You Are Mine, Viona : The Revenge

Insting sang ayah



Insting sang ayah

0"Daddy!!!"      
0

Teriak Aaric dengan keras begitu ia melangkah masuk ke dalam rumah, kedua matanya menatap nanar ke semua orang yang sedang duduk di ruang tamu.      

"My son!!!"jerit Viona dengan keras saat melihat sang anak sudah berdiri di hadapannya.     

Tanpa berpikir panjang Viona yang sebenarnya sedang bersiap ingin pergi ke rumah sakit langsung menghampiri sang putra dan memeluknya erat, tak bertemu selama dua bulan membuatnya sangat rindu pada bayi kecilnya yang kini sudah bertumbuh menjadi seorang pria dewasa itu.      

"Kenapa tak memberi kabar terlebih dahulu sayang, kan Mommy bisa menjemputmu di bandara sayang,"ucap Viona penuh kasih saat sudah melepas pelukannya dari sang putra.      

"Aku bukan anak sekolah dasar yang harus dijemput Mom,"jawab Aaric dengan cepat.     

Viona tertawa mendengar perkataan sang putra bungsunya dengan gemas ia kemudian mencubit pipi Aaric. "Bagi Mommy kau tetap bayi, selama kau belum menikah kau adalah milik Mommy dan bayi Mommy."     

"Bayi? Mom.. please…"     

"Hahahaha...ya sudah ayo masuk, Mommy yakin kau pasti lelah,"sahut Viona sambil tertawa lebar.      

Aaric pun langsung mengingat kembali tujuannya pulang secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan itu, dengan memaksakan senyum Aaric menatap anak buah Tobias Dante yang sedang duduk di sofa. Para mafia itu langsung menundukkan kepalanya memberikan hormat kepada Aaric yang kemudian dibalas sebuah anggukan kecil oleh Aaric.     

"Daddy?"     

"Daddy sedang berbicara berdua dengan paman Tobias di ruang kerja mereka baru saja masuk, sebelumnya mereka ada disini bergabung dengan yang lain. Ya sudah ayo masuk, kau pasti lelah. Ceritakan pada Mommy bagaimana kuliahmu di Paris akh tidak, ceritakan dulu bagaimana kau bisa pulang secara tiba-tiba seperti ini. Apa kau ada acara khusus dari kampus atau…"     

"Mom, satu-satu Mom. Kalau Mommy bicara seperti itu mana yang harus aku jawab terlebih dahulu,"ucap Aaric lembut memotong perkataan sang ibu.      

"Mommy terlalu antusias sayang, maafkan Mommy. Ya sudah ayo masuk, kau pasti lelah,"sahut Viona kembali dengan lembut sambil meraih tangan Aaric untuk diajak masuk ke dalam rumah.      

Saat berjalan masuk melewati anak buah Tobias kedua mata Aaric mencoba mencari apakah ada sesuatu yang bisa dibaca atau tidak, namun ternyata di atas meja kosong. Tak ada berkas apapun yang bisa ia baca, Aaric lupa bahwa pamannya Tobias Dante tak menyukai hal-hal seperti itu. Ia lebih menyukai bicara langsung dengan Fernando setiap kali melaporkan hal-hal penting.      

"Abby, dimana kakakku tersayang itu Mom?"tanya Aaric penasaran saat sedang menaiki anak tangga menuju lantai dua bersama sang ibu.     

"Kuliah tentu saja, memangnya apalagi yang akan dilakukannya di siang hari seperti ini,"jawab Viona lembut.     

"Oh God, aku lupa hehehe..oh ya Mom aku lapar dan haus. Buatkan aku makanan Mom,"pinta Aaric memelas, ia berusaha mencari cara untuk lepas dari jangkauan sang ibu.      

"Nanti pelayan yang akan membiarkanmu makanan sayang…"     

Aaric langsung menghentikan langkahnya seketika, sehingga membuat Viona kaget.      

"Sayang, kau kenapa?"tanya Viona bingung karena putranya tiba-tiba berhenti seperti itu.     

Aaric menoleh ke arah sang ibu dan menatapnya dengan tatapan sendu. "Aaric anak siapa? Anak Mommy atau anak pelayan?"     

Plak      

Dengan gemas Viona memukul lengan kekar sang putra kesayangan. "Bicara apa kau ini, tentu saja kau anak Mommy dan Daddy. Mana mungkin anak pelayan, jangan bicara sembarangan seperti itu!!"     

"Ya sudah kalau aku anak mommy kenapa harus pelayan yang membuatkan makanan kesukaanku? Apa mommy sudah tak mau lagi memanjakan aku? Apa karena aku tinggal di Paris jadi Mommy lebih sayang pada Abby dan mengabaikan permintaanku ini?"Aaric langsung memberikan pertanyaan bertubi-tubi pada sang ibu, sehingga membuat ibunya tak bisa berbicara karena shock mendengar pertanyaan seperti itu dari sang anak.     

"Ok ok... Mommy yang akan membuatnya, dasar anak nakal. Pintar sekali bicara, tunggu Mommy dikamarmu,"jawab Viona mengalah, ia lupa kalau dirinya tak akan bisa pernah menolak permintaan anak bungsunya itu.      

Aaric tersenyum lebar penuh kemenangan, tak lama kemudian ia pun bergegas naik ke kamarnya meninggalkan sang ibu yang masih berdiri di tangga. menatapnya tanpa berkedip.      

"Dasar anak nakal, masih belum berubah,"ucap Viona pelan sambil terus tersenyum menatap punggung putra keduanya yang semakin menjauh.      

Setelah Aaric menghilang dari pandangan matanya Viona pun meraih ponsel pintarnya dari dalam saku bajunya, ia lalu menghubungi dokter Louisa sang adik ipar yang menjadi rekan kerjanya hari ini untuk meminta izin. Meskipun Viona adalah istri dari pemilik rumah sakit, namun ia masih menjalankan hal-hal paling dasar seperti itu supaya memberikan contoh yang baik pada para staf yang lain. Setelah mengabarkan kondisinya pada dokter Louisa, Viona pun bergegas turun ke dapur untuk membuatkan makanan kesukaan putra bungsunya Broiled salmon with unagi sauce. Salah satu resep olahan salmon dengan menggunakan saus unagi yang terbuat dari sake, Aaric sangat menyukai olahan salmon ini karena menurutnya rasanya luar biasa. Dan meskipun para pelayan bisa membuat masakan ini namun menurut Aaric masakan buatan ibunya jauh lebih enak, karena itulah ia hanya mau makan salah satu makanan kesukaannya itu jika dimasak oleh sang ibu.      

Tanpa sepengetahuan Viona sang putra sebenarnya tak benar-benar masuk ke kamarnya, ia justru kembali turun ke lantai satu dan bergegas menuju ke ruang kerja sang ayah. Rasa penasarannya sudah tak terbendung lagi saat ini, ketika sudah berada di depan ruang kerja sang ayah Aaric langsung masuk tanpa permisi.     

"Daddy!!"     

Fernando dan Tobias yang sedang duduk berhadap-hadapan langsung menoleh ke arah pintu secara bersamaan dan terkejut saat melihat Aaric.      

"Aaric, kapan kau sampai?"tanya Fernando spontan.     

Alih-alih menjawab pertanyaan sang ayah Aaric justru langsung masuk ke ruang kerja sang ayah dan menutup kembali pintunya dengan rapat. "Apa yang sedang kalian bahas? Apa ada hubungannya dengan Adam Collins dan Elsa Westley?"     

Fernando menyunggingkan senyumnya mendengar perkataan sang putra bungsunya, perlahan ia mendekati putranya itu dan menepuk pundaknya dengan cukup keras.      

"Jangan khawatir, Adam Collins sudah diurus dengan baik oleh anak buah Daddy. Sementara si mesin pembunuh itu saat ini juga sudah berhasil ditaklukan oleh anak buah paman Tobias,"jawab Fernando lembut.     

Glek     

"Ditaklukan? Apa maksud Daddy?"     

"Ditangkap tentu saja, gadis itu berbahaya Aaric. Dia bukan hanya sekali dua kali menghabisi nyawa seseorang, berdasarkan file yang kami temukan di rumah Adam ternyata gadis bernama Elsa Wesley itu sudah membunuh sekitar 10 orang atas perintah Adam Collins,"jawab Tobias Dante ikut bicara.     

"Me-membunuh orang? Elsa sudah melakukan hal itu?"tanya Aaric tergagap.     

"Iya nak, bahkan sasaran paling barunya adalah rekan kerja Daddy. Dominic Adison, Daddy yakin kau tahu paman Dominic bukan. Ternyata orang yang sudah menembaknya saat acara pertunangan putrinya berlangsung adalah gadis bernama Elsa Westley itu nak,"jawab Fernando serius.     

Deg     

Deg     

"Daddy serius?"     

Fernando menatap tajam pada Aaric, perasaannya langsung membaca suatu hal aneh yang terjadi pada putra keduanya itu. "Kau tak ada hubungannya dengan gadis itu bukan?"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.