You Are Mine, Viona : The Revenge

Sosok sang kakak



Sosok sang kakak

0Seperti rumah-rumah kebanyakan jika sang nyonya rumah berkata A maka semua penghuni akan melakukan A juga, hal itu juga berlaku di istana Willan. Setelah Viona bicara dengan Natalie berdua akhirnya Clarine dipindah ke divisi lain, posisi sekretaris untuk Abby pun ditiadakan dan kembali ke semula dimana hanya ada Marco dan Jordan yang menjadi asisten pribadinya. Meski banyak staf yang bertanya-tanya kenapa Clarine dipindahkan dari posisi bergengsinya namun tak ada yang berani bertanya, mereka semua hanya bisa berbisik-bisik dibelakang menerka-nerka penyebab Clarine terdepak dari posisinya.     
0

Sejak Clarine dipindahkan dari posisinya sebagai sekretaris sejak itu juga Abby tidak masuk kerja, gosip tidak enak pun semakin santer terdengar selama dua hari pertama sampai akhirnya gosip itu mereda karena staf human resource departement turun tangan. Mereka mengancam akan memecat dan menuntut orang yang menyebarkan kabar tidak sedap antara Clarine dan Abby.     

"Benar-benar para gadis yang merepotkan,"gerutu Jordan pelan saat baru melewati sekelompok staf wanita yang menatapnya dan Marco dari ujung kaki sampai ujung rambut.     

Marco terkekeh. "Abaikan saja, kau tahu kan peringatan Nyonya besar?"     

Jordan menelan ludahnya dengan cepat. "Iya aku tahu."     

"Ya sudah, kalau begitu jangan pikirkan para staf itu. Pekerjaan kita masih sangat menunpuk,"ucap Marco kembali seraya mempercepat langkahnya menuju ruangannya untuk mulai bekerja.     

Melihat Marco masuk keruangannya Jordan pun memutuskan melakukan hal yang sama untuk kembali fokus pada pekerjaannya yang sudah menumpuk.     

Sementara itu diruangannya kerjanya Aaric hanya tersenyum saat mendapatkan laporan dari Loren perihal kabar dipecatnya sekretaris baru Abby.     

"Bukankah staf HRD sudah memberi peringatan pada mereka? Lalu kenapa gosip panas itu masih terdengar?"tanya Bruce bingung mengomentari ucapan Loren.      

Loren menoleh ke arah Bruce yang sejak tadi berdiri didekat pintu. "Wanita memang seperti itu, mereka sudah ditakdirkan Tuhan untuk menjadi makhluk yang senang bergosip dan membicarakan kejelekkan orang. Jadi kau tak usah heran."     

"Ck, merepotkan saja,"sahut Bruce ketus.     

Aaric menipiskan bibirnya mendengar percakapan kedua asistennya. "Ya sudah jangan bahas lagi, ini hanya masalah kecil. Yang penting kalian harus membantu Jordan dan Marco menyelesaikan semua pekerjaan kakakku, sama seperti yang mereka lakukan ketika aku cuti untuk mengurus pernikahanku."     

"Siap Tuan."Loren dan Bruce kompak menjawab perkataan Aaric.     

Tak lama kemudian mereka pun kembali melanjutkan meeting yang sempat tertunda karena laporan Loren yang membahas soal gosip yang tengah panas di kantor, dari balik pintu yang tak tertutup sempurna Zabina yang sebelumnya ingin masuk untuk bertemu dengan Aaric pun membatalkan niatnya saat mendengar pembicaraan ketiga pria yang ada didalam ruangan. Selama Loren menceritakan soal sekretaris baru Abby yang dipecat senyum Zabina mengembang penuh arti.     

"Ok, sepertinya semuanya akan lebih menarik sekarang. Baiklah, yang harus aku lakukan saat ini adalah mencari tahu sekretaris yang dipecat itu,"ucap Zabina pelan sembari melangkahkan kakinya pergi menjauh dari ruangan Aaric.     

****     

Sementara itu di sebuah toko berlian saat ini Abby dan Natalie tengah duduk untuk memilih-milih cincin pernikahan mereka, meski sang ibu mertua sudah menyakinkannya kalau Abby tak akan mungkin macam-macam namun Natalie masih tetap kesal pada calon suaminya itu. Natalie masih belum bisa memaafkan Abby yang sudah memperkosanya tadi malam.     

"Jadi bagaimana? Anda ingin berlian berwarna pink ini atau yang biasa? Keduanya memiliki plus minus masing-masing, tergantung selera,"ucap sang pelayan toko berlian dengan sopan pada Natalie yang sedang melihat-lihat ratusan cincin yang ada didepannya.     

Abby berdehem. "Kalau saya semuanya tergantung calon istri saya ini, Nona. Apapun yang ia pilih maka itu yang akan saya ambil."     

Kedua pelayan yang sedang melayani mereka nampak tersenyum mendengar perkataan Abby, kembali melayani salah satu pria yang paling diidamkan untuk menjadi suami di Ottawa membuat para pelayan di toko berlian itu saling berebut sebelumnya sampai akhirnya manager toko harus turun tangan dan menunjuk dua orang pelayan paling senior untuk melayani Abby dan Natalie.     

Natalie yang masih kesal dengan Abby tak merespon ucapannya, Natalie masih terfokus pada sebuah cincin berlian berwarna biru yang sejak pertama sudah mencuri perhatiannya. Manager toko yang sejak tadi hanya diam dan ikut mengawasi kerja kedua anak buahnya nampaknya berhasil melihat apa yang sedang Natalie lihat.     

"Blue diamond ini bernama The Wittelsbach Diamond, salah satu berlian biru yang masuk dalam deretan berlian paling mahal di dunia, Nona,"ucap sang manager pelan seraya mengeluarkan cincin berlian yang sejak tadi Natalie lihat dari tempat penyimpanannya.     

"Namanya The Wittelsbach Diamond?"Natalie mengulangi perkataan sang manager dengan serak.     

"Iya nona, memang berlian biru seperti ini kalah pamor dengan berlian lainnya. Tapi tetap saja berlian ini memiliki daya tarik tersendiri, buktinya sejak tadi anda sudah terhipnotis akan kecantikan berlian ini, bukan?"     

Wajah Natalie bersemu merah, ia merasa malu karena ternyata aktivitasnya sejak tadi diperhatikan orang lain.      

"Jadi kau menyukai berlian ini, sayang?"tanya Abby tiba-tiba ikut bicara.      

Perlahan Natalie menoleh ke arah Abby dan mengangguk pelan sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan padanya.      

Abby tersenyum Natalie mau merespon pertanyaannya. "Baiklah kalau begitu kita ambil saja yang ini..."     

"Tunggu."     

Abby menoleh ke arah Natalie. "Ada apa lagi?"     

"Tadi nona ini mengataka harga The Wittelsbach Diamond itu sangat mahal, aku tak mau mengambilnya jika harganya terlalu mahal,"bisik Natalie pelan pada Abby dengan suara yang hampir tak terdengar.     

Abby melingkarkan tangannya ke pinggang Natalie dengan cepat. "Kau lupa siapa calon suamimu ini, hem?"     

"Xander,"desah Natalie serak, ia merasa tak nyaman dengan apa yang dilakukan Abby.     

Abby yang sangat paham dengan semua gerak gerik Natalie tersenyum nakal dan mengalihkan pandangannya pada sang manager toko yang sejak tadi tersenyum-senyum melihat kemesraan calon pengantin didepannya itu.      

"Kami ambil yang ini, tolong dibungkus dengan rapi cincin pilihan calon istriku yang pemalu ini."     

"Siap Tuan muda, saya akan membungkusnya dengan hati-hati sesuai ukuran jari tangan Nona Natalie sebelumnya,"jawab manager toko perhiasan itu kembali sambil tersenyum.      

Wajah Natalie bersemu merah, ia kesal pada dirinya sendiri yang bisa semudah ini memaafkan Abby. Padahal apa yang sudah Abby lakukan padanya tadi malam adalah kesalahan fatal yang sudah menyakiti hatinya, sepertinya cintanya terlalu dalam pada Abby sehingga dengan mudahnya ia memaafkan semua kesalahan yang dibuat pria itu. Well, sepertinya cinta itu benar-benar sudah menutup kewarasan Natalie.      

Setelah melakukan pembayaran Abby kemudian mengajak Natalie pergi ke toko pakaian pengantin yang sebelumnya juga dikunjungi Aaric dan Kate sebulan yang lalu, mereka datang ke toko yang sama karena lagi-lagi karena rekomendasi sang ibu yang sudah sangat akrab dengan pemilik tokonya. Pada saat Natalie akan masuk kedalam mobil tiba-tiba secara tak sengaja ia melihat seseorang yang sangat ia kenal melintas tak jauh dari tempat mereka berada saat ini.      

"Ada apa?"tanya Abby pelan pada Natalie yang tiba-tiba mematung tepat didepan pintu mobil.      

Perlahan Natalie mengalihkan pandangannya pada Abby. "A-aku melihat kak Nelly,"     

"What, kau yakin?"     

Natalie langsung berkaca-kaca. "Aku masih hafal dengan wajah kakakku, Xander."     

Bersambung      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.