You Are Mine, Viona : The Revenge

Ketulusan cinta



Ketulusan cinta

0Andrew yang akan berangkat bekerja dikagetkan dengan kemunculan sosok wanita yang sangat ia kenal sedang berdiri di dekat kursi panjang yang ada di taman apartemennya, ia pun membatalkan tujuannya untuk berjalan menuju mobilnya dan memilih mendekati sang wanita yang sedang tersenyum itu dengan cepat.     
0

"Dokter Louisa, apa yang anda lakukan disini?" tanya Andrew pelan pada dokter Louisa yang memang sedang menunggu dokter Cecilia keluar dari apartemen.     

"Saya tak mau mengganggu waktu kalian berdua, jadi saya memutuskan untuk menunggu di sini saja," jawab dokter Louisa sambil tersenyum.     

"Ya Tuhan dokter!!!memangnya kami ini siapa, ya sudah ayo masuk Cecilia pasti senang melihat anda," pekik Andrew bingung, ia tak percaya kalau dokter cantik yang ada di hadapannya ini masih sungkan pada dirinya. Tanpa pikir panjang Andrew meraih tas milik dokter Louisa yang ada di kursi dengan cepat.     

"Tak usah tuan Andrew, biarkan saya saja yang…"     

"Ayolah jangan kaku seperti itu, panggil aku Andrew saja tanpa embel-embel tuan. Anda adalah sahabat istriku jadi tak perlu sungkan,"ucap Andrew penuh semangat memotong perkataan dokter Louisa.     

"Tapi anda kan kepala polisi di daerah ini, rasanya aneh sekali jika aku harus memanggil nama saja," sahut dokter Louisa lirih.     

Andrew hanya tertawa mendengar perkataan sahabat dari istrinya itu, ia sendiri memang sebenarnya tak suka ada orang yang memanggilnya dengan sebutan tuan atau pak polisi. Ia lebih senang dipanggil menggunakan namanya saja, karena menurutnya itu lebih terkesan akrab dan tak ada jarak ketimbang harus menggunakan embel-embel tuan atau pak polisi yang merupakan profesinya.      

Di dalam lift Andrew tak banyak bertanya pada dokter Louisa, ia sudah tau dari sang istri bahwasanya dokter Louisa sudah mengundurkan diri dari rumah sakit Global Bros dan sudah bercerai dari Franklin yang merupakan pria yang sangat ia benci. Namun Andrew tak mau membahas hal itu karena takut membuat perasaan dokter Louisa kembali terluka, sebagai seorang polisi ia paham betul kondisi yang sedang dialami oleh dokter Louisa saat ini. Oleh karena itu ia memilih untuk tetap diam dan pura-pura tidak tahu apa-apa sebelum dokter Louisa memulai bicarakan tentang hal itu terlebih dahulu.      

Tinggg     

Tinggg     

"Honey, buka pintunya," ucap Andrew pelan setelah memencet tombol di pintu.     

"Iya sabar honey, apalagi yang tertinggal memangnya. Bukankah aku sudah bilang untuk periksa terlebih dahulu barang…."     

Cecilia tak dapat meneruskan perkataannya ketika ia sudah membuka pintu apartemennya dan melihat sosok wanita yang berdiri di samping sang suami, tanpa meneruskan perkataannya ia langsung memeluk dokter Louisa dengan erat. Dipeluk seperti itu oleh sang sahabat membuat dokter Louisa akhirnya menangis, padahal ia sudah mencoba menahan air matanya agar tidak turun sejak tadi pagi menginjakkan kakinya di area apartemen sang sahabat.      

Melihat sang istri dan sahabatnya menangis sambil berpelukan membuat Andrew menghela nafas panjang, ia tau kalau tamu wanita yang baru datang itu memiliki masalah yang berat. Oleh karena itu ia membiarkan sang istri untuk tetap bersama sahabatnya itu, setelah meletakkan tas milik dokter Louisa di atas meja Andrew kemudian menepuk tangan sang istri memberi kode pada istrinya kalau ia ingin berangkat bekerja. Setelah melihat anggukan kecil dari dokter Cecilia akhirnya membuat Andrew pun berangkat ke kantor, semenjak menjadi kepala polisi di daerah tempat tinggalnya Andrew tidak pernah terlambat sama sekali. Namun kali ini ia rela terlambat demi untuk mengantarkan sahabat istrinya sampai ke apartemennya dengan selamat.     

Dokter Cecilia melepaskan pelukannya dari sang sahabat ketika mendengar suara dokter Louisa semakin lirih dan menghilang, ia lalu meraih tissue yang ada di atas meja dan menyeka air mata yang membasahi wajah sahabatnya itu dengan perlahan.     

"Minumlah supaya kau lebih tenang," ucap dokter Cecilia perlahan sambil memberikan segelas air putih kepada sang sahabat yang masih menunduk sambil mencengkram tissue yang sudah basah dengan air matanya.     

"Terima kasih," jawab Louisa lirih sambil meraih gelas yang diberikan dokter Cecilia, tak lama kemudian ia pun meminum air yang ada di dalam gelas tanpa sisa.     

"Kau kemana saja, kenapa aku tak bisa menghubungimu?"     

"Sebenarnya apa yang terjadi sampai kau seperti ini?"     

"Kenapa kau tak mau cerita kepadaku, memangnya kau anggap aku ini apa dokter?"     

Sebuah senyum tersungging di wajah dokter Louisa setelah mendengar rentetan pertanyaan yang keluar dari bibir tipis dokter Cecilia, ia kemudian menyeka kembali air matanya yang tergenang di kedua matanya dengan perlahan.     

"Kalau kau bertanya sebanyak itu lalu mana dulu yang harus aku jawab?" tanya Dokter Louisa pelan dengan suara parau.     

"Jawab semuanya sekaligus, aku ingin mendengarnya sekarang juga tanpa harus ditunda-tunda lagi," jawab dokter Cecilia dengan cepat sambil meraih tangan dokter Louisa dan ia cengkram dengan kuat.     

"Aku lelah menjalani pernikahan yang tak sesuai dengan ekspektasiku ini, aku lelah berjuang sendiri untuk mempertahankan istana kecil dalam rumah tanggaku, aku lelah bersabar menunggu Franklin melihat ke arahku dan menyadari bahwa aku benar-benar mencintainya dengan tulus, aku lelah menahan rasa sakitku yang sudah aku coba tahan selama satu tahun terakhir ini, aku benar-benar lelah berjalan sendirian tanpa ada yang bisa aku gunakan sebagai sandaran...aku benar-benar lelah hikss...aku lelah berjuang tanpa hasil dokter hiks hiks…"     

Dokter Cecilia memeluk dokter Louisa dengan erat saat mendengar pengakuan dari sahabatnya itu, ia membiarkan bajunya basah terkena air mata dokter Cecilia yang menganak sungai. Sebagai sesama orang wanita yang sudah saling mengenal sejak lama ia merasa ikut sedih atas apa yang menimpa sahabatnya itu, dokter Cecilia menepuk-nepuk punggung dokter Louisa untuk memberikan dukungan ia berharap caranya itu mampu membuat sahabatnya tenang.      

"Menangislah dokter, menangislah sampai kau puas. Menangislah sampai semua rasa sesak di dadamu hilang, namun berjanjilah satu hal padaku setelah kau menangis seperti ini kau tak akan sedih lagi. Berjanjilah kau tak akan pernah menangisi pria brengsek itu lagi, air matamu terlalu berharga untuknya yang tak tahu apa arti cinta yang tulus itu seperti apa," bisik dokter Cecilia lembut mencoba menenangkan sang sahabat.      

"Aku bodoh dokter...sejahat apapun perlakuannya padaku aku tak bisa membencinya , aku terlalu mencintainya dok," jawab dokter Louisa sesegukan.     

"Itu karena kau terlalu mencintainya dok, kau tidak bodoh. Justru yang bodoh profesor gila itu, dia yang bodoh karena sudah menyia-nyiakan cinta sucimu. Kau tak bodoh dokter, kau tak bodoh jangan berkata seperti itu lagi," sahut dokter Cecilia dengan suara meninggi.     

Mendengar perkataan sang sahabat membuat tangis dokter Louisa semakin kencang, ia benar-benar menangis sampai dadanya sesak. Kemarin saat bersama Viona ia tak bisa berkata sekeluasa ini karena masih sungkan pada Viona, apalagi setelah ia memaki-maki Viona pada Fernando.     

Saat suasana mengajari biru sedang terjadi di apartemen dokter Cecilia, suasana yang berbeda 360 derajat nampak terlihat di apartemen Fernando. Dimana saat ini ia sedang menikmati sarapan paginya sambil memangku Viona, ia tak membiarkan Viona duduk di kursinya sendiri walaupun Viona sudah memohon-mohon untuk di turunkan dari pangkuannya.     

"Diamlah babe, jangan banyak bergerak. Nanti pakaianku kotor terkena makanan," ucap Fernando berkali-kali.     

"Aku tak nyaman makan dengan posisi seperti ini, ayolah jangan begini. Aku hanya duduk disampingmu, tak pergi menjauh," sahut Viona kesal.     

"Aku nyaman-nyaman saja, tenanglah babe. Sebentar lagi aku selesai makan," jawab Fernando dengan cepat.     

Melihat betapa keras kepalanya Fernando yang tak mau menurunkan dirinya, Viona akhirnya pasrah. Ia tak mau berdebat lagi dengan sang suami yang tak pernah mau mendengarkan perkataannya itu, walaupun posisinya tak nyaman Viona tetap berusaha untuk menghabiskan makanan yang ada di atas piringnya. Karena saat tadi sewaktu akan mulai makan Fernando sudah mengancam dirinya, kalau tak menghabiskan makanan yang ada di piringnya maka Fernando akan memakan dirinya dan Viona tak mau jika hal itu terjadi karena hari ini dia harus berangkat ke rumah sakit lebih pagi agar bisa pulang cepat untuk bertemu dengan dokter Louisa.      

"Sabar Anji, suamimu ini tak bisa dilawan dengan kekerasan. Anggap saja saat ini aku sedang duduk diatas kasur," ucap Viona dalam hati mencoba untuk menenangkan dirinya sambil terus memakan sandwich lobster buatannya.     

Bersambung      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.