You Are Mine, Viona : The Revenge

Mengaku



Mengaku

0Viona menutup mulutnya saat melihat sosok yang baru saja masuk ke dalam apartemen Franklin secara tiba-tiba itu.      
0

"Louisa," ucap Fernando lirih saat melihat sosok sang mantan adik ipar berada di hadapannya, kemarahan yang muncul kembali saat mengingat perkataan Louisa sebelumnya tentang Viona.     

"It's ok, aku yang memintanya datang kemari," bisik Viona pelan mencoba menenangkan Fernando yang terlihat tidak suka dengan kehadiran Louisa.      

"Kenapa kau memanggilnya, bukankah dia sudah bukan istri Frank lagi," sahut Fernando dengan suara cara agak keras supaya Louisa bisa mendengar perkataannya.      

"Karena Louisa-lah yang dibutuhkan Franklin saat ini, bukan dokter atau kita berdua," jawab Viona singkat sambil tersenyum.      

"Why?" tanya Fernando kembali.     

"Karena saat ini Franklin harus tau bahwa ia akan menjadi seorang ayah, aku yakin dengan mengetahui kenyataan itu ia akan lebih cepat sembuh. Dan lebih baik kita sekarang segera pergi dari tempat ini, biarkan mereka berdua menyelesaikan permasalahannya sendiri. Tugas kita sudah selesai sampai disini babe," jawab Viona kembali sambil tersenyum ke arah Louisa yang terlihat masih canggung berhadapan langsung dengan Fernando.     

"Tapi babe…"     

"Baiklah kalau kau tak mau pergi tak apa-apa, tapi jangan salahkan aku kalau malam ini kau tak bisa tidur di kamar denganku,"ucap Viona dengan cepat memotong perkataan Fernando sambil merapikan pakaiannya dan bersiap pergi meninggalkan Fernando.     

Mendengar ancaman Viona membuat Fernando langsung bangun dari sofa, ia pun meraih jas mahal miliknya yang masih tergeletak di sofa dan berjalan menyusul Viona yang sudah hampir sampai di pintu keluar.      

"Good luck mama," bisik Viona pelan sambil menyentuh tangan Louisa yang terasa sangat dingin.     

"Terima kasih dok," jawab Louisa terbata.     

Viona hanya tersenyum mendengar perkataan Louisa, ia kemudian menarik Fernando yang berdiri menatap Louisa tanpa berkedip di sampingnya. Viona tau kalau Fernando masih marah dengan Louisa, oleh karena itu ia mengajak Fernando untuk segera meninggalkan apartemen Franklin supaya tak menambah masalah baru bagi hubungan suami istri yang sudah bercerai itu. Viona berharap dengan mengetahui kalau dirinya akan menjadi seorang ayah Franklin bisa berubah dan mau bersama dengan Louisa kembali menjalani kehidupan yang baru tanpa mengingat hal-hal buruk yang sudah terjadi di masa lalu.      

Setelah Viona dan Fernando pergi meninggalkan apartemen Louisa kemudian melangkahkan kakinya dengan perlahan menuju kamar sang suami yang pintunya masih terbuka, ia tersenyum tipis saat melihat berbagai botol minuman keras berserakan di sekitar ruang tamu dan ruang kerja sang suami yang beraroma alkohol sangat kuat itu. Viona memang sengaja tak membersihkan apartemen Franklin supaya Louisa bisa melihat apa yang terjadi dengan suaminya, Viona berharap dengan melihat kekacauan yang terjadi pada diri suaminya Louisa akan tersentuh dan terbuka pintu hatinya untuk memaafkan sang suami.      

Louisa yang baru saja kembali dari apartemen dokter Cecilia nampak sangat terkejut saat melihat pesan yang dikirimkan oleh Viona, dalam pesan itu Viona juga menyertakan foto Franklin yang sedang berlimang darah di kedua tangannya pasca terkena figura foto pernikahan mereka yang kacanya sudah hancur. Tanpa pikir panjang Louisa pun meminta sopir taksi yang sedang membawanya menuju ke hotel memutar arah kemudi menuju ke apartemen tempat tinggal nya sebelumnya bersama Franklin, dalam perjalanan menuju apartemen Louisa tak berhenti berdoa. Ia sangat khawatir sekali ketika melihat pria yang masih sangat ia cintai itu tak sadarkan diri, ini adalah kali pertama ia melihat Franklin terkapar seperti itu selama ia mengenal Franklin dua tahun terakhir ini.      

Langkah kaki Louisa terhenti di samping ranjang di mana Franklin masih memejamkan kedua matanya, perlahan ia mengulurkan tangannya ke arah kening sang suami untuk mengetahui suhu tubuhnya. Ia sudah diberitahu Viona kalau Franklin mengalami demam, senyum Louisa tersungging saat mengetahui demam pada mantan suaminya itu sudah mulai menurun dan berganti dengan banyaknya keringat yang keluar dari tubuhnya. Tanpa pikir panjang Louisa kemudian mencari sebuah handuk kecil untuk ia gunakan menyeka keringat yang keluar dari tubuh Franklin, Louisa menghentikan kegiatannya saat mendengar suara Franklin menyebut namanya. Walaupun terdengar samar ia masih bisa memahami apa yang dikatakan oleh Franklin.     

"Lou maaf...maafkan aku Lou,"      

"Jangan pergi Lou…"     

"Maafkan aku Lou,"      

Air mata Louisa menetes mendengar perkataan Franklin, ia tak menyangka kalau Franklin akan memanggil namanya saat sedang dalam kondisi tak sadar seperti ini. Dengan tangan bergetar Louisa menyentuh wajah Franklin yang basah dengan keringat.     

"Louisa!!!!"      

Franklin membuka kedua matanya dengan tiba-tiba sambil menjerit nama Louisa dengan keras, nafasnya terengah-engah seperti orang yang baru saja baru saja berlari.      

"Aku disini Frank…aku disini," ucap Louisa dengan cepat sambil meraih wajah Franklin yang sudah dipenuhi keringat.     

"Lou…"      

"Iya Frank, ini aku Frank," jawab Louisa terisak.     

Kedua mata Franklin terbelalak lebar saat melihat Louisa ada di hadapannya, bibirnya bergetar tanpa suara memanggil Louisa.      

"Maafkan aku," cicit Franklin terbata-bata hampir tak terdengar.     

"Jangan bicara dulu, kau tak usah bicara apa-apa Frank. Kau harus istirahat supaya kau lekas pulih" ucap Louisa bergetar menahan tangis.     

"Jangan pergi, aku kesepian," pinta Franklin memelas dengan air mata yang menetes di kedua sudut matanya.     

Mendengar perkataan Franklin membuat Louisa tak bisa menahan tangis, ia langsung memeluk Franklin yang masih berbaring di ranjang lalu menangis sejadi-jadinya. Ia mencurahkan semua kegelisahan dalam hatinya selama 10 hari terakhir ini berpisah dari Franklin dan menyandang gelar sebagai janda.     

"Kau jahat Frank, aku benci padamu... kenapa aku tak bisa melupakanmu, kenapa kau masih terus hidup di dalam hatiku. Aku benci padamu Frank aku benci padamu hu hu hu," ucap Louisa sambil menangis tersedu-sedu.     

"Maafkan aku Lou, aku yang bersalah dalam hal ini aku tak bisa menyadari bahwa kau benar-benar mencintaiku. Berpisah denganmu selama beberapa hari ini benar-benar membuat hidupku hampa, aku tak bisa berpikir dengan jernih Lou, Aku mohon jangan pergi," jawab Franklin lirih.     

"Tapi kita...hhmmpppphh,"      

Louisa tak bisa menyelesaikan perkataannya karena tiba-tiba ia merasa sangat mual, dengan cepat dia bangun untuk duduk dengan tegap sambil menutup mulutnya agar tidak muntah di depan Franklin.      

"Kau kenapa Lou? kau sakit?" tanya Franklin pelan.     

"Aku baik-baik hmmmppphhh,"      

Louisa benar-benar sudah tak bisa menahan rasa mualnya lagi, ia pun langsung berlari menuju kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya meninggalkan Franklin yang masih berbaring di tempat tidur. Dari tempat tidur Franklin bisa mendengar dengan jelas suara Louisa yang sedang muntah muntah di wastafel, karena Luisa tak kunjung keluar dari kamar mandi Franklin pun memutuskan untuk mendekati mantan istrinya itu itu karena khawatir. Dengan menahan rasa pusing yang luar biasa Franklin bangun dari tempat tidurnya dan berjalan perlahan menuju ke kamar mandi sambil berpegangan pada dinding.      

"Kau kenapa nak, kenapa harus muntah sekarang. Apa kau ingin menunjukkan keberadaanmu pada Daddy-mu," ucap Louisa lirih sambil meraba perutnya yang masih rata.     

Deg      

Jantung Franklin berdetak sangat kencang mendengar perkataan Louisa, kedua matanya pun terbuka lebar seketika.      

"Apa maksud perkataanmu Lou..apa kau.."     

"Iya Frank, aku hamil. Usianya sudah empat minggu di dalam sini," jawab Louisa dengan cepat memotong perkataan Franklin terbata-bata sambil menyentuh perutnya.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.