You Are Mine, Viona : The Revenge

Terpikat



Terpikat

Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit Kate masih sedikit terganggu dengan cerita Denise, entah mengapa ia merasa tak nyaman dengan konsep perjodohan seperti itu disaat jaman sudah sangat maju seperti saat ini. Kate tak tahu kenapa ia merasa tak tenang dengan cerita Denise, padahal ia sama sekali tak mengenal orang yang Denise sebut dalam ceritanya. Pasalnya Denise hanya menyebut dengan sebutan 'kakak' tidak menyebut namanya.     

"Akhirnya sampai juga, ayo turun, Kate. Aku sudah tak tahan ingin buang air kecil,"ucap Denise dengan cepat sambil terburu-buru melepas sabuk pengaman di tubuhnya.     

Kate yang sedang melamun langsung tersadar saat mendengar perkataan Denise, secara spontan ia menoleh ke arah Denise yang duduk dibangku kemudi.     

"Ayoo aku sudah tak tahan ingin ke toilet..."     

"Pergilah dulu, aku menyusul. Jangan sampai kau buang air kecil disini,"sahut Kate terkejut.     

Denise menganggukkan kepalanya dengan cepat, tanpa bicara lagi Denise pun langsung keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah sakit meninggalkan semua barangnya bersama Kate yang masih ada didalam mobil. Melihat tingkah sahabatnya Kate hanya tersenyum, karena jam kerjanya sudah hampir tiba Kate pun bergegas turun dari mobil setelah merapikan semua barang-barang pribadi Denise kedalam tasnya.     

Saat Kate baru saja mengunci mobil kesayangan Denise tiba-tiba terlihat beberapa mobil mewah masuk ke area rumah sakit, kedua mata Kate pun menyipit mencoba melihat siapa yang datang. Akan tetapi karena ia tak sedang memakai softlens alhasil Kate tak bisa melihat jelas, saat ini ia pun sedikit kesulitan menggunakan kacamata pasalnya kedua tangannya sudah penuh dengan barang-barang. Sementara kacamatanya saat ini tergantung di baju yang dia gunakan. Karena frustasi dengan keadaannya saat ini, Kate akhirnya memilih untuk segera pergi dari area parkir untuk masuk kedalam rumah sakit.     

Ketika Kate hampir sampai dipintu masuk Denise terlihat datang menghampiri Kate dengan tersenyum lebar, ia nampak lega bisa membuang urin setelah menahannya selama hampir lima menit di dalam mobil.      

"Sudah?"tanya Kate pelan pada Denise yang sedang mengambil barang-barangnya dari tangan Kate.     

Denise tersenyum. "Hampir saja, Kate. Coba aku tadi tak berlari, mungkin saja aku sudah mengompol."     

Kedua mata Kate membulat sempurna. "Makanya jangan dibiasakan menahan buang air kecil dokter Denise, anda tahu bukan bahaya dari menahan buang air kecil?"     

"Siap dok, saya mengerti. Tadi juga karena darurat, dok,"jawab Denise dengan cepat.     

"Aku serius, Denise!"sentak Kate dengan suara meninggi.     

Alih-alih menyesal karena dimarahi, Denise justru tertawa dan langsung memilih pergi dari hadapan Kate menuju ruang ganti. Kate pun hanya bisa menghela nafas panjang dan meneruskan langkahnya menuju ruang ganti untuk bersiap, karena Denise dan Kate termasuk gadis yang tak suka menggunakan make up tebal waktu mereka untuk bersiap pun hanya sebentar. Apalagi Kate yang notabene mempunyai kulit putih bersih seperti orang Asia timur yang menuruni sang ibu, Kate hanya menggunakan sedikit lipbalm pada bibirnya agar tak tak terlalu pucat meskipun jika sudah masuk ke ruang tindakan ia menggunakan masker medis tetap saja saat baru datang ia merias sedikit wajahnya.     

Kate mengingat jelas kegaduhan yang terjadi dua tahun lalu, saat dimana ia melepas luka palsu pada pipinya. Semua rumah sakit menjadi heboh, bahkan Denise sekalipun. Ia tak percaya selama ini Kate ternyata menyembunyikan kecantikannya dan tentu saja yang paling parah adalah Gloria dan teman-temannya. Mereka menuduh Kate melakukan operasi plastik karena biaya hidupnya dijamin rumah sakit, tentu saja gosip itu langsung menyebar luas dan lagi-lagi Denise marah besar dan hampir berkelahi dengan Gloria kalau saja tak dihalangi oleh beberpaa dokter lainnya. Sampai akhirnya lagi-lagi Gloria dan teman-temannya yang menyebarkan gosip tidak benar itu harus menelan pil pahit, karena ia harus meminta maaf pada Kate dan Denise dihadapan semua orang.     

"Sepertinya hari ini rumah sakit memiliki pasien penting, Denise,"ucap Kate pelan saat berjalan meninggalkan ruang ganti.     

Denise yang baru memakan permen pelega tenggorokan langsung menoleh ke arah Kate. "Tahu dari mana ada pasien penting?"     

"Tadi diluar ada banyak mobil bagus masuk ke area rumah sakit, tapi aku tak tahu siapa yang datang karena aku tak memakai kacamata,"jawab Kate sambil tersenyum.     

Denise langsung menghela nafas panjang. "Sepertinya kita akan menghabiskan weekend kita di rumah sakit lagi, Kete."     

Kate terkekeh. "Kalau tak dirumah sakit kau mau dimana? Di kampus dengan puluhan buku-buku tebal itu?"     

"Ishhh...kau menyebalkan sekali, tentu saja aku memilih berada di rumah sakit. Tapi tetap saja, Kate. Aku ingin sekali merasakan libur akhir pekan bersamamu, aku ingin shopping. Aku butuh salon untuk merawat rambutku,"jawab Denise kesal.     

Kate melingkarkan tangannya ke pundak Denise. "Sabar, akan datang masa itu untuk kita. Percayalah semua pengorbanan kita tak akan sia-sia, Denise."     

Denise kembali menghela nafas panjang, ia benar-benar kesal dan marah. Sudah hampir satu bulan ini ia belum pergi ke mall untuk memanjakan dirinya, ujian dikampus dan banyaknya pekerjaan dirumah sakit membuatnya harus lebih banyak menghabiskan waktu di apartemen bersama Kate. Hal itu ia lakukan untuk menjaga tubuhnya agar tak sakit, pasalnya Kate melarangnya untuk bepergian. Denise salah pergitungan, ia kira dengan tinggal satu apartemen bersama Kate ia bisa bebas. Akan tetapi kenyataannya justru sebaliknya, Kate justru lebih cerewet dari kedua orangtuanya dan parahnya lagi Denise tak bisa membantah perkataan Kate tak seperti saat ia menghadapi kedua orang tuanya.     

Obrolan singkat Kate dan Denise pun berakhir saat mereka tiba di ruang IDG, pasalnya saat ini diruangan itu sedang penuh sekali pasien yang sedang mendapatkan penangannya.     

"Akh kalian sudah datang, ayo bantu kami tolong pegang pasien yang belum mendapatkan penanganan,"ucap dokter Robert dengan keras saat ia melihat Kate dan Denise.     

"Baik dok,"jawab Denise dan Kate kompak.     

Keduanya pun langsung bekerja secara terpisah, meski belum diizinkan melakukan operasi namun keduanya sudah bisa menangani pasien yang tidak membutuhkan operasi besar seperti saat ini. Di bantu para suster Denise dan Kate bekerja dengan sangat baik, meskipun sebelumnya Denise mengeluh namun pada saat sudah mulai bekerja ia menjadi sangat profesional sekali. Dan hal itu diakui oleh Kate yang kemampuannya diatas Denise.     

Saat Denise dan Kate melakukan tugasnya Viona dan beberapa dokter lainnya baru datang, mereka yang baru selesai meeting dan bersiap pulang kaget saat mendengar ruang IGD kedatangan puluhan orang yang menjadi korban kecelakaan kerja di sebuah proyek.     

"Kedua dokter muda itu benar-benar cekatan, sok,"ucap dokter Cecilia pelan pada Viona.     

Viona tersenyum bangga. "Iya, aku semakin bangga pada mereka. Disela-sela waktu belajar yang padat tetap bisa bekerja dengan profesional."     

Profesor Frank yang baru bergabung lalu menepuk dadanya penuh kebanggan. "Siapa dulu ayahnya, seorang Willan tak mungkin mengecewakan."     

Viona dan dokter Cecilia tersenyum tipis mendengar guyonan profesor Frank, sementara dokter Louisa hanya diam dan menatap penuh bangga pada putrinya yang sangat jarang pulang itu.     

"Denise semakin dewasa sejak mengenal dokter Katerine itu, aku bangga padanya. Putriku yang manja sudah berubah,"ucap dokter Louisa lirih.     

"Iya kau benar, aku juga merasa seperti itu dok. Kedatangan dokter Katerine membuat Denise menjadi sangat dewasa,"sahut dokter Cecilia kembali.     

Dokter Louisa menyeka air mata yang menetes diwajahnya. "Iya, putriku sudah besar sekarang. Dia sudah sangat bertanggung jawab, aku sangat bahagia."     

Mendengar perkataan sang istri profesor Frank langsung melingkarkan tangannya kepundak dokter Louisa, ia pun merasa ikut bangga akan perubahan sikap Denise.     

Viona hanya tersenyum mendengar percakapan mereka, ia terus fokus pada Kate yang sedang bekerja. Viona mulai tertarik pada Kate, pasalnya melihat Kate bekerja membuat Viona teringat akan dirinya puluhan tahun yang lalu.     

"Gadis yang pintar,"ucap Viona dalam hati dengan terus menatap Kate tanpa berkedip.     

Berambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.