You Are Mine, Viona : The Revenge

Kecerdasan warisan Fernando



Kecerdasan warisan Fernando

0Karena Roberto Polo dan wakilnya tewas alhasil pimpinan mafia itu beralih pada Abby yang memperkenalkan dirinya dengan nama Xander.      
0

"Dibawah kepemimpinanku aku melarang dengan keras, perkosaan pada wanita, jual beli wanita atau pun menjadikan wanita-wanita sebagai alat mencari uang. Kalian para laki-laki lah yang harusnya melakukan semua tugas itu,"ucap Abby lantang sambil menatap kedelapan gadis yang sebelumnya dipermalukan di hadapan semua orang.     

Para anak buah Roberto Polo yang rata-rata sudah diatas umur 40 tahun menolak dengan tegas apa yang diucapkan pimpinan baru mereka itu, mereka mengatakan tak bisa hidup tanpa wanita. Terbiasa menikmati tubuh wanita setiap malam membuat sekitar 30 orang pria itu menolak tegas peraturan yang Abby buat.      

"Jadi katakan padaku, siapa saja yang keberatan dengan peraturan yang baru saja aku ucapan tadi?"tanya Abby pelan pada mantan anak buah Roberto Polo.     

Satu persatu pria yang menolak peraturan yang sudah dibuat Abi pun bangun dan berkumpul di satu titik, sekitar 30 orang pria dewasa itu berdiri menatap Abby dengan tatapan tak bersahabat. Mereka masih tak menerima kehadiran Abby sebagai pengganti Roberto Polo yang tewas.      

"Hanya mereka saja? Bagaimana dengan kalian?"tanya Abby kembali pada beberapa anak muda yang masih berlutut sambil menundukkan kepalanya.      

"Tidak tuan, saya setuju dengan peraturan yang anda buat,"ucap seorang pemuda yang usianya tidak jauh berbeda dengan Marco secara lantang, menjawab pertanyaan Abby.     

"Saya juga setuju dengan anda Tuan,"imbuh pemuda lainnya.     

"Saya juga Tuan."     

Tak lama kemudian para pemuda itu pun saling bersahutan menimpali perkataan temannya, sebenarnya para anak muda itu sudah tak nyaman sejak awal bergabung ketika melihat pimpinan mereka Roberto Polo mulai memperkosa para gadis muda yang mereka culik dari rumah-rumah kumuh mereka karena orang tuanya tak bisa membayar hutang. Namun karena mereka tak bisa berbuat apa-apa akhirnya mereka hanya bisa diam melihat para gadis itu diperlakukan semena-mena.     

Melihat para pemuda di hadapannya setuju dengan peraturan barunya, Abby lalu menatap Marco dan Jordan. Ia memberikan kode kepada kedua anak buahnya itu untuk melakukan tugasnya, tanpa diperintah dua kali Marco dan Jordan pun mengeluarkan pistolnya kemudian langsung menembaki secara membabi buta pada para mantan anak buah Roberto Polo yang membangkang itu.      

Seketika suara teriakan penuh kesakitan pun terdengar saling bersahutan saat para pria itu terkena peluru yang berasal dari pistol Jordan dan Marco, tak ada satupun dari mereka yang berhasil selamat. Para pemuda yang masih berlutut di dekat Abby nampak sangat terkejut saat melihat kebrutalan pemimpin barunya itu, begitu juga dengan para gadis yang sebelumnya ditawan dan dijadikan pemuas nafsu para pria brengsek yang sudah mati itu. Mereka tak menyangka kalau para pria yang selama ini berbuat kurang ajar pada mereka itu kini mati ditangan pria asing yang tiba-tiba datang dan mengklaim kepemimpinan batas kelompok mereka.     

Para gadis itu langsung berlari berbondong-bondong mendekati Abby dan langsung berlutut di depannya.     

"Izinkan kami tetap ikut anda tuan Xander."     

"Iya Tuan, kami sudah tak punya tempat lagi. Kalau anda mengusir kami maka kami akan tinggal di jalanan Tuan."     

"Betul Tuan, kami akan setia pada Anda."     

"Kami akan melakukan apapun yang anda perintahkan Tuan."     

"Benar Tuan, kami akan patuh pada anda."     

Para gadis itu memohon agar tak diusir oleh Abby, setelah sebelumnya mereka selalu berharap bisa keluar dari sarang mafia itu kini mereka berubah pikiran. kali ini mereka justru ingin menetap dan mengabdikan diri pada pemimpin barunya itu, setelah melihat para pria yang sudah berbuat kurang ajar pada mereka mati mengenaskan. Para gadis itu pun memilih untuk tetap berada dibawah naungan Abby, karena yakin pemimpin barunya itu tak akan melakukan hal menjijikan yang dilakukan Roberto Polo dan anak buahnya dahulu.     

"Baiklah, kalau kalian memang ingin tetap menetap tinggal di sini aku tidak akan marah tapi yang pasti kalian harus mengikuti perintahku. Aku paling tak suka dilawan, tenang saja aku tak akan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Roberto Polo itu. Sekarang tugas pertama kalian semua dariku adalah singkirkan mayat-mayat ini dan bersihkan tempat ini, aku ingin merubah semua tempat ini menjadi tempat yang lebih nyaman,"ucap Abby lantang menatap anak buah barunya itu.     

"Baik Tuan, kami akan menyingkirkan mereka,"jawab sekitar 20 orang pria muda yang memutuskan untuk setia kepadanya dengan kompak.     

"Lalu bagaimana cara kalian menyingkirkan mereka?"tanya Marco penasaran.     

"Tempat kremasi tuan, di dekat tempat ini ada sebuah tempat kremasi yang memang dibangun Roberto Polo untuk menghilangkan jejak orang-orang yang sudah ia bunuh. Dan tempat itu berada langsung dalam pengawasan kami Tuan,"jawab seorang pemuda berambut coklat, menjelaskan secara detail pada Marco.     

Abby tersenyum, ia tak menyangka pria yang sudah ia bunuh ternyata benar-benar pria brengsek yang sudah mempersiapkan semuanya dengan sangat baik. Perlahan Abby mendekati pemuda yang baru saja menjawab pertanyaan Marco.      

"Siapa namamu?"tanya Abby penasaran.     

"Travis Tuan,"jawab pemuda itu dengan sedikit gugup karena takut pada Abby.     

"Ok Travis, aku percayakan tugas ini padamu. Bawa mayat-mayat ini ke tempat kremasi itu dan jangan sampai para polisi mengetahui hal ini karena aku tidak mau berhubungan dengan polisi, sementara yang lain bersihkan tempat ini dari darah-darah kotor mereka. Aku tak mau ada sedikitpun jejak yang tertinggal dari mereka,"ucap Abby kembali.     

"Baik Tuan kami mengerti,"jawab semua orang itu dengan kompak.     

Dalam gerakan cepat para pemuda yang tersisa itu pun mulai melakukan apa yang Abby perintahkan, bergotong royong mereka memasukkan mayat-mayat dari mantan rekan kerjanya yang sangat setia pada pimpinan lamanya yang juga sudah tewas ditangan Abby itu. Saat para pria mengangkat mayat, para gadis yang selama ini dijadikan alat pemuas nafsu itu bersama-sama membersihkan area itu dari darah. Abby yang berdiri di dekat kursi yang biasa diduduki Roberto Polo tampak tersenyum melihat anak buah barunya bekerja.      

"Anda yakin akan mengambil alih kepemimpinan kelompok ini bos?"tanya Jordan setengah berbisik.     

"Yakin, aku ingin memulai semuanya dari tempat ini,"jawab Abby penuh keyakinan.     

"Tapi bagaimana nanti kalau misalkan teman-teman di Roberto Polo itu datang mencarinya bos, apa yang akan kau lakukan?"tanya Jordan kembali, ia merasa sangat khawatir. Jordan takut Abby akan mendapatkan masalah karena sudah membunuh pemimpin mafia dan anak buah setianya.     

"Relax Jordan, aku susah memikirkan semuanya. Lagi pula aku yakin sekali mereka tak akan mengkhianati aku, mereka pasti akan membantuku menutupi kejadian ini,"jawab Abby penuh keyakinan.     

"Tapi bos..."     

"Ok kita bahas itu nanti, sekarang kita harus memeriksa berkas-berkas milik Roberto Polo. Jadi kita bisa tahu siapa saja temannya, siapa saja musuhnya dan berapa banyak uang simpanannya,"ucap Abby pelan sambil berjalan menuju ruangan pribadi Roberto Polo.      

"Kau benar-benar anak Fernando Grey Willan bos, kau sama mengerikannya dengan ayahmu."Jordan bicara dalam hati saat mengekor Abby dari belakang, ia tak menyangka Abby sudah berpikir sejauh itu dalam waktu singkat.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.