You Are Mine, Viona : The Revenge

Pengagum baru



Pengagum baru

0Sebuah teriakan dari seorang pria membuat niat Zabina Petrov yang ingin melayangkan tangannya ke wajah Denise terhenti di udara.     
0

"Ini rumah sakit, jaga sikapmu!"hardik pria itu kembali saat sudah berdiri disamping Zabina.     

Denise hampir kelepasan bicara dan menyebut pria itu sebagai kakak, beruntung cengkraman tangan Kate menguat ditangannya sehingga ia langsung tersadar.     

Zabina langsung menunjukkan wajahnya yang memerah karena ditampar Denise. "Dia yang menamparku terlebih dahulu, Aaric."     

"Aku tak akan menamparmu kalau kau tak menyebut temanku dengan sebutan BITCH,"sahut Denise dengan cepat mencoba menjelaskan alasannya mendaratkan tamparan ke gadis berambut pirang itu pada sang kakak yang sejak tadi mencuri pandang ke arahnya.     

Aaric mengalihkan pandangannya dari Zabina ke Denise kembali ke Zabina kembali. "Apa yang dikatakan dokter ini benar, Zabina?" suara Aaric terdengar meninggi saat berbicara, pasalnya Aaric tahu kalau Denise, adiknya tak mungkin berbohong.     

Zabina memainkan rambutnya untuk menutupi pipinya. "Itu salahnya, dia yang menabrakku terlebih dahulu saat aku berjalan tadi sampai aku terjatuh."     

"Tapi itu tak sengaja, Kate juga sudah meminta maaf padamu tapi kau mendorongnya dan menyebutnya BITCH,"ucap Denise kembali.     

Aaric menatap Kate dengan tajam. "Jadi namamu, Kate?"     

Kate tersenyum canggung, sungguh ia ingin menghilang saat ini rasanya. Bertemu kembali dengan Aaric dalam posisi seperti ini bukanlah hal yang ia inginkan.     

"Temanku pemalu, dia tak mudah akrab dengan orang asing,"jawab Denise ketus dengan tatapan tajam penuh arti pada sang kakak.     

Aaric tersenyum. "Karena ini adalah sebuah kesalahpahaman lebih baik kalian saling memaafkan, bukankah menjalin sebuah hubungan pertemanan jauh lebih baik daripada bermusuhan seperti ini?"     

Denise mendengkus kesal, tanpa bicara ia kemudian meraih tangan Kate dan langsung menariknya pergi dari hadapan Aaric dan Zabina. "Lebih baik kita pergi dari sini, aku tak sudi berteman dengan perempuan sombong sepertinya."     

Kedua mata Zabina mendelik. "See, kau lihat kan? Mereka benar-benar kurang ajar, Aaric. Kita harus melaporkan mereka pada management rumah sakit agar mereka dipecat,"pekik Zabina penuh emosi sambil menunjuk ke arah Denise yang sedang menarik Kate pergi menjauh darinya.     

Aaric mengerakkan tangannya dan menurunkan tangan Zabina dari udara. "Jaga sikapmu, Zabina. Ini Kanada, bukan Ukraina. Lagipula mereka adalah dokter yang punya tugas penting, kita tak tahu bukan mereka ada tugas apa saat berjalan tadi sehingga tak sengaja menabrakmu."     

"Kenapa kau membela, Aaric?"     

"Aku tak membela mereka, percayalah kalian sama-sama bersalah. Tapi tolong tahan dirimu, saat ini kita sedang di rumah sakit,"jawab Aaric pelan mencoba untuk menenangkan Zabina yang sedang marah.     

Zabina terdiam cukup lama sebelum akhirnya ia pergi dari hadapan Aaric dengan kesal, ia langsung berjalan dengan cepat menuju ruang perawatan Vladimir Petrov kakak sepupunya yang sedang dirawat. Aaric menggelengkan kepalanya melihat sikap Zabina, perlahan Aaric menoleh ke arah Denise mengajak temannya pergi. Meski belum mengenal Kate lebih jauh namun Aaric merasa sangat dekat dengannya, kedua mata Kate terasa tak asing untuk Aaric. Aaric baru meninggalkan tempatnya berada saat teriakan Zabina terdengar.     

Sesampainya dikantin Denise langsung menenggak minumannya dengan cepat, ia bahkan langsung menghabiskan satu botol air mineral tanpa sisa.     

"Dasar siluman rubah, mulutnya tajam sekali. Aku ingin sekali menjahitnya tadi,"ucap Denise penuh emosi.     

Kate tersenyum kecut. "Seharusnya kau tak menamparnya tadi, Denise. Bagaimana kalau dia melaporkan kita?"     

"Akh aku tak takut, ada bukti cctv juga. Aku bisa mengatakan tamparanku itu adalah sebuah tindakan membela diri setelah kau di dorong dan disebut BITCH olehnya,"jawab Denise penuh emosi.     

"Iya tapi seharusnya kau jangan memukulnya, aku tak mau kau terkena masalah karena aku, Denise."     

Denise menoleh ke arah Kate dengan tatapan penuh emosi. "Lalu menurutmu apa aku harus diam saja saat mendengar sahabatku disebut BITCH begitu? Oh tidak bisa, Kate. Aku tak akan membiarkan hal itu terjadi."     

"Tapi bagaimana kalau kau..."     

"Sudah jangan dipikirkan, itu urusanku. Kalau seandainya aku dipanggil aku bisa membuat banyak alasan, kau tenang saja. Setidaknya aku puas bisa memberi pelajaran pada wanita sok cantik itu, menyebalkan sekali." Denise langsung memotong perkataan Kate dengan cepat.     

Kedua mata Kate langsung berkaca-kaca, ia tak percaya Denise akan berbuat sejauh itu untuk membelanya. Hampir seumur hidup selalu sendiri membuat Kate tak mudah dekat dengan seseorang dan ketika diperlakukan seperti ini oleh Denise membuat Kate terharu.     

Melihat Kate menunduk membuat Denise heran. "Hei, are you ok?"     

Kate mengalihkan pandangannya dan menyeka air mata yang masih terjebak dikedua matanya tanpa menjawab pertanyaan Denise.     

"Kau menangis, Kate?"tanya Denise kembali mengulang pertanyaannya.     

Kate menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak, aku baik-baik saja."     

"Kita sudah bersahabat lebih dari dua tahun Kate, kau tak bisa membohongiku,"sahut Denise dengan cepat. "Cepat katakan, kau kenapa? Atau aku akan marah!!"     

Kate menatap Denise dengan mata yang masih basah. "Aku selalu sendiri selama ini, jadi rasanya senang sekali saat dibela seperti tadi. Sungguh aku sangat bahagia, terima kasih Denise. Kau adalah orang pertama yang melakukan ini untukku."     

Denise terdiam, lidahnya kelu. Meski sudah mengenal Kate lebih dari dua tahun ternyata ada sisi lain Kate yang belum ia ketahui.     

"Jangan menangis Kate, kau tak sendiri lagi saat ini. Kau punya aku, sahabatmu,"ucap Denise serak menahan tangis, Denise ikut terharu.     

Air mata Kate menetes kembali tanpa bisa ditahan.     

"Sudahlah jangan sedih lagi, yang jelas saat ini kau tak sendiri lagi, Kate. Kau punya aku, jadi hapus air matamu,"ucap Denise kembali sembari menyeka air mata yang memasahi pipi Kate menggunkaan tisu.     

"Sekali lagi terima kasih, Denise."     

"Akh sudah-sudah, jangan berterima kasih terus. Ayo makan, aku lapar."     

Kate memaksakan diri untuk tersenyum sebelum akhirnya berjalan dibelakan Denise menuju etalase untuk mengambil makan malam mereka, karena tahu Denise sangat suka daging turkey Kate sengaja memberikan jatahnya pada Denise.     

"Jangan, kau juga harus makan daging ini, Kate,"ucap Denise dengan cepat.     

Kate menggelengkan kepalanya. "Aku sudah mengambil udang goreng."     

"Akh kau ini, selalu begitu. Senang sekali kalau lihat aku makan banyak, nanti aku gemuk, Kate,"sahut Denise kesal.     

"Tapi nyatanya kau tak gemuk, bukan? Jadi jangan permasalahkan makanannya, sudah bawa saja sana ke meja,"jawab Kate pelan sambil tersenyum.     

Denise memajukan mulutnya, ia kesal tak pernah menang jika berdebat dengan Kate. Karena memang sudah lapar akhirnya Denise mengikuti langkah Kate menuju ke meja untuk makan, ketika dua dokter muda itu mulai makan dari balik dinding seorang pria tampan nampak tersenyum. Karena di kantin belum ada siapa-siapa, alhasil semua perkataan Denise dan Kate bisa didengar dengan jelas oleh pria itu.     

"Katerine Ivanov, gadis yang menarik,"ucap pria itu lirih sambil tersenyum.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.