You Are Mine, Viona : The Revenge

Sumpah setia



Sumpah setia

0Akhirnya hari penuh perjuangan untuk Aaric berakhir, ia benar-benar sangat menahan diri agar tak tertidur meski kedua matanya sangat berat sekali. Saat Aaric masih meletakkan kepalanya diatas meja ia tak sengaja melihat ke arah pintu dan terkejut saat melihat cara berjalan Elsa dari belakang, entah bagaimana ia merasa pernah melihat seseorang yang berjalan mirip dengan Elsa.      
0

"Dimana aku melihat sosok itu."     

Aaric bergumam lirih saat Elsa sudah menghilang dari balik pintu, suara dering ponsel yang berada dalam saku bajunya akhirnya membuat Aaric tersadar.      

"Bicaralah Loren,"ucap Aaric pelan saat menerima panggilan masuk dari salah satu bodyguard kepercayaannya itu.     

"Keluarlah tuan, anda harus melihat ini,"jawab Loren dengan suara cukup keras.      

"Ada apa?"     

"No, anda harus melihatnya secara langsung. Tak seru kalau saya bicara di telepon,"jawab Loren kembali memotong perkataan Aaric dengan berani.      

Satu alis Aaric terangkat mendengar perkataan Loren, ia merasa ada yang aneh dengan anak buahnya itu. Pasalnya selama ini Loren tak pernah berani memotong perkataannya seperti tadi, karena penasaran akhirnya Aaric memutus panggilan telepon dari Loren dan merapikan laptopnya ke dalam tas untuk segera keluar menemui anak buahnya itu. Saat Aaric berjalan banyak gadis yang membicarakannya, sebenarnya sudah sejak hari pertama Aaric menjadi pusat perhatian beberapa mahasiswa di kampus. Namun belum ada yang berani untuk mendekati Aaric, mereka masih menjadi pengagum rahasia Aaric dari jauh.     

Elsa yang sedang berjalan di dekat para pemuja Aaric hanya menipiskan bibirnya, ia mengumpat para gadis itu dalam hati yang tergoda dengan penampilan fisik Aaric saja tanpa mengetahui kalau ia memiliki ayah seorang pembunuh.      

"Kalau saja kalian tahu siapa ayah pemuda yang kalian kagumi itu, aku yakin sekali kalian pasti akan berpikir dua kali untuk memujanya seperti ini,"ucap Elsa dalam hati sambil menikmati ice cream yang berada ditangannya.      

Seperti para mahasiswi yang lain Elsa pun juga menyukai ice cream, apalagi Elsa baru bisa menikmati ice cream seperti ini saat sudah mengenal pamannya. Karena itulah Elsa sangat memuja sang paman dan akan melakukan apapun yang diperintahkan oleh sang paman termasuk membunuh orang sekalipun. Seperti yang selama ini ia pelajari saat tinggal bersama pamannya itu, saat Elsa hampir tiba di pintu gerbang ia menghentikan langkahnya karena terkejut mendengar suara teriakan Aaric.      

"Tidak mungkin, aku sedang tak bermimpi bukan,"pekik Aaric kembali saat melihat sosok Diego Perry dihadapannya.     

"Tentu saja tidak, ini aku Bruce O'Brian. Maaf tadi malam aku pergi begitu saja,"jawab Diego yang menyebut dirinya dengan nama baru pemberian Aaric dengan bangga.      

"Jangan bahas itu, aku tahu kau butuh waktu untuk sendiri. Dan itu sangat normal Bruce,"sahut Aaric kembali.     

"Baiklah, kalau begitu apakah perlu kita rayakan hari ini. Anggap saja ini adalah hari lahirku, hari lahir Bruce O'Brian yang baru. Bruce yang bebas, Bruce yang menjadi manusia baru,"ucap Diego yang berkali-kali menyebut namanya sebagai Bruce itu dengan penuh semangat.     

Aaric tersenyum, ia lalu menoleh ke arah Loren yang juga sedang senang karena tak menyangka akan melihat Diego kembali pada mereka. Tak lama kemudian Aaric pun mengajak Diego untuk masuk kedalam mobil kesayangannya disusul Loren dan yang lain, mereka memutuskan pergi ke bar untuk merayakan hari lahir Bruce yang baru. Iring-iringan mobil milik Aaric pun akhirnya pergi dari area kampus dan membuat para gadis semakin histeris, mereka tak menyangka kalau seorang Aaric adalah orang kaya. Mendengar percakapan para gadis itu membuat Elsa tersenyum sinis, karena malas mendengar percakapan teman kampusnya yang kembali memuja Aaric secara berlebihan Elsa pun mempercepat langkah kakinya untuk segera pergi dari tempat itu. Ia sudah sangat muak mendengar nama Aaric terus menerus disebut para gadis itu.     

"Percuma punya wajah tampan kalau dalam darahnya mengalir darah pembunuh berdarah dingin,"ucap Elsa pelan saat melewati gerombolan gadis yang sedang membicarakan Aaric.      

Akan tetapi karena para gadis itu masih masih histeris membicarakan Aaric, tak ada satupun yang mendengar perkataan Elsa. Mereka benar-benar sedang disilaukan ketampanan dan kekayaan Aaric, melihat Aaric pergi menggunakan mobil yang memiliki harga satu rumah mewah itu membuat para gadis tergila-gila.      

Mereka pun mulai mencari tahu siapa pangeran kampus yang baru itu melalui akun sosial media dengan memasukkan nama Aaric, namun karena Aaric tak memiliki akun sosial media apapun akhirnya tak ada satupun dari para gadis itu yang berhasil menemukan informasi tentang dirinya. Apalagi Aaric tak menambahkan nama Willan dibelakang namanya, ia menyembunyikan nama belakang pemberian sang ayah di semua identitasnya di kampus. Aaric hanya menuliskan nama Alarick Alexander saja tanpa embel-embel Willan, sehingga tak ada satupun pengajar yang tahu kalau ia adalah putra seorang pengusaha kaya yang sangat berpengaruh di Kanada. Akan tetapi karena di Paris sang ayah memiliki banyak koneksi, nama Aaric akan langsung dikenali jika sedang pergi ke restoran mahal atau ke mall mewah. Apalagi kalau ia sudah muncul dengan pakaian rapi, wajahnya yang mirip dengan sang ayah membuatnya mudah dikenali para kolega bisnis sang ayah ataupun rekan kerja ibunya yang merupakan seorang dokter ternama.      

Tiga mobil Aaric akhirnya tiba di sebuah hotel bintang lima yang memiliki sebuah bar yang hanya dapat dikunjungi oleh orang-orang tertentu saja, Aaric sengaja memilih hotel sebagai tujuannya kali ini karena tak mau jika terjadi hal-hal yang tak diinginkan seperti kemarin. Begitu sampai di depan pintu tarik langsung mengeluarkan black card miliknya, sehingga para penjaga yang berada di depan pintu langsung mempersilahkan mereka masuk dengan sopan.     

"Black card?"     

"Terpaksa, aku tak memiliki member card tempat ini. Jadi black card adalah solusi terbaik,"jawab Aaric dengan cepat merespon ucapan Diego.      

"Kau memang sesuatu Aaric,"sahut Diego kembali.      

Aaric hanya tertawa mendengar perkataan Diego, mereka lalu berjalan menuju meja bar yang berada di depan bartender. Aaric terbiasa minum dengan menikmati pertunjukan dari sang bartender secara langsung, begitu Aaric dan anak buahnya duduk di kursi sang bartender kemudian memulai pertunjukannya ambil meracik minuman untuk para tamu eksklusifnya.      

Begitu di meja sudah tersedia sebelas gelas kecil yang berisi minuman racikan sang bartender, secara tiba-tiba Diego meraih satu gelas yang ada di hadapannya meskipun Aaric belum memulai sehingga Loren dan para bodyguard yang lain menoleh ke arahnya dengan tatapan tak percaya.      

"Mulai saat ini namaku adalah Bruce O'Brian dan detik ini juga aku akan melayani tuanku Alarick Alexander dengan sepenuh hati dan jiwaku,"ucap Diego dengan lantang menyebut namanya sebagai Bruce dan langsung menenggak minuman yang ada di tangannya dengan sekali tenggak.     

Mendengar perkataan Diego membuat Aaric dan anak buahnya kaget, mereka tak percaya akan mendengar kalimat itu dari Diego. Loren yang langsung sadar lalu meraih gelas yang ada di hadapannya dan ikut menenggaknya dengan cepat, disusul para bodyguard yang lain. Aaric tersenyum haru saat melihat para anak buahnya mengucap janji setia, perlahan ia lalu meraih gelas yang ada di hadapannya dan langsung menghabiskannya dalam satu kali tenggak.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.