You Are Mine, Viona : The Revenge

Fake wound



Fake wound

0"Apa aku boleh datang berkunjung ke apartmentmu suatu saat nanti, Kate?"     
0

Kate tersenyum. "Tentu saja boleh, tapi asal kau tak masalah datang ke apartemen sederhanaku."     

Denise terkekeh. "Akh rumahku juga biasa saja, jangan merendah seperti itu."     

"Aku tidak merendah, aku bicara fakta. Secara untuk menghilangkan bekas luka diwajahku saja aku tak mampu, apalagi harus menyewa apartemen yang mahal."     

Senyum di wajah Denise menghilang, ia kemudian mendekati Kate yang sudah berdiri didepan lokernya. "Aku berteman denganmu bukan karena kau anak orang kaya atau bukan, jadi jangan berkata seperti itu. Dan untuk bekas lukamu itu aku bisa membantu jika kau mau, aku punya kenalan seorang dokter bedah plastik. Jika kau mau aku bisa mengantarmu menemuinya."     

"Tidak, terima kasih tawaranmu Denise. Untuk saat ini aku sama sekali tak berpikir untuk menghilangkan bekas luka di wajahku ini, aku justru sudah mulai menikmatinya dan aku juga belum punya pikiran sama sekali untuk menghilangkannya. Lagipula seperti yang dokter Benny katakan tadi sebelumnya bahwa menjadi seorang dokter tidaklah memerlukan wajah yang cantik, karena itu aku tak mau menghilangkan bekas luka di wajahku ini untuk sementara waktu,"jawab Kate sambil tersenyum.     

"Baiklah kalau itu maumu, aku tak akan memaksa. Tapi jika suatu saat nanti kau berubah pikiran jangan lupa langsung hubungi aku, karena aku akan dengan senang hati mengantarmu ke sana,"ucap Denise penuh semangat.     

"Pasti, pasti aku akan melakukan itu Denise."     

Denise tersenyum lebar. "Ya sudah ayo kita berganti baju, malam ini aku ada janji menonton film bersama kakakku. Kalau kau tak ada kesibukan mungkin kau bisa bergabung dengan kami, Kate."     

"Tidak Denise, aku tak mau mengganggu quality time kalian. Aku juga sebenarnya masih memiliki beberapa pekerjaan yang harus aku selesaikan di apartemen, jadi untuk saat ini aku minta maaf belum bisa bergabung denganmu,"jawab Kate lembut menolak tawaran Denise.     

"It's ok, don't worry."     

Kate tersenyum lebar mendengar perkataan Denise, ia pun kemudian berganti pakaian untuk bersiap pulang. Denise pun juga melakukan hal yang sama, saat sedang mengancingkan kemejanya tiba-tiba ponsel yang ia letakkan di dalam loker berdering.      

"Iya, aku akan segera keluar Xander. Jangan ganggu aku, semakin lama kalian menghubungi aku maka semakin lama juga aku selesai,"pekik Denise dengan keras saat ia tersambung dengan sang kakak yang baru saja menghubunginya.      

Kate menggelengkan kepalanya melihat tingkah teman barunya, setelah selesai berganti pakaian Denise pun mengajak Kate keluar bersama dari rumah sakit menuju ke pintu samping yang merupakan pintu khusus para staf rumah sakit. Saat melihat sebuah mobil Range Rover berwarna hitam yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri Denise melambaikan tangannya.      

"Itu kakakku, ya sudah aku pulang ya Kate. Sampai jumpa besok."     

"Sampai jumpa besok Denise,"jawab Kate dengan setengah berteriak pada Denise yang sudah berlari menjauh darinya menuju mobil yang sedang terparkir itu.      

Begitu Denise masuk ke dalam mobil ia membuka kaca mobil dan melambaikan tangannya kepada Kate yang masih berdiri di tempatnya, Kate pun membalas lambaian tangan Denise sambil tersenyum. Kate baru meninggalkan tempat itu tak lama setelah mobil yang membawa Denise sudah tak terlihat lagi di pandangannya, dengan menggunakan bus Kate kembali ke apartemennya. Saat duduk seorang diri di bangku paling belakang Kate meraba wajahnya dan perlahan menarik sesuatu yang menempel pada wajahnya, luka yang ada di wajah Kate ternyata adalah sebuah luka palsu. Tanpa ada tempelan luka palsu itu Kate terlihat sangat cantik.      

"Aku sudah bergabung dengan Global Bros, semoga saja dengan ini aku bisa menunjukkan pada ayahmu bahwa aku pantas untuk mendampingimu. Pantas untuk menjadi bagian dari keluargamu,"ucap Kate dalam hati, tangannya terkepal kuat saat mengingat perpisahannya dengan sang kekasih yang terjadi beberapa tahun yang lalu.      

****     

Di dalam mobil Denise terlihat sangat bersemangat sekali menceritakan hari pertamanya bekerja di rumah sakit milik keluarganya kepada kedua kakak kembarnya yang duduk berhadapan dengannya, meski sebenarnya hari ini Aaric dan Abby sangat lelah pasca berkutat dengan tumpukan dokumen penting yang berkaitan dengan proyek mega besar Endurance Corporation di Mesir namun keduanya tetap sabar mendengarkan cerita sang adik. Keduanya bahkan juga tak menolak ketika diajak oleh Denise pergi ke bioskop, meski tubuh dan otak mereka sangat lelah namun Abby dan Aaric tak mau mengecewakan adik kesayangan mereka satu-satunya itu.      

"Dan aku punya seorang teman baik hati, tapi aku merasa kasihan kepadanya,"ucap Denise pelan, nada bicaranya terdengar sedih.      

"Kasihan? Kasihan kenapa?"tanya Abby singkat.      

Denise menghela nafas panjang. "Namanya Kate, dia sangat baik dan lembut. Hanya saja ia memiliki satu kekurangan di wajahnya yang membuatnya langsung menjadi bahan olokan di hari pertamanya bekerja hari ini."     

"Ada masalah apa di wajahnya?"Aaric ikut bertanya.      

"Dia memiliki luka yang cukup dalam di wajahnya dan terlihat sangat jelas, bagi seorang gadis memiliki luka seperti itu di wajah adalah sebuah malapetaka karena dia pasti akan menjadi bahan pergunjingan banyak orang dan itu benar-benar terjadi di depan mata kepalaku sendiri. Aku melihat dengan jelas bagaimana Kate mendapatkan cemooh dari keluarga pasien yang kami kunjungi, bahkan salah satu diantara mereka sempat mendorong Kate agar menjauh karena takut luka di wajah Kate akan menular. Padahal jelas-jelas sekali luka di wajah Kate itu adalah luka bekas sayatan benda tajam bukan karena suatu penyakit dan hal itu membuatku kasihan padanya, kalau di rumah sakit tempatnya bekerja saja dia sudah mendapatkan penolakan seperti itu apalagi saat sedang berada di luar. Aku tak bisa membayangkan bagaimana rasanya menjadi Kate,"jawab Denise lirih.      

"Kalau kau kasihan padanya bawa saja ke dokter bedah plastik, minta dokter bedah plastik itu untuk memperbaiki wajahnya. Aku yakin dengan teknologi yang sudah sangat canggih, luka seperti itu akan mudah sekali dihilangkan dalam waktu sekejap,"sahut Abby dengan cepat.     

"Iya benar, ajak saja temanmu itu ke dokter bedah plastik." Aaric ikut menimpali perkataan sang kakak.      

Denise menggeleng. "Aku sudah menawarkan bantuan untuk mengajaknya pergi ke dokter bedah plastik, namun dia menolak. Kate mengatakan ia tak membutuhkan itu, ia sudah nyaman dengan luka di wajahnya dan..."     

"Dan apa?"     

"Dan dia tak punya uang untuk pergi ke dokter, Xander." Denise menjawab pertanyaan Abby dengan suara parau.      

"Dia miskin?"pekik Abby dan Aaric kompak.      

Denise yang kesal langsung melayangkan tangannya ke paha kedua kakaknya. "Jangan bicara seperti itu, dia temanku!!!"     

Aaric dan Abby meringis merasakan panas di pahanya masing-masing yang baru saja terkena tamparan dari Denise yang tak suka Kate disebut miskin, sebenarnya bekas tamparan Denise tak benar-benar sakit. Aaric dan Abby hanya berpura-pura saja untuk mencari iba dari Denise yang ternyata tidak terlihat iba sama sekali pada kedua kakaknya.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.