You Are Mine, Viona : The Revenge

Tangis seorang ibu



Tangis seorang ibu

Sudah dua hari berlalu sejak peristiwa berdarah menimpa istri para petinggi rumah sakit Global Bros, ketiga wanita malang itu pun sudah mulai mau berinteraksi dengan para suster yang merawatnya. Yang mana ini adalah sebuah kemajuan yang sangat pesat karena sebelumnya mereka menolak semua interaksi dengan para tenaga medis yang berusaha untuk mengecek kondisi mereka dan akhirnya membuat ketiga profesor suami mereka turun tangan secara langsung untuk merawat istrinya masing-masing.      

"Baiklah karena anda sudah makan dan minum obat kalau begitu saya permisi, jangan paksakan bergerak terlalu banyak dulu nyonya. Maksud saya jangan terlalu dipaksakan jika anda memang belum bisa,"ucap suster Chloe ramah ketika baru saja selesai membantu Aurelie makan.     

"Baik sus, terima kasih." Profesor William langsung menjawab perkataan suster Chloe.     

Suster Chloe tersenyum malu mendengar perkataan profesor William, pasalnya ia tahu sang profesor pasti lebih tahu kondisi istrinya akan tetapi profesor itu lebih memilih untuk meminta dirinya yang memeriksa kondisi Aurelie. Dan ini merupakan sebuah kehormatan baginya, merawat istri seorang profesor.      

Tak lama setelah suster Chloe keluar dokter Zoey yang merupakan dokter obgyn kembali memeriksa kondisi Aurelie sebelum ia melanjutkan tugasnya lagi, dokter Zoey terlihat menganggukan kepalanya perlahan ke arah profesor William yang kemudian dibalas sebuah senyuman oleh profesor William.      

"Kondisinya sudah jauh lebih baik, tinggal menunggu pemulihan saja. Dan ingat prof wanita yang keguguran pasti emosinya belum stabil jadi saya minta anda untuk tetap memberikan dukungan positif padanya,"ucap dokter Zoey pelan saat sedang berbicara pada profesor William di depan pintu pasca selesai memeriksa Aurelie.     

"Iya dok saya paham itu." Profesor William menjawab singkat perkataan dokter Zoey.     

"Ya sudah saya permisi Prof."     

"Terima kasih dok,"jawab profesor William singkat.     

Dokter Zoey pun meninggalkan rumah perawatan Aurelie, untuk menghampiri dokter Rea yang sedang memeriksa dokter Louisa yang memerlukan pengawasan extra pasca proses pengangkatan janin keduanya kemarin.      

Sepeninggal dokter Zoey profesor William duduk disamping ranjang istrinya, ia berusaha tegar dan kuat untuk memberikan dukungan pada sang istri. Profesor William mengingat pesan dokter Zoey untuk memberikan dukungan positif pada Aurelie, agar ia lebih bersemangat untuk cepat sembuh walaupun hatinya sangat hancur saat ini.     

"Ma-maaf...maafkan aku Will, aku tak bisa menjaga anak kita." Aurelie bicara terbata meminta maaf pada profesor William, ini adalah kata-kata pertamanya setelah ia hanya diam selama dua hari terakhir.      

"Jangan, jangan minta maaf padaku. Ini bukan salahmu sayang, ini adalah bagian dari rencana terbaik dari Tuhan untuk kita. Jadi jangan salahkan dirimu,"jawab profesor William dengan cepat, tangannya langsung meraba wajah Aurelie yang masih sedikit pucat.      

"Salahku Will, seandainya aku tak hiks hiksss huhuhu." Aurelie tak dapat menyelesaikan perkataannya saat ia kembali teringat apa penyebabnya kehilangan bayinya dua hari yang lalu.      

Profesor William langsung bangun dan dari kursi dan memeluk istrinya yang tengah berbaring di ranjang dengan erat, profesor William berusaha sekuat tenaga untuk tak meneteskan air matanya. Ia tak mau membuat Aurelie makin terpuruk jika melihatnya sedih, namun karena ia sudah tak kuat menahan kesedihan selama dua hari ini profesor William pun akhirnya ikut menangis bersama Aurelie yang mana ini adalah kali pertama dalam hidupnya ia menangis tersedu-sedu mengeluarkan semua kepedihan yang ia rasakan. Kebahagiaannya yang baru sebentar saat akan mendapatkan anak tiba-tiba terenggut dengan cepat oleh takdir yang harus membuat mereka terpisah dari anak yang mereka harapkan kehadirannya, profesor William tak menghiraukan perintah dari dokter Zoey agar tidak menunjukkan perasaannya di depan Aurelie. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah ingin menumpahkan semua rasa di dalam dadanya bersama sang istri yang juga sedang meratapi kepergian anak mereka.      

Suara tangisan profesor William dan Aurelie terdengar sampai di kamar Anastasia yang mana saat ini ia baru diperiksa oleh suster Tina, mendengar suara tangisan itu membuat Anastasia ikut bersedih. Ia kembali teringat akan anaknya yang juga sudah pergi, profesor Dexter bahkan sampai harus mengangkat wajahnya menatap langit-langit kamar untuk menahan diri agar tidak meneteskan air mata.      

Karena suster Tina tak kuat berada di ruangan yang penuh dengan kesedihan itu akhirnya memutuskan untuk mempercepat pekerjaannya.     

"Semuanya sudah saya lakukan kalau begitu saya permisi Nyonya, lebih baik anda tentang tetap ada di tempat tidur dan beristirahat. Kalau anda mengikuti semua petunjuk dari dokter, saya rasa dalam dua hari lagi anda sudah diperbolehkan untuk pulang,"ucap suster Tina lembut sambil mencengkram tangan kanan Anastasia yang tidak terpasang jarum infus, ia berusaha untuk menguatkan Anastasia agar tak menangis mengingat suara tangisan Aurelie dan profesor William masih terdengar samar-samar di kamar mereka.      

"Terima kasih suster atas bantuannya,"jawab Anastasia singkat dengan suara parau, ia terlihat sekali berusaha untuk menahan diri agar tidak menangis.      

"Anda pasti kuat Nyonya, saya yakin itu. Percayalah Tuhan memiliki rencana indah untuk anda dan profesor Dexter,"imbuh suster Tina kembali menguatkan Anastasia yang saat ini sudah berkaca-kaca.      

Anastasia menganggukan kepalanya perlahan."Huum aku kuat suster, aku kuat,"ujarnya lirih.      

Suster Tina tersenyum mendengar jawaban Anastasia, ia kemudian merapikan stetoskopnya dan barang bawaannya kembali ke atas troli. Sebelum pergi ia memeluk Anastasia dengan erat untuk memberikan dukungannya sebagai sesama wanita, ia tahu saat ini Anastasia pasti memerlukan banyak dukungan positif agar membuatnya tetap semangat.      

Melihat apa yang dilakukan oleh suster Tina membuat profesor Dexter tersenyum, ia senang karena suster Tina mau menguatkan istrinya karena ia sendiri pun tak bisa melakukan itu. Pasalnya ia adalah orang yang tak pandai untuk merangkai kata-kata mesra ataupun romantis untuk menghibur seseorang. Tak lama kemudian suster Tina pun keluar meninggalkan ruang perawatan Anastasia, begitu menutup pintu ruang VIP itu ia menyeka air mata yang sejak tadi sudah ia tahan sekuat tenaga.      

"Semoga Tuhan segera memberikan ganti malaikat kecil untuk kalian lagi nyonya," ucap suster Tina pelan mendoakan Aurelie dan Anastasia yang kebetulan mereka berada di kamar yang bersebelahan, karena tak mau berlama-lama di tempat itu suster Tina pun melangkahkan kakinya menuju ruangan suster untuk melanjutkan pekerjaannya yang lain.      

Sebelumnya ia menolak permintaan dokter Rea untuk mendampinginya memeriksa dokter Louisa yang masih ada di ruang ICU, sehingga akhirnya dokter Cecilia lah yang menggantikan suster Tina mendampingi dokter Rea memeriksa dokter Louisa yang masih memerlukan perawatan intensif pasca melewati operasi keduanya.      

Suster Tina menolak perintah dari dokter Rea karena ia mengatakan tak mampu berada di ruangan ICU itu, ia tak mampu menahan menangis jika ikut memeriksa dokter Louisa apalagi yang sangat baik kepada dirinya. Suster Tina mengatakan tak mampu melihat wanita yang sudah sangat baik padanya terpuruk seperti itu, karena itulah ia menolak permintaan dokter Rea.      

Selama ada di ruangan ICU dokter Cecilia berkaca-kaca karena dokter Louisa terus menangis, ia meratapi kepergian bayi keduanya. Ia menyayangkan keputusan profesor Frank yang mengijinkan dokter Rea mengangkat janinnya, dokter Louisa beranggapan kalau bayinya sehat-sehat saja karena itu ia sangat marah saat ini ketika diberitahu bayi keduanya sudah tidak ada lagi bersama dirinya. Dokter Louisa bersikeras kalau dirinya baik-baik saja dan mampu melahirkan dengan selamat, walaupun sebenarnya apa yang dikatakan dokter Louisa sangat bertolak belakang dengan keadaannya yang sebenarnya.      

"Aku tak akan bisa hamil lagi dokter, kenapa kau tega mengambil bayiku huhuhu...aku akan menjadi wanita tak berguna dok huhuhu."     

Suara tangisan dokter Louisa begitu menyakitkan untuk siapapun yang mendengarnya, semua orang yang saat ini ada di dalam ruang ICU hanya bisa diam termasuk profesor Frank yang sejak tadi hanya menunduk tanpa suara ketika melihat dokter Rea memeriksa kondisi istrinya itu.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.