You Are Mine, Viona : The Revenge

Guncangan pertama



Guncangan pertama

0Saat Kate sudah terlelap dalam tidurnya Aaric masih berkutat dengan laptopnya, Aaric memeriksa pekerjaan yang selama bulan madu ia titipkan pada Abby karena besok pagi ia akan kembali bekerja setelah kemarin istirahat satu hari di rumah pasca kembali dari perjalanan jauh.     
0

Ketika sedang fokus membaca kembali beberapa pekerjaan yang sudah diselesaikan Abby tiba-tiba saja ponselnya berdering cukup keras, karena sedang serius dengan pekerjaannya Abby langsung menerima panggilan itu tanpa melihat siapa yang menghubunginya.     

"Halo.."     

"Hi Aaric, setelah bertahun-tahun kau tidak melupakan aku, bukan?"     

Kertas yang dipegang Aaric langsung jatuh begitu ia mendengar suara itu, otaknya langsung terhubung ke pesan yang sebelumnya ia terima.     

"Siapa ini?" Aaric mencoba tenang meski ia sudah bisa menebak siapa yang sedang berbicara dengannya.     

"Seorang gadis yatim piatu yang diperalat Adam Collins untuk membunuhmu dan ayahmu."     

Kedua mata Aaric membulat sempurna, kalau sebelumnya ia masih tak yakin dengan Elsa Wesley kini Aaric semakin yakin. Pasalnya hanya Elsa lah yang tahu siapa Adam Collins dan apa tujuan Adam Collins saat itu.     

"Kenapa diam, Aaric? Apa kau juga sudah menganggap aku mati setelah kecelakaan mobil saat itu, hm?"     

"Dari mana kau tahu nomor ponselku, Elsa?"tanya balik Aaric pelan, Aaric tak mau membuat Kate terbangun dari tidurnya.     

Di ujung telepon Elsa tertawa. "Aku dididik Adam Collins untuk menjadi mesin pembunuhnya, Aaric. Hal-hal semacam ini sudah ada diluar kepalaku, hanya dengan memasukkan namamu saja aku sudah berhasil mendapatkan nomor ponsel yang selalu kau gunakan untuk beraktivitas selama ini. Apa kau mau aku mencari tahu juga soal istri cantikmu itu, supaya kau yakin aku adalah Elsa Wesley yang tubuhnya sudah kau nikmati?"     

"How dare you!!"pekik Aaric dengan keras kelepasan bicara. "Jangan berani macam-macam kau Elsa, masalah kita tak ada hubungannya dengan istriku. Lagipula kita juga sudah tak terlibat hubungan apapun sejak saat kau pergi meninggalkan apartemenmu setelah kita menghabiskan malam di hotel, lalu kenapa kau kini muncul kembali dan mengusik hidupku?"     

Elsa tertawa geli, suaranya bahkan sangat terdengar jelas ditelinga Aaric yang kini sudah berdiri dibalkon kamarnya. Aaric memilih keluar dari kamar karena tak mau membuat Kate terganggu.     

"Aku datang karena aku ingin meminta pertanggung jawabanmu, Aaric. Kau sudah mendapatkan kesucianku, kau menikmatinya dengan sangat rakus malam itu. Apa kau lupa malam itu kau melakukan berapa kali? Apa perlu aku ingatkan lagi bagaimana beringasnya kau malam itu sampai membuatku kesakitan, padahal itu adalah hubungan seks pertamaku,"ucap Elsa panjang lebar mengungkit masa lalunya bersama Aaric.     

"Tidak, hubungan itu terjadi bukan karena keinginanku semata. Kau yang memaksaku, kau yang menyerahkan diri padaku. Jadi kau tak bisa meminta pertanggung jawaban dariku, lagipula kejadian itu sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu."Aaric langsung menyangah ucapan Elsa yang menekannya, memita pertanggung jawaban darinya.     

Sekali lagi Elsa tertawa. "Tapi kau harus tetap bertanggung jawab, Aaric. Aku sampai saat ini masih setia menunggu itikad baikmu, kalau kau tak juga menyelesaikan masalah ini maka jangan salahkan aku jika istrimu yang cantik itu mengetahui rahasia kecil kita."     

"Coba saja, istriku bukanlah wanita yang berpikiran sempit. Dia tak akan terpengaruh akan semua itu, apa yang terjadi diantara kita berdua terjadi jauh sebelum aku bertemu dengan istriku. Jadi percayalah istriku tak akan terpengaruh olehmu, dia pasti akan mengasihanimu yang masih belum move on dari apa yang terjadi diantara kita. Saranku adalah lebih baik kau jalani hidupmu dengan baik, Elsa. Kau sudah pernah dimanfaatkan Adam Collins untuk berbuat bodoh, kali ini aku harap kau bisa tahu apa yang baik dan tidak untukmu. Jangan ulangi kesalahan yang sudah kau lakukan dulu dan karena istriku sudah selesai memakai skincare malamnya aku ingin segera tidur. Dia sudah memanggilku, selamat malam dan sampai jumpa."     

Aaric langsung menutup telepon dari Elsa dan mematikan ponselnya, kembali berbicara dengan Elsa yang sudah mengungkit masa lalu mereka membaut Aaric kesal.     

"Kau yang menyerahkan diri padaku malam itu, Elsa. Jadi kau tak bisa menuntutku untuk bertanggung jawab atas semua yang terjadi, apalagi saat ini aku sudah bersama Kate,"ucap Aaric pelan saat berjalan masuk kedalam kamarnya lagi untuk bergabung dengan Kate di tempat tidur.     

Sama seperti Aaric yang belum bisa tidur karena memikirkan Elsa, wanita yang berasal dari masa lalunya. Abby juga merasakan hal yang sama, Abby memikirkan Clarine sekretaris barunya yang Abby yakini sebagai Florence gadis yang ia renggut kesuciannya di The Hug. Meski sebenarnya Abby tak merebut kesuciannya dalam arti sebenarnya, karena malam itu Florence datang bersama Oliver. Bukan dirinya yang memperkosa Florence.     

Meski Abby belum bertanya langsung pada Clarine soal kejadian di The Hug, tapi sebagai pria yang sudah meninggalkan banyak bekas di tubuh wanita yang sudah melayaninya Abby yakin 100% kalau sekretaris barunya itu adalah gadis yang ia temui di The Hug. Yang saat ini mengganggu Abby adalah bagaimana gadis yang memiliki pendidikan tinggi seperti Clarine bisa terjebak di The Hug, sejak tadi dalam perjalanan pulang Abby terus memikirkan hal itu. Beruntung pada saat makan malam tadi ia berhasil menghilangkan pikiran soal Clarine, karena jika tidak mungkin saja kegelisahannya itu akan diketahui oleh Natalie yang sebentar lagi akan ia nikahi.     

Saat sedang memikirkan Clarine tiba-tiba saja Natalie merintih dan memanggil ibunya berkalli-kali sehingga membuat lamunan Abby hilang, dengan cekatan Abby mendekati Natalie yang sedang bermimpi buruk.     

"Mommy!!!"jerit Natalie dengan keras sebelum akhirnya ia terbangun dari mimpi buruknya dan langsung disambut pelukan hangat oleh Abby yang sudah bersiap.     

"Ssttt...tenang sayang...tenang...ini aku."Abby mencoba untuk menenangkan Natalie dengan lembut.     

Begitu kesadarannya kembali 100% Natalie langsung menangis, kembali memimpikan sang ibu membuat Natalie bersedih. Apalagi kehidupan mereka terbilang sangat tidak baik pada masa-masa terakhir hidup sang ibu. Natalie bersedih karena tak mampu membuat ibunya mendapatkan perawatan terbaik di rumah sakit saat itu.     

Dengan lembut Abby menyeka air mata Natalie yang sudah membasahi pipinya. "Saat ini ibumu sudah tenang di surga, dia sudah tak merasakan sakit lagi. Jadi kau tak perlu terus mengingat apa yang terjadi pada saat ibumu sakit, Nate. Aku yakin ibumu juga pasti tidak akan senang melihatmu terus meratapi kepergiaannya, karena percayalah ibumu pasti tak senang kau terus mengingat masa-masa itu."     

"Benarkah?"     

"Iya, ibumu saat ini sudah tidak sakit lagi di sisi Tuhan. Kalau kau terus mengingat pada saat ia kesakitan maka ibumu akan sedih, kau tak mau bukan membuat ibumu sedih?"     

Natalie menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tentu saja aku tak mau, Xander. Aku tak mau huhuhu..."     

"Ya sudah kalau begitu mulai saat ini jangan ingat-ingat kembali, doakan saja ibumu tenang disurga. Sekarang yang perlu kau pikirkan adalah aku, hanya aku satu-satunya orang yang harus kau pikirkan."     

Natalie mendesah lirih saat Abby menyetuh dadanya, meski Abby sudah menyentuhnya berkali-kali namun tetap saja setiap sentuhan yang diberikan pria itu akan membuatnya menggila.     

"I want you, Nate,"bisik Abby serak dikuasai nafsu. "Kau sudah membuatku berpuasa lama sekali."     

"Hanya satu minggu, aku hanya datang bulan satu minggu, Xander,"jawab Natalie lirih.     

Abby mengangkat wajahnya dan menatap Natalie dengan mata yang penuh hasrat. "Lebih dari satu minggu, apa kau tak ingat saat kau menginap bersama Mommy di Las Vegas, hm?"     

"I-itu aku.."     

Ucapan Natalie tertinggal diudara karena bibirnya sudah dilumat oleh Abby yang sudah dikuasai hasrat yang menggebu-gebu.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.