You Are Mine, Viona : The Revenge

Isi hati Adam



Isi hati Adam

0Sepanjang perjalanan pulang menuju desa elora Steffi nampak terdiam di dalam mobil, ia tak banyak bicara pasca tadi bertemu dengan Fernando di ruang rapat. Dia benar-benar terpesona melihat ketampanan Fernando yang merupakan pemilik rumah sakit, ia mengira kalau pemilik rumah sakit besar yang tadi ia kagumi adalah seorang pria dengan rambut putih dan kulit berkeriput layaknya para jutawan lainnya akan tetapi semua bayangan nya itu pun sirna ketika melihat Fernando.      
0

"Kau kenapa Steffi?" tanya Adam pelan melirik kearah asistennya yang sejak tadi tersenyum sendiri.      

"Ternyata orang di rumah sakit itu baik-baik dokter," jawab Steffi mengalihkan pembicaraan ia tak mungkin mengatakan hal yang sejujurnya kepada Adam.     

"Makanya jangan menilai orang dari luarnya saja, kau kan belum bertemu langsung dengan mereka," ucap Adam sambil tersenyum, ia masih mengingat dengan jelas perkataan Steffi sebelumnya ketika mereka dalam perjalanan menuju ke rumah sakit Global Bros. Dimana Steffi nampak takut dan memikirkan pendapat orang-orang yang ada di rumah sakit itu, ia takut kalau para dokter yang ada di rumah sakit besar itu menolak mereka.     

"He he iya dok," sahut Steffi malu.     

Tak lama kemudian Adam kembali fokus membawa mobilnya menuju desa Elora, ia bahagia karena semua obat-obatan yang sudah habis di kliniknya sudah dipasok lagi dengan jumlah yang cukup banyak untuk beberapa bulan kedepan. Pasalnya tadi Profesor William memberikannya jumlah obat yang lebih banyak daripada permintaannya semula, ia merasa senang karena tak harus pergi lagi meninggalkan desa Elora seperti saat ini. Karena ketika ia pergi pikirannya selalu tidak fokus karena memikirkan Viona, apalagi seperti hari ini di mana videonya sedang datang bulan hari pertamanya.      

Setelah berkendara selama hampir tiga jam Adam akhirnya mulai memasuki wilayah desa Elora, keheningan dan kesunyian di desa itu membuatnya tersenyum. Sebuah keadaan yang sangat kontras sekali dengan yang ada di kota tadi, ia mempercepat laju mobilnya menuju panti asuhan karena sudah tidak sabar ingin bertemu dengan ibunya dan Viona. Karena tempat tinggal Steffi tidak jauh dengan panti asuhan Adam mampir ke rumah Steffi terlebih dahulu sebelum kembali ke panti asuhan, beberapa penduduk yang mengetahui kalau Adam sudah kembali dari kota nampak mengelu-elukannya. Mereka tau bahwa hari ini adalah jadwal Adam untuk mengambil pasokan obat di kota karena ia sudah memberikan pengumuman di klinik satu minggu sebelumnya.      

"Ibu kak Adam pulang…." pekik seorang bocah umur sepuluh tahun dengan riang saat melihat mobil Adam masuk ke halaman panti.     

"Hore kakak pulang…"     

"Kak Adam pulang kak Adam pulang…"     

Suara gaduh langsung terdengar memenuhi halaman depan panti asuhan, mereka melompat-lompat kegirangan menyambut Adam yang baru kembali dari kota. Anak-anak itu bahagia ketika melihat sang kakak kembali, mereka sudah tak sabar menunggu oleh-oleh yang dibawakan oleh sang kakak.      

Ibu Agnes yang merupakan wakil ibu Debora hanya tersenyum melihat tingkah anak-anaknya, ia berdiri di pintu melihat Adam dibantu Markus anak panti yang paling besar menurunkan satu persatu kotak berisi obat dari dalam mobil Adam ke dalam rumah. Tak lama kemudian semua kardus yang berdiri obat-obatan pun sudah selesai dipindahkan ke dalam rumah, saat Adam akan masuk tangannya ditarik oleh adik-adiknya yang sejak tadi menunggu jatah.     

Dengan wajah polos mereka menanyakan oleh-oleh pada Adam, ibu Debora sudah melarang Adam untuk memanjakan mereka. Karena takut jika diteruskan maka mereka akan manja dan dikhawatirkan akan terus seperti itu jika mereka di adopsi suatu saat, oleh karena itu Adam mengikuti petunjuk ibu Debora untuk tak membawakan mereka oleh-oleh.     

"Yah kak Adam…."      

"Padahal kami menunggu kakak dari siang tadi lho.."     

"Iya padahal kan kami sudah jadi anak baik selama seminggu ini kak.."      

Mendengar perkataan anak-anak itu membuat Adam tersenyum haru, ia lalu berjongkok dihadapan kelima adik-adiknya yang masih kecil. Dan dengan perlahan ia mengeluarkan sebungkus coklat dari dalam saku bajunya.     

"Jangan bilang-bilang ibu ya, diam-diam saja. Ingat jadi anak baik terus dan jangan membuat ibu marah ya," bisik Adam pelan sambil memeluk kelima adiknya yang sejak kecil dibuang orang tuanya itu.     

"Kakak yang terbaik," pekik Christina dengan suara cadelnya kegirangan.     

"I love you kak Adam," imbuh Diego tak kalah riang.     

"Daniel sayang kak Adam," ucap Daniel si bocah paling kecil tak mau kalah.     

"Kami sayang kakak," seru si kembar Julia dan Jonas bersamaan.     

"Ya sudah sana masuk dan ingat bagi rata satu persatu dan jangan lupa sikat gigi sebelum tidur setelah makan coklat ya," jawab Adam lirih sambil tersenyum.     

"Baik kak, kami mengerti," sahut kelima anak itu kompak, setelah berkata seperti itu mereka berlarian masuk ke dalam panti dengan senyum merekah.      

Saat melewati ibu Agnes yang masih berdiri di pintu kelima anak itu hanya tertawa lebar tanpa berkata apapun, ibu Agnes hanya menggelengkan kepalanya perlahan ke arah Adam. Ia tau kalau Adam sudah memberikan anak-anak itu oleh-oleh melihat dari sikap mereka yang kegirangan.     

"Kalau ibu Debora tau kau bisa kena marah Adam," ucap ibu Agnes pelan sambil mencubit pipi Adam dengan gemas.     

"He he iya bu Adam salah, kasian adik-adik bu. Adam tak tega, yang penting mereka diajarkan agar menjadi anak yang baik. Setelah itu baru bisa mendapatkan hadiah," jawab Adam sambil tersenyum.     

"Kau ini benar-benar, ya sudah ayo masuk. Ibu tau kau pasti lapar bukan," sahut ibu Agnes ramah.     

"Iya bu, aku lapar. Oh iya ibu Debora dan Anji dimana?" tanya Adam penasaran, sejak tadi ia tak melihat keberadaan Viona.     

"Anji mengajak ibu Debora ke danau seperti biasa, menikmati udara sore," jawab ibu Agnes singkat.     

"Tapi kan Anji sedang…     

"Ikut ibu, ibu perlu bicara denganmu serius nak," ucap ibu Agnes memotong perkataan Adam.     

Adam mengangguk pelan, ia lalu mengikuti langkah ibu Agnes menuju ke dapur. Dimana dari dapur mereka bisa melihat dengan jelas Viona dan ibu Debora sedang menikmati udara sore.     

"Kau tau kenapa Anji masih selalu kesakitan tiap ia datang bulan Adam? " tanya ibu Agnes pelan.     

"Tidak bu, aku tak tau. Hasil pemeriksaan di dua dokter spesialis kandungan yang aku datangi bersamanya tak mengatakan hal buruk, mereka bahkan heran pada kami yang datang waktu itu Bu. Pasalnya kondisi rahim dan sel telurnya baik-baik saja, tak ada kista, miom atau tanda-tanda kanker serviks dan semacamnya," jawab Adam dengan gamblang.     

"Bukan obat yang bisa menyembuhkannya anakku, tapi orang yang membuatnya terluka lah yang bisa menyembuhkannya. Anji memiliki trauma yang sangat besar, ibu yakin saat ia keguguran waktu itu ia pasti sangat menderita maka dari itu ia terbayang rasa sakitnya kembali saat sedang datang bulan," ucap ibu Agnes lirih dengan mata berkaca-kaca ke arah Viona yang sedang duduk bersama ibu Debora di dekat danau.     

"Temukan orang yang menyakitinya anakku, bawa ia kemari. Paksa orang itu minta maaf padanya, ibu yakin setelah itu Anji akan kembali normal nak," imbuh ibu Agnes kembali sambil menepuk pundak Adam disertai tatapan penuh harap.     

Adam terdiam mendengar perkataan ibu Agnes, sebenarnya ia pun tau kalau Viona itu bukan sakit fisiknya. Tapi lebih ke psikisnya, ia terluka sangat dalam dihati. Sejak dari hari pertama ia bertemu Viona sebenarnya Adam ingin mencari tau apa yang menyebabkan Viona terluka seperti itu, namun ia tak berani bertanya karena tak tega kembali mengorek luka di hati Viona.     

"Kalau kau tak bisa membawa orang yang membuatnya terluka maka sembuhkan lah Anji, buatlah ia tersenyum dengan rasa cintamu. Ibu tau kau menyukai Anji bukan," ucap ibu Agnes tiba-tiba.     

Seketika Adam terdiam membisu mendengar perkataan ibu Agnes, ia heran bagaimana ibunya itu tau kalau ia punya perasaan pada Viona. Padahal selama ini dengan rapat ia simpan perasaannya itu sendiri.     

"Ibu...aku sebenarnya…     

"Nak, ibu pernah muda. Dari tatapan matamu saja ibu sudah tau kau menyukainya, kalau kau benar-benar menyukainya kejarlah nak. Luluhkan dan menangkan hatinya, ibu mendukungmu nak," ucap ibu Agnes memotong perkataan Adam.     

"Baik bu Adam akan berusaha menyembuhkan luka di hati Anji," jawab Adam penuh keyakinan, kedua matanya berbinar menatap Viona.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.