintah untuk menghabisi seluruh keluarganya termasuk dirinya sendiri.      

"Aaric…"     

"I'm fine Bruce, tunggu disini. Cari info yang lain, aku ingin menghubungi ayahku,"ucap Aaric dengan cepat memotong perkataan Bruce, suaranya terdengar sedikit parau saat berbicara.      

"Ok, aku akan memindahkan semua isi hardisk ini ke hardisk milikku. Supaya nanti kita bisa melihatnya lagi, kalau ada yang terlewatkan,"sahut Bruce penuh semangat mencoba untuk bersikap santai dan seolah-olah tidak terganggu dengan isi email yang baru mereka baca itu.      

Tak ada jawaban lagi dari Aaric, ia pun bergegas keluar dari kamar Elsa sambil mengeluarkan ponselnya. Aaric pun langsung memainkan layar ponselnya untuk menghubungi sang ayah di Ottawa. Meski tahu ada perbedaan waktu yang mencolok antara Ottawa dan Paris, namun Aaric tak peduli. Yang ia inginkan saat ini adalah berbicara dengan sang ayah, meskipun harus mengganggu istirahat sang ayah.     

"Dad, angkat dad. Please,"ucap Aaric lirih saat panggilan keduanya tak juga diangkat oleh sang ayah.      

Tanpa pikir panjang Aaric pun kembali menghubungi sang ayah, ia bertekad terus hubungi ayahnya itu sampai panggilannya diangkat. Saat ini masih jam 3 dini hari di Ottawa, meskipun saat ini di Paris sudah jam 9 pagi. Ottawa dan Paris memiliki selisih waktu yang mencolok, yang mana Paris lebih cepat 6 jam dari Ottawa. Sehingga wajar kalau seorang Fernando tak mengangkat panggilan telepon dari anaknya yang sudah lebih dari 10 kali memanggilnya itu, Namun karena Aaric tak putus asa, ia terus melakukan panggilan lagi setiap panggilannya tak terjawab.      

"Hallo…"     

"Dad, apa kau mengenal seorang pria bernama Adam Collins?"pekik Aaric dengan keras saat berhasil tersambung dengan sang ayah.      

Fernando yang belum menyadari kalau ia menerima telepon dari putra keduanya langsung membelalakan kedua matanya saat mendengar nama Adam Collins disebut.      

"Aaric…"     

"Ya ini aku dad, cepat jawab. Apakah mengenal seorang pria yang bernama Adam Collins atau tidak,"sahut Aaric kembali dengan suara keras.      

"Kenapa dengan pria itu nak? Daddy sedikit lupa…"     

"Dia memerintahkan seseorang untuk membunuh kita semua dad." Aaric kembali memotong perkataan sang ayah dengan cepat.      

"What?!!!"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.