You Are Mine, Viona : The Revenge

Goncangan



Goncangan

0Viona yang tak pernah bangun kesiangan hari ini bangun lewat dari jam 8 pagi, pasalnya tadi malam ia tak bisa tidur sampai jam 2 malam. Ia yang sebelumnya tak pernah bangun kesiangan merasa sangat tidak enak kepada sang ibu dan adik-adiknya karena ia bangun saat matahari sudah tinggi.     
0

"Tak apa Anji, anak-anak yang lain juga bangun kesiangan wajar saja kemarin kan kita seharian sibuk di panti," ucap ibu Agnes pelan sambil memberikan roti yang sudah diolesi selai kepada Viona yang baru bergabung dengannya di meja makan, kemarin memang hampir semua anak-anak di panti beserta para pengurusnya melakukan bersih-bersih didalam dan diluar panti pasca mereka mendapatkan barang-barang baru yang didonasikan oleh Fernando.     

"Iya bu, Anji lelah sekali rasanya," jawab Viona malu.     

"Its ok sayang, lagipula ini akhir pekan. Bukankah kau libur, jadi kau bisa bebas bangun jam berapa nak," sahut ibu Agnes lembut sambil mencubit dagu Viona dengan gemas.     

Viona tersenyum lebar mendengar perkataan sang ibu wakil pengurus panti asuhan kasih yang sangat baik itu, ia lalu menikmati roti yang ada di hadapannya dengan lahap. Setelah ada di meja makan selama hampir 10 menit Viona baru menyadari bahwa sejak tadi ia tidak melihat keberadaan ibu Debora, padahal biasanya setiap pagi ibu Debora selalu berjemur di dekat danau yang ada di belakang halaman panti.      

"Adam membawa ibu Debora ke rumah sakit untuk melakukan pengecekan rutin nak," ucap ibu Agnes tiba-tiba, ia sepertinya bisa membaca apa yang sedang ada dalam pikiran Viona saat ini.     

"Ibu sakit apa bu?" tanya Viona dengan suara meninggi.      

"Bukan sayang, ibu Debora hanya melakukan pengecekan rutin saja seperti yang biasa dilakukan setiap bulan," jawab ibu Agnes dengan cepat.      

"Tapi ini belum ada satu bulan dari terakhir ibu melakukan kontrol, bukankah harusnya masih minggu depan lagi jadwal ibu kontrol ya Bu," ucap Viona dengan cepat sambil mengingat-ingat jadwal terakhir ibu Debora melakukan pengecekan rutin ke rumah sakit yang ada di kota, yang mana membutuhkan waktu empat puluh lima menit perjalanan dari desa Elora.      

Ibu Agnes yang sedang merapikan meja makan tersenyum mendengar perkataan Viona, ia lalu menjelaskan kenapa ibu Debora pergi melakukan check up rutin lebih cepat dari jadwal sebelumnya pada Viona yang terlihat sangat khawatir. Viona sebenarnya tau keadaan ibu Debora dari hanya menyentuh denyut nadinya saja, namun karena ia tak mau menunjukkan jati dirinya yang sesungguhnya kepada semua orang yang ada di panti maka ia hanya bisa diam saja dan mengontrol makan ibu Debora tanpa memberikan masukan-masukan yang sangat dibutuhkan oleh ibu Debora. Viona merasa apa yang dilakukan oleh Adam sudah cukup baik walau ia hanya sebagai dokter umum.      

Viona akhirnya membantu ibu Agnes untuk merapikan meja makan dan mencuci peralatan makan mereka yang sudah digunakan sebelumnya, sedangkan anak-anak panti yang biasanya akhir pekan selalu bermain di luar hari ini memilih tetap berada di dalam panti. Mereka masih senang dengan permainan-permainan baru yang diberikan oleh Fernando di ruang bermain yang ada di sebelah perpustakaan.      

Suara mobil Adam terdengar di halaman panti sehingga membuat Viona langsung berlari ke depan, ia sudah tak sabar mendengar laporan dari Adam mengenai update kondisi kesehatan ibu Debora. Senyuman cantik di wajah Viona mendadak hilang ketika melihat Adam turun seorang diri dari mobilnya dengan wajah yang terlihat sedih.      

"Ada apa kak?" tanya Viona dengan suara bergetar.     

"Ibu,kondisi ibu menurun Anji. Saat ini ibu harus dirawat di ruang ICU," jawab Adam lirih.     

"Ibu...di ruang ICU!!!!bicaralah yang jelas kak aku tak mengerti," ucap Viona dengan suara meninggi.     

Adam yang terlihat lelah berusaha menahan emosinya agar tak meledak saat itu juga, ia terlihat menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan sambil memejamkan mata saat mendengar perkataan Viona.     

Viona yang tak sabar menunggu jawaban Adam nampak mulai meremas-remas jarinya, pasalnya Adam terlihat sedang memperlambat waktu.     

"Kakkk….     

"Kita bicara di danau saja Anji, aku tak mau adik-adik mendengar berita ini," ucap Adam pelan memotong perkataan Viona.     

"Baiklah ayo ke danau," jawab Viona dengan cepat, ia lalu melangkahkan kakinya dengan cepat menuju ke danau sesuai perkataan Adam.     

Adam kemudian berjalan menuju danau mengikuti Viona yang sudah jalan terlebih dahulu, ia terlihat menahan kesedihan di wajahnya saat beberapa anak panti yang menyapa dirinya yang baru sampai.     

 "Dokter mengatakan kondisi ginjal ibu makin buruk Anji dan…     

"Dan apa kak?"tanya Viona tak sabar.     

"Mereka mengatakan usia ibu tak lebih dari satu bulan lagi," jawab Adam menahan tangis dengan suara bergetar.     

"No!!!itu pasti salah kak, ibu tak mungkin separah itu. Bukankah selama ini kita merawat ibu dengan baik, bukanlah transplantasi ginjal yang dilakukan oleh ibu satu setengah tahun lalu berhasil?" tanya Viona bertubi-tubi.     

"Kondisi ginjal hasil cangkok itu memang berhasil pada awalnya, namun melihat kondisi ibu yang sudah tidak muda lagi ditambah dengan komplikasi penyakit lainnya akhirnya ginjal hasil cangkokan itu mulai menolak untuk melakukan tugasnya di tubuh ibu. Kalaupun misalnya kita melakukan pencangkokan lagi hal itu sangat tidak memungkinkan karena kondisi ibu yang sudah tak bisa melakukan operasi besar Anji," jawab Adam berusaha untuk menenangkan Viona yang sudah berkaca-kaca.     

Airmata Viona langsung menetes deras membasahi pipinya tanpa bisa ia bendung, sebenarnya kondisi seperti ini sudah dapat dia prediksi dari beberapa bulan yang lalu di mana waktu itu tiba-tiba ibu Debora pingsan tanpa sebab sehingga membuatnya harus dirawat di rumah sakit. Viona yang merupakan seorang bedah spesialis bisa mengetahui bahwa kondisi tubuh ibu Debora sudah sangat tidak memungkinkan lagi untuk melakukan tindakan medis apapun, apalagi untuk sebuah operasi besar.      

"Lalu apa yang harus kita lakukan sekarang kak tanya Viona pelan sambil menyeka air matanya.     

"Mau tak mau ibu harus ada di ICU Anji dan…     

"Dan apa?" tanya Viona kembali.     

"Dan yang pasti akan membutuhkan uang yang cukup banyak, sedangkan kita tahu bahwa keuangan panti beberapa bulan ini sedang bermasalah. Ditambah lagi adik-adik kita belum membayar uang sekolahnya," jawab Adam lirih sambil memejamkan kedua matanya, selama ini dia adalah satu-satunya orang yang menjadi tulang punggung di panti asuhan itu.      

Mereka tak bisa terus menerus mengandalkan para donatur yang baik hati mau membantu panti, sedangkan gaji yang dimiliki Viona sebagai asisten koki di tempatnya bekerja hanya cukup untuk membeli bahan makanan sehari-hari saja.     

"Kak…     

"Tenanglah Anji, aku akan mencari jalan keluarnya. Kau tak perlu sedih dan takut, akulah yang bertanggung jawab pada kalian," ucap Adam pelan memotong perkataan Viona.     

Air mata Viona justru mengalir makin deras mendengar perkataan sang kakak, ia tau gaji yang dimiliki Adam tidaklah besar. Apalagi di sebuah desa terpencil seperti Elora yang orang-orangnya hidup sederhana.     

"Jangan khawatir Anji, yang pasti saat ini ibu akan menerima perawatan terbaik di rumah sakit. Urusan biaya biarkan aku yang memikirkan," ucap Adam pelan mencoba untuk menguatkan Viona.     

"Iya kak," sahut Viona lirih.     

Adam kemudian meninggalkan Viona di danau, ia harus segera cara memeriksa keuangan panti asuhan untuk menjamin kelangsungan perawatan ibu Debora di rumah sakit.     

Setelah Adam pergi Viona terlihat kembali menangis ia menatap wajahnya yang terpantul di air danau.     

"Apakah KAU ingin mengambil orang-orang tersayangku lagi Tuhan? kenapa KAU tak menginginkan aku bahagia...kenapa tuhannn hiks hiksss… ibuu…     

Bersambung      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.