You Are Mine, Viona : The Revenge

Ujian



Ujian

0Fernando, Justin dan Harry terlihat duduk bersandar pada sofa dengan perut yang sudah sangat full terisi makanan, karena ada Viona di hadapan mereka alhasil mereka harus menghabiskan ramen yang ada di depan matanya padahal sebelumnya mereka sudah makan ramen sebelumnya.     
0

"Bagaimana enak kan?"Viona yang baru datang dari pantry dengan membawa semangkuk buah bertanya pelan pada Fernando.     

"Enak babe,"jawab Fernando pelan.     

"Baguslah kalau enak, ini ada buah. Kau mau?"Viona kembali menawarkan makanan untuk suaminya.     

Glek     

Seketika wajah Fernando memucat saat melihat satu mangkuk buah di hadapannya, perutnya benar-benar akan meledak kalau diisi makanan lagi.      

"Aku kenyang sekali babe,"jawab Fernando jujur dengan mata berkaca-kaca.      

"Kalian berdua…"     

"Ampun Nyonya, saya minta maaf. Jangan siksa kami lagi."Harry menjerit keras memotong perkataan Viona menolak makanan yang ditawarkan olehnya.     

"Iya Nyonya, saya benar-benar sudah tidak bisa menerima makanan lagi. Bukannya saya ingin melawan anda, tapi mohon maaf Nyonya kali ini saya menolak perintah anda. Perut saya benar-benar sudah tidak mampu lagi menampung makanan,"imbuh Justin tanpa jeda.      

Viona memicingkan kedua matanya mendengar jawaban Justin dan Harry, ia merasa ada yang aneh dengan kedua asisten pribadi suaminya itu. Perlahan Viona mengalihkan pandangannya pada Fernando yang juga terlihat sudah pucat pasi melihat semangkuk buah yang ada di depan matanya.      

"Kalian bertiga ini kenapa aneh sekali? Kalau tak mau makan buah ya sudah aku tidak akan memaksa, lagi pula aku kan dari awal tidak memaksa kalian untuk makan. Kalau begitu aku makan sendiri saja buah-buahan ini kalau kalian tidak mau, padahal ini enak dan sehat," ucap Viona pelan sambil berjalan menuju taman untuk menikmati buah-buahannya sambil melihat ikan hias yang berada di kolam taman.      

Setelah Viona pergi ke taman, Harry dan Justin terlihat menghela nafas panjang. Mereka berdua terlihat sangat lega sekali ketika sang Nyonya tak memaksa lagi untuk memakan buah-buahan lagi.     

"Besok-besok jangan paksa kami untuk makan ramen lagi Tuan, mulai detik ini aku tidak akan suka pada makanan yang bernama ramen itu lagi," ucap Justin pelan sambil membuka kancing celana panjangnya yang terasa sangat menyiksanya.     

"Iya aku juga mau mendeklarasikan kalau ramen adalah musuh terbesarku saat ini, aku tak akan mau menyentuh ramen lagi selama sisa hidupku,"imbuh Harry tak mau kalah sambil menyeka keringat dingin yang keluar dari keningnya.      

Fernando menipiskan bibir nya mendengar perkataan kedua anak buahnya. "Aku juga tak akan mau makan ramen lagi, ya sudah lebih baik kita istirahat dan jangan cari masalah dengan istriku. Aku khawatir kita akan dipaksa makan lagi."     

Justin dan Harry langsung menoleh ke arah Fernando saat Fernando mengatakan kalimat terakhirnya, tanpa diperintah keduanya pun langsung bangun dari sofa dan berjalan terhuyung dengan cepat menuju ke tangga yang akan membawa mereka ke basement dimana kamar mereka berada. Kedua pemuda itu berjalan pergi meninggalkan Fernando sendirian di sofa tanpa berpamitan, mereka benar-benar takut kepada sang nyonya atas apa yang baru saja mereka lalui. Mereka berdua memilih untuk mencari aman dan meninggalkan Fernando menjauhi sang nyonya, karena takut dipaksa makan lagi seperti tadi.     

Biasanya Fernando pasti akan marah ketika kedua asistennya pergi begitu saja, namun kali ini ia tak marah sedikitpun karena tahu apa yang terjadi pada Justin dan Harry adalah karena ulahnya juga. Tak lama kemudian Fernando melangkahkan kakinya masuk kedalam lift untuk naik ke kamarnya, ia meninggalkan Viona bersama para pelayan di taman. Seperti yang dilakukan oleh Harry dan Justin, ia pun memilih mencari jalan aman untuk menjauhi Viona.     

Teddy yang sejak tadi berdiri didekat mereka hanya menggelengkan kepalanya perlahan saat melihat Justin dan Harry langsung meninggalkan Fernando begitu saja, begitu pula saat Fernando masuk ke dalam lift untuk naik ke kamarnya. Ia benar-benar tak mengerti apa yang terjadi pada sang tuan dan kedua asistennya itu, padahal sang nyonya hanya meminta mereka makan satu porsi ramen ukuran sedang saja tapi mereka bersikap sangat berlebihan. Karena tak mau ikut campur terlalu jauh, akhirnya Teddy pun memilih untuk merapikan meja yang berisi tiga mangkok ramen yang sudah kosong untuk dibawa ke pantry.     

Rumah sakit Global Bros     

Sudah lebih dari dua minggu peristiwa berdarah terjadi di rumah sakit Global Bros, suasana di rumah sakit pun terlihat tidak seperti biasanya. Mereka masih berduka atas apa yang menimpa ketiga istri para profesor petinggi rumah sakit Global Bros.      

Dokter Louisa diberikan cuti selama dua bulan untuk pemulihan, kehilangan dua anaknya sekaligus membuat banyak orang prihatin kepadanya. Oleh karena itu pihak manajemen rumah sakit memberikan kebijaksanaan itu, untuk membiarkan dokter Louisa istirahat di rumah selama dua bulan. Padahal sebenarnya profesor Frank tak masalah jika istrinya hanya diberikan cuti satu bulan, namun manajemen rumah sakit memberikan kebijaksanaan itu mengingat dokter Louisa adalah seorang dokter yang sangat baik di rumah sakit dan memandang profesor Frank akhirnya cuti selama dua bulan itu pun diberikan kepada dokter Louisa.      

Saat ini di kantin rumah sakit suster Tina, suster Chloe dan dokter Cecilia sedang menikmati makan siang bersama. Biasanya di tengah-tengah mereka ada dokter Louisa, namun karena peristiwa naas yang merenggut dua bayi dokter Louisa akhirnya kini mereka hanya makan bertiga saja.      

"Sedang apa ya dokter Louisa saat ini,"ucap suster Chloe pelan membuka percakapan.     

"Entahlah, sudah tiga hari ini pesanku tak dibalas olehnya." Dokter Cecilia langsung mengomentari perkataan suster Chloe.     

"Iya dok, pesanku juga tak dibalas olehnya." Suster Tina ikut merespon perkataan suster Chloe.     

"Kasihan sekali dokter Louisa, aku ingin sekali datang dan memeluknya saat ini. Kehilangan satu anak saja sudah sangat menyakitkan, ini dia harus kehilangan dua bayinya. Oh Tuhan bagaimana itu rasanya, aku tak bisa membayangkan jika ada diposisi dokter Louisa,"jawab dokter Cecilia lirih dengan suara parau, ia tahu betul betapa bahagianya dokter Louisa saat tahu dirinya hamil.     

"Iya kasihan, tapi ini adalah jalan Tuhan. Kita tak bisa berbuat banyak dok, walau bagaimanapun kita hanya manusia yang hanya bisa berencana. Semua yang terjadi pada kita selanjutnya adalah kehendak Tuhan,"celetuk suster Tina bijak, selama menjadi asisten Viona ia berubah menjadi lebih bijak menyikapi hal-hal seperti ini. Pasalnya dulu Viona selalu menasehatinya dengan banyak sekali kata-kata yang menyejukkan hati.     

"Kau benar suster, semua yang terjadi ini adalah kehendak Tuhan. Aku justru bersyukur istriku meminum ocha beracun itu, karena dengan itu gejala preeklampsia yang ada pada dirinya langsung terlihat. Aku tak tahu apa yang akan terjadi padanya seandainya ia terlambat terdeteksi penyakit mematikan itu, aku lebih memilih hidup berdua bersamanya daripada memiliki anak dan kehilangannya." Profesor Frank yang sejak tadi duduk tepat di belakang kursi ketiga wanita itu ikut merespon perkataan suster Tina.     

"Ma-maaf Prof, saya tak bermaksud untuk…"     

"Its ok Suster, tenang saja aku tak marah. Mungkin apa yang terjadi pada Louisa dan aku saat ini adalah sedikit teguran dari Tuhan atas apa yang aku lakukan dulu saat masih muda, mungkin saja ini hukuman yang diberikan Tuhan padaku,"sahut profesor Frank dengan cepat memotong perkataan suster Tina.     

Suster Tina, suster Chloe dan dokter Cecilia hanya bisa diam mendengar perkataan profesor Frank. Mereka tak berani bicara karena takut salah ucap.      

"Fernando sudah melewati cobaan yang diberikan Tuhan tahun lalu, jadi mungkin sekarang giliranku. Aku tak masalah, aku yakin bisa melewati semua ini. Kalau si brengsek Fernando saja bisa kenapa aku tak bisa? Kami keturunan Willan tak akan semudah ini hancur karena sebuah ujian kecil seperti ini lagi,"ucapnya kembali sambil tersenyum menatap ketiga teman istrinya itu dengan mata merah yang berkaca-kaca.      

Setelah berkata seperti itu profesor Frank lalu pergi meninggalkan kantin, ia berjalan pelan menuju ke rooftop tempat pertama ia menyentuh dokter Louisa sang istri untuk dijadikan budak seks nya kala itu.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.