You Are Mine, Viona : The Revenge

Persahabatan manis



Persahabatan manis

0Setelah kejadian di ruang meeting nama Kate dan Denise semakin popular, banyak dokter dari departemen lain yang berusaha mendekati mereka berdua. Meskipun kebanyakan dari mereka lebih ingin mengenal Denise yang dinilai lebih cantik dari Kate, tak bisa dipungkiri kalau penampilan fisik tetaplah menjadi penilaian seorang pria terhadap wanita terlebih dahulu dan hal itu sangat disadari oleh Kate. Namun ia sama sekali tak tersinggung ataupun marah, bagi Kate apa yang terjadi saat ini justru baik untuk dirinya. Karena dengan begitu penyamarannya tetap aman dan rencananya tidak akan gagal.      
0

Seperti biasanya hari ini Kate dan Denise berada dalam shift yang sama, mereka berdua masuk pagi dan menjalankan pekerjaannya masing-masing dengan baik.      

"Kenapa ribut sekali, apa yang sudah terjadi sus?"tanya Kate pelan pada seorang suster yang baru saja lewat di hadapannya.      

"Oh itu, di depan ada mobil anak dokter Viona yang baru kembali dari Mesir, dok."     

Seketika seluruh tubuh Kate terasa lemas. "Anak dokter Viona?"     

"Iya, anak dokter Viona yang tampan,"jawab sang suster kembali dengan tersenyum lebar sebelum akhirnya meninggalkan Kate di depan ruangan perawatan.     

"Aaric, Alarick Alexander Willan,"ucap Anne lirih menyebut nama Aaric, pria yang sudah mengacak-acak hidupnya. Pria yang pernah sangat ia cintai.      

Kedua mata Kate pun terasa panas, Kate ingin sekali mendatangi pria itu dan memeluknya erat. Akan tetapi saat mengingat apa yang sudah dialami selama beberapa tahun terakhir ini, termasuk peristiwa yang membuatnya sangat hancur. Kate akhirnya membatalkan niatnya untuk menghampiri Aaric, ia lebih memilih pergi ke kantin untuk menenangkan dirinya meskipun jam istirahat belum tiba.      

Saat Kate pergi ke kantin, ia berpapasan dengan beberapa suster dan dokter yang berlarian ke arah pintu depan untuk melihat putra sang pemilik rumah sakit tempat mereka bekerja. Meskipun mereka sudah pernah melihat putra Fernando Grey Willan itu secara langsung beberapa kali, namun tetap saja ketika sang pangeran bilang kembali datang karena sakit mereka masih tertarik untuk melihatnya kembali.     

Denise yang baru saja menyelesaikan pekerjaannya merasa bingung ketika melihat banyak sekali rekan-rekannya yang berlari menuju pintu depan, bukan pergi ke kantin padahal saat ini adalah jam istirahat.     

Karena dilanda rasa penasaran yang tinggi, akhirnya Denise pun menghentikan salah seorang dokter muda yang masuk bersamaan dengannya. "Kenapa semua orang pergi ke pintu utama, dok?     

"Oh itu, aku sebenarnya juga tidak terlalu tahu. Katanya di depan ada anak Tuan Fernando Grey Willan yang baru kembali dari Mesir, maka dari itu semua orang ingin melihatnya,"jawab dokter wanita yang bernama Sandra itu sambil tersenyum lebar.     

Denise hampir berteriak kalau saja ia tak langsung menutup mulutnya.      

"Akh, sepertinya kau juga suka pada mereka ya, Denise. Ya sudah ayo ikut aku, kita lihat bersama-sama pangeran Willan itu. Siapa tahu kita bisa mendapatkan nomor ponselnya dan kalau beruntung bisa berkencan dengan mereka,"ucap dokter Sandra kembali menggoda Denise.     

Denise tersenyum lebar. "Oh tidak terima kasih, kau saja yang pergi. Aku mau pergi ke kantin menyusul Kate, Kate tak pergi kedepan kan?"     

Dokter Sandra menggelengkan kepalanya. "Tidak, tadi aku berpapasan dengannya saat ia pergi ke kantin. Mungkin saat ini dia sudah makan di kantin."     

"Baiklah kalau begitu, terima kasih informasinya Sandra,"ucap Denise tulus.      

Dokter Sandra menatap Denise dengan bingung. "Kau yakin lebih memilih pergi ke kantin daripada menemui anak Tuan Fernando itu?"     

"Iya, aku lapar. Sepertinya aku akan pingsan sebentar lagi kalau tak segera makan,"jawab Denise berbohong, lagipula tanpa harus berkerumun dengan para dokter dan suster lainnya yang saat ini sudah berkumpul di depan pintu utama ia juga pasti akan bisa bertemu dengan anak Fernando Grey Willan yang baru saja pulang dari Mesir itu.     

"Baiklah kalau begitu aku pergi dulu, bye."     

"Bye, jangan berlari. Nanti kau jatuh,"sahut Denise dengan sedikit berteriak.     

Akan tetapi ucapan Denise sepertinya tidak terdengar oleh dokter Sandra, yang sudah berlari menuju pintu utama untuk bergabung dengan teman-temannya yang lain. Denise hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum tipis melihat tingkah teman-temannya yang seantusias itu untuk melihat kedua kakaknya, karena cacing-cacing dalam perutnya sudah tidak bisa diajak kompromi akhirnya Denise pun memilih untuk mempercepat langkahnya menuju kantin menyusul Kate yang sudah terlebih dahulu berada di kantin.     

Setibanya di kantin Denise tersenyum lebar ketika melihat Kate yang sedang menikmati makan siangnya seorang diri, di kursi tempat biasa mereka makan yang bersama.     

"Kau jahat Kate, aku marah padamu,"ucap Denise dengan suara meninggi saat duduk di hadapan Kate secara tiba-tiba.     

Kate yang sedang menikmati pasta fettucini nya hampir tersedak saat mendengar perkataan Denise yang sangat tiba-tiba itu, beruntung ia langsung meraih air minum yang berada di hadapannya. Melihat pemandangan itu dengan hanya tersenyum penuh kemenangan.      

"Itu hukuman untukmu karena berani meninggalkan teman makan seorang diri,"imbuh Denise kembali dengan tetap pura-pura marah.     

Setelah berhasil menenangkan dirinya akhirnya Kate menatap Denise yang masih memberikan tatapan tak bersahabat padanya. "Aku kira kau bergabung dengan yang lain pergi melihat anak pemilik rumah sakit yang baru datang itu."     

"Jadi kau meninggalkan aku pergi ke kantin seorang diri karena mengira aku bergabung dengan teman-teman yang lain, melihat kedatangan anak dari Fernando Grey Willan itu?"tanya Denise dengan suara meninggi tak percaya.     

"Iya...awwww….sakit Denise!!!"     

Denise langsung melipat kedua tangannya di dada.      

"Memangnya kau kira aku sama seperti yang lain yang akan tergoda dengan ketampanan seorang pria yang belum aku kenal, begitu? Sepertinya kau belum benar-benar mengenalku dengan baik, Kate,"sahut Denise dengan cepat pura-pura marah.      

Wajah Kate langsung berubah pucat, ia langsung bangun dari tempat duduknya dan berpindah di samping Denise. "Maafkan aku Denise, maksudnya bukan begitu. Aku bukannya menuduhmu seperti yang lain, hanya saja aku sudah sangat lapar sekali jadi aku langsung pergi ke kantin. Please, aku mohon jangan marah."     

Denise memalingkan wajahnya ke arah lain, meneruskan sandiwara pura-pura marahnya.      

"Denise, ayolah. Jangan marah seperti ini, kalau kau marah padaku lau yang akan berteman denganku siapa?"ucap Kate lirih memelas.     

Mendengar perkataan Kate membuat Denise tidak tega, ia pun langsung menoleh ke arah Kate yang sedang menunduk. Oh God, Kate terlihat benar-benar sedih. Seketika Denise pun merasa sangat bersalah, dengan cepat ia meraih kedua tangan Kate yang berada di atas kedua pahanya.     

"Kate, aku hanya bergurau. Jangan seperti ini, aku tak suka melihatmu bersedih,"ucap Denise penuh sesal.      

Namun ucapan Denise tak dihiraukan oleh Kate, ia justru membuang muka ke arah lain. Membelakangi Denise yang sedang mencoba membujuknya.     

"Kate, jangan marah…"     

"Yes, satu sama!!!"pekik Kate dengan keras secara tiba-tiba sambil tersenyum ke arah Denise dengan lebar.     

Well, Kate rupanya balik mengerjai Denise.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.