You Are Mine, Viona : The Revenge

Who are you?



Who are you?

0Viona memijat kepalanya dengan mata terpejam karena tiba-tiba terasa sakit pasca mendengar cerita dokter Louisa, bahkan sampai saat ini ia sudah berada di ruangannya sendiripun rasa sakit yang menyiksanya itu belum juga hilang. Viona yang sangat menyayangi Denise nampak sangat shock mendengar perkataan dokter Louisa, meski Viona hanyalah orang lain dalam keluarga Denise tapi ia sudah sangat mencintai Denise seperti ia mencintai kedua putranya.     
0

Suster Tina yang baru saja kembali dari ruangan profesor William langsung mendekati Viona begitu ia melihat kondisi Viona yang tak biasa. "Anda sakit, dok?"     

Viona membuka kedua matanya dan tersenyum ke arah suster Tina. "Tidak sus, aku baik-baik saja. Hanya sedikit lelah saja."     

"Kalau anda lelah lebih baik istirahat, saya bisa meminta dokter Louisa menggantikan anda, dok." Suster Tina langsung memberikan pilihan pada Viona untuk beristirahat.     

"Tidak usah, aku tidak apa-apa. Kau jangan khawatir, oh iya apa berkas yang aku minta sudah ada?"     

"Sudah dok, ini berkasnya,"jawab suster Tina dengan cepat sembari menyerahkan berkas yang ia ambil dari profesor William.     

Viona segera membaca berkas yang berada ditangannya, setelah menjadi kepala bagian untuk divisi bedah dalam beberapa tahun belakangan ini Viona memang menjadi lebih sibuk. Sebenarnya Viona bisa saja menjadi wakil direktur rumah sakit yang saat ini ditempati profesor William, namun karena Viona mencintai pekerjaannya ia menolak tawaran yang diberikan padanya itu dan lebih memilih tetap berada digaris depan melayani para pasien meski saat ini pekerjaannya sudah tak sebanyak dulu karena ia sudah menjadi kepala bagian.     

Suster Tina tersenyum ketika melihat Viona yang sangat serius membaca berkas yang baru saja ia bawa, meski sudah berpuluh-puluh tahun berlalu namun Viona masih sama seperti dulu. Masih sangat antusias sekali jika sedang menangani sebuah kasus.     

****     

Setelah bekerja selama dua minggu di rumah sakit Global Bros beberapa dokter mulai mengagumi kemampuan Kate, kemampuan cepatnya dalam menangani banyak pasien membuat para dokter senior curiga. Mereka yakin kalau Kate adalah dokter yang sudah memiliki jam kerja yang tinggi, namun karena mereka masih merasa tak nyaman pada Kate akhirnya tak ada yang berani bertanya padanya.     

"Kate.."     

"Hmm.."     

"Ini perasaanku saja atau kau merasa juga aku tak tahu, tapi yang jelas aku merasa kalau para dokter di rumah sakit ini mulai sungkan padamu,"ucap Denise pelan pada Kate saat sedang berganti pakaian di ruang ganti.     

Kate tersenyum. "Sungkan bagaimana? Aku hanya dokter biasa yang masih minim pengalaman, jadi mana mungkin mereka sungkan padaku. Kau ini ada-ada saja, Denise."     

"Aku serius, Kate. Bahkan aku sempat beberapa kali mendengar namamu disinggung para dokter senior secara terang-terangan di hadapan para dokter muda lainnya,"imbuh Denise kembali.     

Kate yang tak menganggap serius ucapan Denise memilih untuk terus berganti pakaian, ia harus memastikan luka palsu di pipinya yang sudah mulai mengelupas diketahui Denise. Kate tak mau penyamarannya terbongkar saat ini, karena itu ia harus segera berganti pakaian dan merapikan luka palsunya kembali. Pada saat sedang melepas pakaiannya Kate berhasil menekan kembali luka palsunya yang sudah mulai terlepas kembali terpasang di pipinya.     

"Aku ingin pizza, kita pergi bersama ya, Kate,"ucap Denise penuh harap saat sudah selesai berganti pakaian.     

Kate menutup pintu lokernya dan menguncinya kembali dengan rapat. "Aku tak bisa makan yang mengandung tepung, Denise."     

"What? Bagaimana bisa?"tanya Denise terkejut.     

"Panjang ceritanya, hanya saja intinya aku tak bisa makan makanan sejenis pizza dan kawan-kawannya,"jawab Kate sambil tersenyum. "Padahal dulu aku penggila pizza, hampir tiap malam aku dan Alex...."     

"Huuu Alex...siapa Alex?"     

Beruntung Denise langsung memotong perkataan Kate, kalau tidak Kate pasti sudah membocorkan satu rahasia pentingnya.     

Denise tersenyum jahil. "Ayo jawab, siapa Alex? Kekasihmu atau tunanganmu?"     

"Orang dari masa lalu yang ingin aku lupakan, banyak luka yang sudah dibuat orang itu padaku, Denise."     

Kedua mata Denise langsung terbuka lebar. "Apa dia yang membuatmu memiliki luka itu?"     

Perlahan Kate menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Denise, ia terpaksa berbohong untuk menyudahi pembahasan soal Alex. Akan tetapi dugaan Kate salah, pasalnya Denise justru semakin ingin tahu soal Alex. Hingga pada akhirnya Kate pun harus berbohong, ia mengarang cerita yang sangat jauh dari hal yang sebenarnya. Denise yang awalnya lapar langsung diam saat mendengar perkataan Kate, ia terlihat sangat marah sekali ketika mengerahui pria bernama Alex itu tega menyayat wajah Kate, sahabatnya. Saat Kate menyudahi cerita bohongnya tiba-tiba secara tak terduga Denise bangun dan langsung memeluk Kate dengan erat.     

"Maaf Kate, maafkan aku. Aku tak tahu kalau ada peristiwa mengerikan dibalik luka yang kau miliki itu, aku benar-benar tak tahu. Maafkan aku Kate, aku menyesal." Suara Denise terdengar serak menahan tangis saat bicara seperti itu.     

Kate yang tak menyanga cerita bohongnya akan membuat Denise bersikap seperti itu kemudian menggerakan tangannya, menepuk-nepuk punggung Denise dengan lembut. Maafkan aku Tuhan.     

"It's ok, aku sekarang sudah baik-baik saja. Jadi kau tak usah seperti ini, Denise. Kejadian itu juga sudah berlalu lama sekali,"ucap Kate lembut mencoba menenangkan Denise melanjutkan sandiwaranya.     

Denise melepaskan pelukannya dari Kate dan langsung menyentuh kedua pundak Kate. "Apa dulu sakit sekali?"     

"Iya."     

"Hiks...oh Tuhan."     

Tangisan Denise akhirnya pecah setelah ia coba tahan dan hal itu membuat Kate terkejut, ia tak percaya akan ada orang yang menangisi cerita bohongnya. Orang yang baru ia kenal bersedih atas nasib buruk yang ia karang, padahal seharusnya orang yang sangat bertanggung jawab atas semua penderitaannya selama ini masih hidup tenang di atas semua kemewahan yang ia miliki. Dunia sungguh sangat lucu!     

Perlahan Kate menyeka air mata Denise dengan lembut. "Itu sudah berlalu dan saat ini aku baik-baik saja, kau lihat kan? Aku masih bisa melanjutkan hidupku, aku masih bisa melanjutkan karirku dan aku bersyukur karena peristiwa itu kini aku bertemu denganmu. Bertemu dengan seorang sahabat sepertimu adalah anugrah terindah dari Tuhan untukku jadi aku sama sekali tak menyesali semua yang sudah terjadi saat itu."     

Denise menatap Kate dengan mata yang masih basah. "Sungguh kau baik-baik saja? Apa kau tak ada keinginan membalas dendam? Setidaknya membuat perhitungan pada laki-laki brengsek itu, Kate."     

"Percuma, dia terlalu jauh untuk kujangkau. Jadi ya sudah."     

"Are you kidding me? Kau terima begitu saja, kate?"tanya Denise dengan suara meninggi.     

Perlahan Kate melepaskan kedua tangan Denise yang masih berada dipundaknya. "Akan ada rasanya kau lebih memilih untuk berhenti memperjuangankan hal yang jelas-jelas tak bisa kau raih Denise dan aku sudah ada ditahap itu saat ini."     

"Kate..."     

"Aku serahkan semuanya pada Tuhan, aku percaya Tuhan punya cara sendiri untuk menyelesaikan semua masalahku Denise." Kate langsung memotong perkataan Denise dengan cepat dan bergegas pergi dari hadapan Denise menuju pintu keluar.     

"Tapi kau punya kau sekarang, Kate. Katakan padaku siapa lelaki brengsek itu, tak mungkin seorang Willan tak bisa menyelesaikan semua."     

Deg     

Kate langsung menghentikan langkah kakinya saat mendengar nama yang selama ini ia benci diucapkan Denise.     

"Willan...siapa kau sebenarnya Denise?"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.