You Are Mine, Viona : The Revenge

Fernando back



Fernando back

0"Babe!!"     
0

Suara Fernando sukses membuat semua orang yang berada di ruang VIP tempat dimana Viona dibawa sebelumnya oleh dokter Louisa langsung menoleh ke arah pintu, dimana saat ini Fernando berdiri dengan hawa membunuh yang kental dan membuat semua orang yang ada di ruangan itu merinding, kecuali Viona tentu saja.     

"Hi."     

Fernando menggeram, ia langsung berjalan dengan cepat menuju ranjang tempat dimana Viona duduk. Tanpa bicara Fernando langsung mencengkrang kedua pundak sang istri dan mendorongnya dengan kuat supaya Viona kembali berbaring di ranjang.     

"Aku baik-baik saja."     

Fernando langsung menatap tajam ke arah Viona. "Tak ada orang baik-baik saja yang pingsan."     

"Aku serius, Fernando. Aku sudah baik-baik saja, tadi hanya kelelahan saja,"ucap Viona pelan mencoba untuk menenangkan banteng liarnya yang marah.     

Satu alis Fernando terangkat. "Oh jadi kau hanya kelelahan? Ok mulai besok kau sudah tak kuijinkan bekerja lagi, hari ini adalah hari terakhirmu memakai baju putih ini lagi."     

"Babe..."     

"Kau tak punya pilihan, Viona."     

Viona langsung diam, ia tahu kalau suaminya sangat marah saat ini. Setiap Fernando menyebut nama Viona secara langsung tanpa sebutan cinta itu artinya saat ini Fernando sangat marah dan Viona sudah hafal, karena itu ia kini memilih pasrah dan patuh pada keinginan suaminya yang sedang sangat marah itu. Viona harus rela ketika kembali mendapatkan pemeriksaan dokter Louisa, padahal ia benar-benar sudah tidak apa-apa. Akan tetapi Fernando memaksa dokter Louisa, sang adik ipar untuk memeriksa Viona.     

"Bagaimana? Jawab yang jujur karena aku paling benci dibohongi,"tanya Fernando dingin penuh ancaman.     

Dokter Louisa mengalungkan stetoskopnya kembali ke leher. "Dokter Viona sudah tidak apa-apa, semuanya sudah tak ada masalah."     

"Kau tahu bukan kalau aku marah, Lou?"     

Wajah dokter Louisa langsung pucat mendengar perkataan terakhir kakak iparnya, meski sudah menikah lebih dari 20 tahun dengan profesor Frank akan tetapi dokter Louisa masih takut pada Fernando. Fernando masih sama menakutkannya seperti saat masih muda dulu.     

Menyadari posisi dokter Louisa tak aman Viona langsung bertindak, perlahan ia meraih tangan kiri Fernando dan mencengkramnya dengan lembut. "Demi Tuhan aku baik-baik saja, sayang. Kau jangan memaksakan aku sakit, karena aku memang tak sedang sakit. Aku hanya kelelahan tadi makanya aku pingsan dan sebenarnya aku..."     

"Kenapa? Kau hamil lagi?"Fernando langsung memotong perkataan Viona dengan cepat.     

Viona terkekeh. "Ingat usiaku, jangan suka mengada-ada. Memangnya kedua anakmu yang sudah siap menikah itu mau memiliki adik bayi, jangan bicara sembarangan. Sebenarnya tadi pagi aku telat makan, makanya aku pingsan hehe."     

"What!!!!"     

Viona dan dokter Louisa yang berada paling dekat dengan Fernando langsung menutup kedua telinga mereka secara bersamaan karena kerasnya suara teriakan Fernando di telinga mereka.     

Rahang Fernando mengeras. "Babe..."     

"Ok..ok... aku salah, tapi dengar dulu alasannya. Jangan marah, duduk dulu. Aku ingin bicara serius denganmu,"ucap Viona dengan cepat.     

"Aku tak sedang dalam kondisi bisa di rayu, beb."     

"Tapi ini tentang anak-anak,"lanjut Viona kembali.     

Fernando terdiam cukup lama sampai akhirnya ia menoleh ke arah dokter Louisa, memberikan kode pada sang adik ipar untuk keluar dari ruangan itu. Dokter Louisa yang paham dengan kode yang diberikan Fernando pun langsun keluar dari ruangan itu bersama tiga suster yang sejak tadi menemaninya menjaga Viona, setelah semua orang pergi Viona kemudian berusaha untuk duduk dibantu Fernando yang sebenarnya tadi melarang Viona untuk duduk.     

"Ada apa dengan Aaric dan Abby?"tanya Feranndo dengan cepat.     

Viona menggeleng. "Bukan mereka, tapi ini tentang Denise."     

"Denise? Ada apa dengannya? Jangan bilang ada yang membully putriku di rumah sakit ini!!"     

"Bukan, tak ada yang membully Denise."     

Satu alis Fernando langsung naik. "Lho, bukankah tadi kau bilang ini tentang Denise?"     

Viona menghela nafas panjang, perlahan ia meraih ponsel dokter Arnold dan menyerahkannya pada Fernando. Beruntung dokter Arnold tak mengunci ponselnya, awalnya Fernando bingung akan tetapi akhirnya ia menerima ponsel yang diberikan sang istri akan tetapi tiba-tiba Viona langsung menarik ponselnya kembali dan langsung menangkap tangan kanannya dengan kuat.     

"Kau kenapa, tanganmu berdarah!!"     

"Luka kecil, jangan dibahas...."     

"Luka kecil apa, tanganmu sobek ini Fernando!"     

Viona berteriak cukup keras sehingga membuat Fernando langsung diam, kalau sebelumnya Fernando yang marah kini jadi Viona lah yang marah. Dengan segera Viona turun dari ranjang dan berusaha untuk keluar dari ruangan itu untuk mencari peralatan, akan tetapi melarangnya. Ferando kemudian memanggil suster Tina untuk mengobati tangannya, beruntung suster Tina masih menunggu didepan ruangan tempat Viona di rawat akhirnya tangan Fernando bisa ditangani dengan cepat. Karena lukanya yang cukup dalam akhirnya tangan Fernando harus mendapatkan dua jahitan, meski tak terlalu dalam.     

"Terima kasih, sus."     

"Sama-sama dok, baiklah kalau begitu saya permisi."     

Fernando menganggukkan kepalanya merespon perkataan asisten pribadi sang istri, kini tangan kanannya sudah terbalut kain kasa yang membuatnya sedikit tidak nyaman. Memiliki istri seorang dokter membuatnya harus pasrah jika hal-hal semacam ini terjadi.     

"Ok tanganku sudah di urus, sekarang lanjutkan pembicaraan kita tadi,"ucap Ferando pelan sambil duduk dengan tegap di hadapan Viona.     

Viona pun kembali menghela nafas panjang, ia kemudian mulai mengatakan semua yang ia tahu dari dokter Arnold saat suaminya sedang membaca semua percakapan para dokter muda dari ponsel dokter Arnold.     

"Damn, beraninya hal semacam ini terjadi di rumah sakitku,"geram Fernando penuh emosi, Fernando sangat tidak menyukai perundungan semacam ini. Apalagi dokter muda yang sedang dibully itu adalah teman Denise, putri kesayangannya.     

"Apa yang akan kau lakukan?"tanya Viona pelan.     

Fernando mengangkat wajahnya dan menatap sang istri. "Memecat mereka semua yang sudah melakuka perundungan semacam ini, penghinaan fisik seseorang secara terang-terangan seperti ini tak akan pernah aku biarkan terjadi di rumah sakit ini."     

"Tapi mereka masih dalam tahap percobaan dan..."     

"Itu jauh lebih bagus,"sahut Fernando dengan cepat sambil tersenyum dingin. "Aku akan memerintahkan Frank dan William untuk mengumpulkan mereka."     

"Sebenarnya aku sudah meminta mereka untuk berkumpul, mungkin saat ini mereka sudah berkumpul di ruang meeting utama."     

"Oh begitukah, baiklah kalau begitu biarkan aku yang menyelesaikan sisanya."     

Viona langsung memegang tangan Fernando dengan kuat. "Please, jangan terlalu mencolok. Jangan biarkan mereka semua tahu kalau Denise adalah seorang Willan."     

"Kenapa memangnya?"     

"Jangan bertanya padaku, nanti kalau sudah ada dirumah kau bisa bertanya langsung pada Denise,"jawab Viona pelan sambil tersenyum.     

"Baiklah aku mengerti, ya sudah kau istirahat saja di kamar ini. Tunggu aku kembali kalau kau masih mau bekerja lagi besok."     

"Babe."     

"A..a..a...yes or no"     

Viona menghela nafas panjang. "Baiklah, aku akan menunggumu kembali disini."     

Fernando tersenyum, ia kemudian mendaratkan sebuah kecupan di kening Viona dengan lembut. "I love you, tunggu aku kembali."     

"I love you more,"jawab Viona seperti biasa.     

Setelah memberikan kecupan keduanya Ferando pun bergegas pergi dari ruangan itu menuju ke ruang meeting utama yang biasanya dipakai para dokter untuk melakukan meeting penting, selama Fernando berjalan menuju ruangan meeting tak ada satupun orang yang ia balas salamnya. Saat ini yang Fernando inginkan adalah memberitahu siapa pemilik rumah sakit Global Bross yang sesungguhnya.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.