You Are Mine, Viona : The Revenge

Debora Esteban



Debora Esteban

0Viona yang kini dipanggil Anji di desa Elora memakaikan selimut untuk sang ibu yang baru saja tidur di ranjangnya dengan penuh kasih, ia merapikan selimut tebal untuk membungkus tubuh sang ibu.     
0

"Ibu kenapa sejak tadi melamun? apa yang ibu pikirkan?" tanya Viona lembut.     

"Ibu memikirkan takdir, takdir indah yang membawa pertemuan kita nak," jawab ibu Debora pelan, gurat halus di wajah senjanya terlihat semakin jelas saat ia tersenyum.     

"Takdir," ucap Viona perlahan.     

"Iya, malam itu entah apa yang membuat ibu ingin sekali merapikan file lama ibu sehingga ibu menemukan surat dari kak Maria yang akhirnya membawaku bertemu denganmu anakku," sahut ibu Debora pelan sambil meraba wajah cantik Viona yang terlihat lebih fresh dengan rambut pendek sebahunya.     

Mata Viona berkaca-kaca mendengar perkataan sang ibu, ia lalu mencium penuh hormat ke tangan sang ibu yang sudah berkerut karena dimakan usia.     

"Anji berterima kasih sekali pada ibu dan kak Adam, seandainya malam itu Anji tak bertemu kalian mungkin Anji saat ini sudah…     

"Sttt...tak boleh bicara hal yang jelek, semua yang terjadi sudah digariskan Tuhan dengan sangat indah seperti rencanaNYA. Jadi jangan bicara hal-hal buruk lagi, yang penting saat ini ibu sudah menepati amanat kak Maria untuk menjagamu nak," ucap ibu Debora memotong perkataan Viona sambil meletakkan jari telunjuknya di depan bibir Viona.     

"Iya Bu Anji tau, sekali lagi terima kasih bu sudah menerima Anji," sahut Viona terbata sambil memeluk ibunya dengan erat.     

Di depan pintu Adam Morgan yang sudah melepaskan jas dokter kebesarannya nampak berusaha menahan air matanya agar tak jatuh, di tangannya ia sedang membawa sebuah nampan yang berisi semangkuk sup asparagus buang baru ia buat untuk sang ibu dengan sebotol obat yang sudah rutin diminum ibu Debora.     

"Permisiii…" ucap Adam dengan suara keras, ia berakting seolah tak mendengar apa yang baru saja dibicarakan Viona dan ibunya.     

"Kakak," pekik Viona panik, ia langsung menyeka air mata yang membasahi pipinya.     

"Dasar kau ini, kau yang anak perempuan malah aku yang memasak untuk ibu," sengit Adam pura-pura marah sambil meletakkan sup asparagus buatannya di atas nakas yang ada di samping ranjang ibu Debora.     

Viona hanya meringis mendengar perkataan sang kakak, ia menggaruk rambutnya yang tak gatal dengan perlahan. Persis seperti anak kecil yang ketauan mencuri permen, melihat tingkah Viona membuat ibu Debora memukul lengan Adam dengan perlahan.     

"Jangan menggoda adikmu, dia tadi menemani ibu disini," ucap ibu Debora pelan merespon perkataan Adam.     

"Akh ibu selalu membelanya terus, aku kan juga anak ibu," sahut Adam merajuk.     

"Ibu tak membela siapapun nak, kalian berdua anakku jadi ibu akan memperlakukan kalian secara adil. Lagipula jika ibu meninggal kan kau yang harus…     

"Ibu…!!! jangan bicara seperti itu," jerit Viona dan Adam kompak.     

Ibu Debora tersenyum tipis melihat tingkah kedua anaknya itu, ia lalu membuka lebar tangannya meminta Viona dan Adam datang kepelukannya. Dengan penuh kasih ibu Debora memeluk Viona dan Adam yang ada disamping kanan dan kirinya.     

"Kalian harus ingat satu hal, walau kalian tak sedarah tapi kalian adalah kakak beradik. Kakak adik harus saling menjaga, menyayangi, dan melindungi apapun yang terjadi. Sebagai kakak tertua di panti asuhan ini ibu harap kalian berdua bisa memberi contoh pada adik-adik kalian," ucap ibu Debora lembut sambil membelai-belai rambut Viona dan Adam.     

"Iya bu Anji tau," jawab Viona pelan dengan suara parau.     

"Adam mengerti bu, untuk itu ibu harus ada terus bersama kami. Umur ibu akan panjang, kita akan bersama terus bersama menjaga panti asuhan ini," imbuh Adam menimpali perkataan Viona.     

"Rasanya kalau misalkan ibu dipanggil sekarang ibu sudah siap, memiliki kalian berdua disini sudah membuat ibu tenang. Ibu tak akan sedih lagi meninggalkan anak-anak, ibu tak akan…     

"Ibuuuu Anji kan sudah bilang, jangan bicara seperti itu. Ibu akan panjang umur, jadi jangan bicara seperti itu," jerit Viona dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.     

"Adam tak mengijinkan ibu pergi, ibu akan terus bersama kami disini. Jadi ibu jangan bicara seperti itu lagi, ya sudah sekarang ibu makan dulu sup buatan Adam dan minum obat setelah itu ibu istirahat," ucap Adam pelan sambil bangun dari ranjang dan duduk ke kursi yang ada di samping ranjang sang ibu.     

Viona pun langsung bangun mengikuti langkah sang kakak, ia kemudian membantu ibunya untuk bangun untuk membantu sang ibu makan malam. Dengan telaten Viona menyuapi ibunya itu, Adam hanya tersenyum melihat sang ibu dilayani dengan baik oleh Viona. Tak lama kemudian semangkuk sup asparagus buatan Adam pun habis, Viona pun menyeka bibir sang ibu menggunakan sapu tangan sedangkan Adam langsung memberikan ibunya obat yang harus diminum setelah makan. Ibu Debora memiliki riwayat jantung koroner oleh karena itu ia harus minum obat untuk membantunya tetap bertahan dengan dua ring yang terpasang di jantungnya.     

Setelah meminum obatnya ibu Debora pun tertidur karena efek obat yang ia minum, Viona menyelimuti tubuh sang ibu dengan selimut secara perlahan ia lalu keluar dari kamar ibunya dan berjalan keluar menuju Adam yang sudah menunggunya di depan pintu.     

"Ikut aku Anji," ucap Adam pelan.     

"Kemana?" tanya Viona penasaran.     

"Tunggu aku di kursi belakang, aku meletakkan nampan ini terlebih dahulu di dapur," jawab Adam dengan cepat.     

Viona menganggukan kepalanya perlahan, ia lalu berjalan menuju pintu belakang dan duduk disebuah kursi yang ada di balkon belakang. Pemandangan di belakang panti asuhan kasih langsung menghadap danau.      

"Ini obatmu Anji," ucap Adam pelan sambil menyodorkan obat pereda datang bulan pada Viona yang sudah duduk di kursi.     

"Kak…     

"Ini sudah tanggal 15, bukankah setiap tanggal 16 kau datang bulan," sahut Adam pelan sambil duduk di kursi yang ada di sebelah Viona dengan meletakkan dua gelas teh hangat diatas meja.     

Viona menggenggam obat yang diberikan Adam, sudah sepuluh bulan ini ia selalu tersiksa setiap datang bulan. Ia bahkan bisa sampai terguling-guling ditempat tidur saat sedang datang bulan.      

"Terima kasih kak," ucap Viona pelan.     

Adam mengangguk kepalanya perlahan sambil menikmati teh yang ia buat.      

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini Anji?" tanya Adam perlahan mengalihkan pembicaraan, Viona selalu sedih saat mengingat datang bulannya.     

"Baik kak, pengunjung restoran tak terlalu banyak seperti kemarin. Jadi aku tak terlalu lelah," jawab Viona sambil tersenyum.     

"Baguslah, kalau kau jenuh bekerja di restoran bilang padaku Anji," ucap Adam singkat.     

"Tidak kak, aku senang bekerja di restoran," sahut Viona dengan cepat, ini adalah keenam kalinya ia pindah bekerja karena selama bekerja di tempat sebelumnya ia selalu diganggu oleh para bosnya.      

Hal itu menjadi salah satu masalah terbesar baginya yang kesulitan mencari kerja, pasalnya ia tak punya identitas apapun. Oleh karena itu ia hanya bisa bekerja di tempat-tempat yang tak membutuhkan ijasah akan tetapi masalahnya adalah setiap ia bekerja di tempat baru para atasannya selalu mengganggunya, karena terpesona akan kecantikan Viona yang memang akan membuat pria manapun terpesona.     

Namun karena Adam yang seorang dokter dan sangat dipandang di desa Elora para pengganggu Viona tak bisa berbuat lebih jauh, jadi setiap Viona merasa tak nyaman bekerja di tempat mereka maka Viona akan langsung berhenti. Padahal Viona bekerja sebagai kasir di restoran mereka yang menggunakan pakaian tertutup namun tetap saja mereka terpancing karena melihat wajah dan tubuh Viona yang semampai bak model, oleh karena itu ditempat kerja barunya ini Viona merasa nyaman walau ia harus bekerja sebagai seorang asisten koki dimana restoran tempatnya bekerja saat ini semuanya adalah perempuan dan ini adalah sebuah keuntungan bagi Viona.     

Viona tak memberitahu Adam apa pekerjaannya dulu di kota, ia juga tak memberi tau siapa nama suaminya. Karena bagi Viona ia sudah tak mau mengingat-ingat orang di masa lalunya itu, Adam pun hanya sekali menanyakan tentang masa lalu Viona karena penasaran. Namun saat melihat Viona sedih karena pertanyaannya Adam tak pernah membahas itu lagi, padahal ia sangat penasaran dan ingin tau siapa laki-laki tak bertanggung jawab yang membuat Viona pendarahan saat ia pertama kali bertemu sepuluh bulan yang lalu di depan makam ibu Maria.     

"Besok pagi aku akan kejora, apa kau mau ikut denganku Anji?" tanya Adam dengan perlahan membuyarkan lamunan Viona.     

"Ke kota, kakak mau apa ke kota?" tanya balik Viona kaget.     

"Aku harus mengambil beberapa obat-obatan dari rumah sakit disana, stok obat di klinik menipis Anji," jawab Adam jujur sambil memberikan daftar obat yang kosong pada Viona.     

"Kau ikut denganku untuk membawa obat-obatan itu Anji," ucap Adam menambahkan perkataannya yang sebelumnya.     

"Kak besok tanggal 16, bagaimana kalau kau menggila saat di kota. Kakak bisa pergi dengan kak Steffi saja," jawab Viona tergagap.     

"Ya Tuhan kenapa aku bisa lupa, ya sudah besok aku pergi saja dengan Steffi kau dirumah saja bersama ibu. Besok kau libur kan?" tanya Adam tanpa rasa bersalah.     

"Iya kak...aku akan dirumah bersama ibu," jawab Viona dengan cepat.     

"Ya sudah aku tidur dulu Anji, kau cepatlah tidur jangan terlalu lama diluar,"ucap Adam pelan berpamitan pada Viona sambil menguap.     

Viona menganggukan kepalanya perlahan merespon perkataan sang kakak, tak lama kemudian Adam pun masuk ke dalam rumah meninggalkan Viona yang masih duduk di bangku menikmati segelas teh hangatnya.     

Setelah Adam masuk kedalam rumah Viona memejamkan matanya perlahan sambil bersandar pada kursi, perlahan ia meraba perutnya yang rata.     

"Sudah sepuluh bulan kau pergi nak, apa kabarmu di surga? kau pasti bahagia kan…" ucap Viona lirih sambil membuka matanya perlahan, kedua matanya berkaca-kaca mengingat peristiwa berdarah dimana ia keguguran malam itu.      

"Mommy juga bahagia disini nak, kau juga harus bahagia disana...terus jaga mommy dari atas ya jagoan," isak Viona terbata dengan air mata yang sudah membanjiri wajahnya.     

Tanpa Viona tau dipintu Adam masih berdiri dan mendengar semua perkataan Viona, ia menghela nafas panjang sambil menatap sendu ke arah Viona.     

"Buka sedikit hatimu untukku Anji…" ucap Adam tanpa sadar.     

Bersambung      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.