You Are Mine, Viona : The Revenge

Satu persusuan



Satu persusuan

0Istana Fernando     
0

Viona yang pulang cepat hari ini dikagetkan dengan kondisi Denise yang tak seperti biasanya, dengan mudah Viona berhasil mendapatkan jawaban dari Denise tanpa bertanya secara langsung.      

"Sakit Mom!!"     

"Mom awwww.."     

"Itu salah kalian, bisa-bisanya kalian membiarkan anak gadis Mommy yang berharga ini di bully. Kakak macam apa kalian berdua?"sengit Viona dengan suara meninggi saat menjewer telinga Abby dan Aaric.     

"Bukan salah kami Mom."     

"Lagipula kami juga sudah memberikan pelajaran pada mereka."     

Melihat sang Mommy marah Denise hanya bisa diam dan tak membela kedua kakak sepupunya itu.      

"Tetap saja, kalian ini ceroboh. Bisa-bisanya membiarkan Denise mendapatkan perlakuan seperti itu, lihat saja kartu kredit kalian akan Mommy non aktifkan!"     

"Mom!"jerit Abby dan Aaric kompak.      

Melihat kedua kakaknya semakin terjepit Denise mendekati Viona, hanya berdiri di depan Viona dan tak melakukan apa-apa Denise berhasil membuat Viona luluh dan melepaskan kedua anaknya.     

"Baby…"     

"Ini salah Denise, Mommy. Aaric dan Xander mereka tak tahu apa-apa, aku juga sebenarnya tak tahu kalau akan bertemu kedua orang itu restoran itu. Jadi Mommy jangan memarahi Aaric dan Xander lagi,"ucap Denise pelan dengan mata berkaca-kaca.      

Viona meraih Denise dan memeluknya erat, ia juga memberikan kecupan di kepala Denise. "Kau terlalu baik sayangku, jangan bergaul lagi dengan kedua kakak nakalmu ini. Lebih baik bawa bodyguard kalau mau pergi, kau akan lebih aman."     

"Tapi kalau aku pergi dengan bodyguard saja maka aku akan dapat masalah yang lebih besar lagi Mom."     

Viona menaikkan satu alisnya. "Maksudnya bagaimana?"     

"Nanti siapa yang akan membelanjakan aku kalau aku pergi dengan para bodyguard?"     

Viona terkekeh. "Dasar nakal, Mommy kira apa. Tenang saja nanti Mommy akan memberikan kartu kredit tanpa limit seperti milik kedua kakakmu ini, Mommy janji papa dan mamamu tak akan tahu soal ini."     

Denise menggeleng. "Mereka terlalu pintar untuk dibodohi Mommy."     

Tawa Viona semakin keras, ia pun kembali memeluk Denise dengan erat. Viona memperlakukan Denise seperti putri kandungnya sendiri, tak memiliki anak gadis membuat Viona sangat memanjakan Denise. Begitu juga Fernando, jadi tak heran sebenarnya kalau Denise lebih dekat dengan Fernando serta Viona ketimbang pada ayah dan ibu kandungnya sendiri.      

"Ya sudah sekarang kau naik, mandi dan istirahat. Nanti saat makan malam tiba Mommy akan panggil,"ucap Viona lembut saat melepaskan pelukannya pada Denise.     

Denise menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. "Tapi Mommy janji jangan marahi Aaric dan Xander lagi ya."     

"Iya Mommy janji sayang."     

Denise tersenyum lebar, ia kembali memeluk Viona dan memberikan ciuman di pipinya setelah itu bergegas naik ke lantai dua menuju kamarnya yang ada di dekat kamar kedua kakak sepupunya. Denise sudah menganggap istana sang paman rumahnya sendiri, jadi meski ia tak membawa barang atau baju ganti di kamarnya semua kebutuhan pribadinya sangat lengkap. Secara berkala Viona akan memeriksa barang-barang pribadi Denise di kamarnya, sehingga setiap Denise datang menginap tak mendapatkan kekurangan apapun.     

Setelah Denise menghilang dibalik dinding Viona langsung menatap kedua putranya yang masing-masing telinganya merah karena ia jewer dengan cukup keras sebelumnya, tanpa bicara apa-apa Viona pergi ke pantry. Tak lama kemudian ia kembali dengan dua buah kantong kompres.      

"Kemarilah,"ucap Viona lembut saat sudah duduk disofa.     

Seperti anak kecil yang patuh Aaric dan Abby pun langsung mendekati sang ibu dan langsung pada posisinya masing-masing, berbaring di sofa dan menggunakan paha ibunya sebagai bantal dan menunjukkan sisi telinganya yang merah.      

"Maaf, Mommy tadi terlalu berlebihan."     

Aaric tersenyum. "It's ok mom, tarikan tangan mommy tak akan membuat telingaku putus."     

"Iya Aaric benar, telinga kami akan baik-baik saja Mom."     

Viona menekan lebih kuat kantong kompres yang sedang ia pegang, sehingga membuat aaby dan Aaric menjerit karena terlalu dingin.      

"Anak nakal, mommy serius. Tak bisakah kalian serius sedikit saja,"ucap Viona dengan suara meninggi.     

Aaric dan Abby tertawa bersama, keduanya puas bisa menggoda ibunya.      

"Katakan pada mommy siapa anak-anak yang berani merundung anak gadis Mommy di tempat umum seperti itu?"     

Abby dan Aaric perlahan bangun dari pangkuan ibunya dan duduk dengan tegap, terlihat sangat serius.      

"Dari informasi yang Denise berikan, pemuda itu adalah mantan kekasihnya yang berselingkuh dengan sahabatnya sendiri. Jadi Denise di tusuk dari belakang secara terang-terangan oleh sahabatnya Mom,"jawab Abby dingin, ia terlihat kesal saat membahas soal mantan kekasih dan sahabat Denise yang sudah ia penjarakan saat ini.     

"Nama pemuda itu adalah Saga Stevano seorang keturunan Asia-Meksiko, dia teman satu kampus dengan Denise. Dia dekat dengan Denise selama 6 bulan terakhir sebelum kelulusan dan gadis itu bernama Claire Carter yang berasal dari Montreal, orang tuanya punya perusahaan bir turun temurun dan menjadi teman Denise mulai dari mereka masuk kuliah. Menurut narasumber yang aku dapatkan selama ini Claire terlalu mendominasi Denise, sehingga ia akhirnya menjalin hubungan Saga Stevano si playboy itu diam-diam dibelakang Denise sampai akhirnya perselingkuhan mereka terkuak satu minggu sebelum kelulusan." Aaric menambahkan informasi yang kakaknya berikan sebelumnya.      

Viona menatap kedua putranya secara bergantian. "Apa informasi ini valid?"     

"Yes, aku sudah langsung bertanya kepada beberapa mahasiswa dan staf pengajar di kampus Denise beberapa saat yang lalu saat kembali dari mall,"jawab Aaric sambil tersenyum.     

"Sekarang dimana kedua anak itu?"     

"Kantor polisi, aku sudah minta anak buahku untuk membawa mereka ke kantor polisi dan tak akan dilepaskan sebelum kedua orang tua mereka datang." Abby langsung menjawab dengan cepat.      

Viona tersenyum mendengar perkataan Abby, ia kemudian bangun dari sofa dan menyentuh kedua pundak anaknya. "Ingat baik-baik pesan Mommy, meski Denise bukan anak yang Mommy lahirkan tapi air susu Mommy mengalir dalam dirinya. Jadi jika terjadi sesuatu padanya maka Mommy akan ikut terluka, jadi kalian berdua harus benar-benar menjaganya dengan baik. Ingat Denise adalah seorang gadis dan seorang gadis hanya punya satu mahkota, selain Daddy dan paman Frank kalian berdua mempunyai tugas yang sama untuk melindunginya."     

"Iya mom, aku tahu. Tenang saja,"jawab Abby singkat.      

"Baiklah, sekarang Mommy mau memeriksa Denise. Rahasiakan hal ini, jangan sampai Daddy atau paman kalian tahu. Mommy tak mau nyawa kedua anak itu melayang, cukup kalian saja yang urus."     

Abby dan Aaric menganggukkan kepalanya dengan kompak merespon perkataan ibunya, setelah memberikan sebuah ciuman di kening Abby dan Aaric secara bergantian Viona kemudian naik ke lantai dua menuju kamar Denise.      

Melihat ibunya pergi Aaric menghela nafas panjang. "Apa kita perlu menginvestigasi lagi kak?"     

"Tak usah, biarkan anak-anak yang mengurus dua hama itu. Lagi pula ini masalah kecil, percayalah setelah ini mereka pasti tak akan berani menginjakkan kaki di Ottawa lagi,"jawab Abby dengan cepat.     

"Ingat pesan Mommy, jangan sampai aunty dan paman tahu. Apalagi Daddy,"celetuk Aaric tiba-tiba.     

Abby terkekeh, ia kemudian bangun dari sofa dan membuka jas yang masih membalut tubuhnya. "Tenang saja, jika Abraham Alexander Willan sudah turun tangan maka semuanya beres."      

"Cih, sombong sekali. Jangan lupa aku juga seorang Willan,"sahut Aaric ketus pada kakaknya yang sudah berjalan menuju lantai dua.      

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.