You Are Mine, Viona : The Revenge

Happy Family



Happy Family

0Viona tersenyum ketika melihat pemandangan yang menyejukkan hatinya pagi ini, sementara dibelakangnya Abby yang sangat marah sedang ditenangkan oleh sang ayah dan beberapa pamannya.     
0

Pagi ini semua orang sudah dibuat panik oleh Abby yang berteriak-teriak karena mencari Natalie, ia bahkan sudah memarahi beberapa staf villa yang dianggap tak becus bekerja karena tak mampu menemukan keberadaan Natalie. Viona yang sedang yoga pun sampai menghentikan olah raga rutinnya tiap pagi itu karena terganggu dengan suara teriakan Abby.     

"Gadismu ada bersama Denise, Abby. Sekarang lebih baik kau tenang,"ucap profesor Frank pelan mencoba menenangkan Abby.     

"Yang diucapkan pamanmu benar, Abby. Kau jangan marah-marah lagi, biarkan dia tidur. Sepertinya mereka berdua baru saja tidur, lihat saja laptop Denise masih hidup, bukan?"imbuh profesor William ikut bicara.     

"Tapi aku harus bicara dengannya, dia harus diberi hukuman karena sudah membuatku marah-marah sepagi ini,"jawab Abby ketus, kedua matanya masih menatap tajam ke arah Natalie yang tidur disamping Denise dibalkon.     

Profesor Dexter menghela nafas panjang, perlahan ia merangkul leher Abby dengan kuat. "Kau ini benar-benar sangat keras kepala, Abby, persis ayahmu. Saat ini biarkan Natalie tidur, toh dia tak kemana-mana. Dia ada dikamar Denise, itu bukan hal besar yang harus membuatnya menerima hukuman darimu."     

"Paman tak tahu apa-apa, Nate sudah..."     

"Iya paman tak tahu apa-apa, karena itu lebih baik kau jelaskan pada paman ya,"sahut profesor Dexter kembali sembari menyeret Abby keluar dari kamar Denise.     

Selama ini yang bisa menenangkan Abby jika sedang marah memang hanya profesor Dexter selain Fernando, Anastasia, Aurelie dan dokter Louisa hanya bisa tersenyum melihat tingkah Abby yang sangat ajaib itu.     

Tingkah laku anak-anak Fernando benar-benar mirip seperti Fernando, mereka sangat posesif pada wanitanya dan akan bertindak diluar nalar jika sedang panik. Karena itu semua orang yang saat ini ada di kamar Denise hanya tersenyum dan tak berkomentar apapun saat melihat tingkah Abby.     

"Dimana Abby?"tanya Viona pelan pada dokter Louisa.     

"Sudah dibawa profesor Dexter,"jawab dokter Louisa pelan.     

Viona tersenyum. "Baguslah, sepertinya hanya profesor Dexter yang mampu menenangkan anak itu."     

Anastasia terkekeh mendengar perkataan Viona. "Tentu saja hanya Dexter yang mampu menenangkan Abby, Abby kalah ukuran dengan Dexter."     

Semua orang pun tertawa mendengar perkataan Anastasia, karena tak mau mengganggu tidur Denise dan Natalie mereka pun memutuskan untuk keluar dari kamar Denise. Sebelum menutup kamar sang putri dokter Louisa tersenyum melihat putrinya tidur bersama Natalie kekasih Abby.     

"Terima kasih dok,"ucap dokter Louisa pelan pada saat berjalan meninggalkan kamar Denise.     

"Terima kasih untuk apa?"tanya Viona bingung.     

"Terima kasih sudah memberikan Denise dua kakak perempuan, sekarang aku tenang dan tak khawatir lagi karena sudah ada dua kakak perempuan yang menjaga Denise si manja itu,"jawab dokter Lousia jujur.     

Viona tersenyum saat mengerti kemana arah pembicaraan dokter Louisa.     

"Semoga mereka bisa saling menjaga kedepannya sampai akhirnya nanti Denise menemukan pria yang cocok untuknya,"ucap Viona lembut.     

"Tapi untuk itu aku rasa akan sulit."     

Viona menaikkan satu alisnya. "Apa maksudmu, dok? Aku tak mengerti."     

"Denise adalah putri satu-satunya di keluarga kita, dia memiliki papa yang sangat protektif, belum lagi dengan Daddynya yang sangat memanjakannya. Jangan lupakan juga dua kakak kembarnya yang sangat menyayanginya itu, jadi aku rasa akan sulit untuk Denise menemukan pemuda yang cocok untuknya dalam waktu dekat ini,"jawab dokter Louisa sambil tersenyum.     

Viona terkekeh geli mendengar perkataan sang adik ipar, apa yang diucapkan dokter Louisa benar. Laki-laki yang akan menjadi suami Denise kelak benar-benar harus tahan banting, dia akan melewati banyak rintangan untuk bisa menikahi Denise yang merupakan kesayangan semua orang. Khususnya Fernando yang sangat memanjakan Denise sejak kecil, bahkan Fernando akan marah pada profesor Frank jika dia berani bicara kasar pada Denise.     

Viona kemudian melingkarkan tangannya pada tangan dokter Louisa. "Pasti menyenangkan melihat mereka memiliki keluarga bersama-sama, aku sudah tak sabar menimang cucu dari kedua putraku, dok."     

"Saya juga dok, pasti anak-anak Abby dan Aaric akan sangat menggemaskan. Mereka berdua benar-benar pintar mencari pasangan, baik Kate ataupun Natalie keduanya sangat cantik. Yang satu gadis Rusia satunya gadis Itali, anda benar-benar beruntung dok bisa memiliki dua anak perempuan sekaligus,"ucap dokter Louisa pelan menggoda Viona.     

"Semoga kita selalu sehat ya dok, hingga bisa menua bersama melihat anak cucu kita bertumbuh."     

"Amin, Tuhan pasti akan mengabulkan doa kita dok." Dokter Louisa menyahut dengan cepat perkataan Viona.     

Setelah berkata seperti itu mereka kemudian mempercepat langkahnya karena sudah tertinggal jauh dengan Anastasia dan Aurelie yang sudah tiba di restoran untuk makan pagi bersama.     

Abby yang sudah dibawa ke kolam renang oleh profesor Dexter masih kesal, ia ingin sekali kembali ke kamar Denise untuk membangunkan Natalie dan memarahinya. Namun semua orang nampak melarangnya melakukan itu termasuk sang ayah yang saat ini sedang duduk didepannya dengan menikmati segelas kopi pahit.     

"Bukankah Daddy tak suka pada Natalie? Tapi kenapa sekarang Daddy seperti melindunginya?"tanya Abby ketus.     

Fernando menyeruput teh chamomile tanpa gula favoritnya perlahan dan meletakkan cangkir tehnya kembali diatas meja dengan hati-hati. "Daddy bukan melindunginya, Daddy hanya ingin membuatmu menjadi laki-laki sejati. Itu saja, tidak lebih."     

"Membuatku menjadi laki-laki sejati? Memangnya kurang jantan apa aku? Apa perlu aku memberikan Daddy cucu secepatnya? Kalau iya maka aku akan...awwww..."     

Ucapan Abby terhenti karena telinganya di jewer oleh profesor Frank yang bergabung dengan mereka.     

"Jangan bicara sembarangan anak muda, memiliki anak adalah sebuah komitmen besar dan kau tak bisa seenaknya memutuskan dalam keadaan emosi seperti saat ini,"ucap profesor Frank pelan.     

Abby memegangi telinganya yang terasa panas. "Aku tahu, paman."     

"Kalau kau tahu maka jangan bicara sembarangan, lagipula kau masih muda dan belum menikah. Biarkan Aaric terlebih dahulu yang memiliki anak, setelah itu baru kau dan kekasihmu itu,"ucap profesor Frank kembali.     

Abby mendengus. "Ini kenapa jadi bahas anak? Aku sedang membahas Natalie bersama Daddy, akh paman mengganggu saja!!"     

Fernando terkekeh mendengar perkataan putra pertamanya, ia pun kembali meminum teh chamomilenya sambil melihat perdebatan kecil antara putranya dan adiknya yang lebih mirip ayah dan anak itu. Mereka berdua sama-sama tak mau mengalah jika sedang berdebat seperti ini.     

"Lihat, Dad. Kau pasti bahagia bukan diatas sana melihat kami seperti ini? Aku dan Frank saat ini sudah sangat bahagia, bahkan anak-anak kami juga sudah dewasa dan siap berumah tangga. Aku yakin sekali kalau kau masih hidup kau pasti akan kewalahan menghadapi mereka, sepertinya sifat keras kepala anak-anak kami diturunkan oleh Daddy,"ucap Fernando dalam hati sambil tersenyum, ia yakin sekali kalau saat ini ayahnya sedang melihat kebahagiaan keluarganya.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.