You Are Mine, Viona : The Revenge

Kasih Tuhan



Kasih Tuhan

0"Apa, Kate sudah pulang terlebih dahulu? Kenapa? Bukankah tadi dia baik-baik saja?" Denise memberondong banyak pertanyaan pada salah satu suster yang mendapati Kate pulang.     
0

"Iya, tadi dokter Kate mengatakan tiba-tiba tak enak badan. Wajahnya juga terlihat pucat, dok,"jawab sang suster dengan cepat.     

Mendengar jawaban sang suster membuat Denise panik, tanpa mengucapkan terima kasih Denise langsung berlari menuju loker untuk berganti pakaian.     

"Aduh Kate, kenapa kau pulang sendiri? Seharusnya kau menungguku kalau sedang tak enak badan, jangan pulang sendiri seperti ini,"ucap Denise pelan sambil terus berjalan menuju area parkir dengan terus berusaha menghubungi ponsel Kate yang tak diangkat-angkat, padahal tersambung.     

Menyadari Kate mengabaikannya Denise semakin tak tenang, ia benar-benar khawatir terjadi hal buruk pada sahabatnya itu.     

"Akh Fuck...kenapa juga aku bisa lupa, kunci mobil kan dibawa Kate,"pekik Denise dengan keras saat menyadari kesalahannya.     

Abby yang sedang berdiri dilobby nampak menoleh ke arah Denise karena mendengar teriakan sang adik, tanpa pikir panjang pria itu lantas berlari ke arah area parkir yang ada di samping rumah sakit untuk menghampiri Denise.     

"Kau kenapa, Denise?"tanya Abby pelan.     

Mendengar suara salah satu kakaknya Densie langsung menoleh ke arah belakang. "Akh syukurlah kau belum pulang Xander."     

"Ini aku sedang menunggu mobilku, kau kenapa berteriak-teriak seperti tadi?"tanya Abby kembali.     

Denise menghela nafas dan mulai menceritakan apa yang terjadi pada Abby.     

"Aku antar saja ya, biarkan mobilmu di rumah sakit. Tak akan hilang,"ucap Abby pelan menawarkan bantuan.     

"Apa kau tak punya acara lagi?"     

Abby menggelengkan kepalanya. "Aku sedang tak mood untuk party, pekerjaan dikantor akhir-akhir ini banyak sekali."     

"Si bodoh Alex mana ?"tanya Denise kembali dengan kesal, ia masih tak suka melihat Aaric membela Zabina tadi di rumah sakit.     

Abby terkekeh. "Perhatikan sopan santunmu, Denise. Aaric juga kakakkmu."     

"Aku tahu, tapi dia bodoh. Aku kesal padanya,"sahut Denise ketus.     

"Ya sudah ayo pulang, jangan berdiri di luar seperti ini. Kau pasti lelah,"ucap Abby pelan mencoba mengalihkan pembicaraan, Abby tahu kalau Denise marah pada Aaric gara-gara Zabina.     

Dengan tangannya yang kekar Abby merangkul Denise berjalan menuju mobilnya yang sudah siap di lobby, orang yang tak tahu pasti akan mengira Denise dan Abby adalah sepadang kekasih melihat cara mereka berjalan seperti saat ini. Dan dewi fortuna tak sedang berpihak pada Denise dan Aaric saat ini, pasalnya tak jauh dari tempat mereka berada saat ini sudah ada seorang paparazi yang sudah mengambil banyak sekali foto-foto mereka. Kehidupan seorang Willan memang selalu menarik untuk di bahas dan kali ini Abby tengah menjadi sasaran empuk paparazi itu, karena selama ini identitas Denise tak pernah dipublikasikan tak heran banyak orang yang tak tahu tentangnya. Seperti sang paparazi yang saat ini tengah tersenyum lebar setelah mendapatkan banyak fotonya yang tengah dirangkul Abby menuju mobil.     

***     

Disebuah gereja yang berada didekat apartemen tempat tinggalnya selama dua tahun terakhir ini Kate menangis, ia menangis dikursi barisan depan dekat altar dengan tersedu-sedu. Kate mengeluarkan semua uneg-unegnya dihadapan Tuhan, termasuk dosa-dosa yang sudah ia lakukan dimasa lalu dengan Aaric di Seoul, Korea Selatan sampai akhirnya ia hamil.     

"Seandainya aku bisa memutar waktu aku ingin sekali tak bertemu dengannya, Tuhan."     

"Bantu aku melupakan pria jahat itu, Tuhan."     

"Sakit sekali, Tuhan. Apa ini hukuman yang Kau berikan padaku atas semua dosa-dosa yang aku lakukan dulu, Tuhan?"     

"Sampai kapan Kau akan terus menyiksaku dengan semua ini, Tuhan?"     

"Ampuni aku Tuhan, ampuni aku...huhuhu..."     

Karena Kate berada seorang diri didalam gereja alhasil suaranya terdengar jelas di ruangan itu, sampai akhirnya seorang pendeta yang usia nya tak muda menghentikan langkahnya saat mendengar suara tangisan Kate.     

"Pergilah, aku akan mengurus anak itu,"ucap sang pendeta pada dua orang suster yang menemaninya.     

"Baik."     

Kedua suster itupun lantas pergi dari tempat itu menuju ke rumah kecil yang berada di samping gereja yang menjadi tempat tinggal mereka, setelah kedua suster itu pergi sang pendeta yang sudah memakai tongkat itu kemudian melangkahkan kakinya masuk kedalam gereja untuk menghampiri Kate yang masih menunduk dengan air mata yang terus membasahi wajahnya yang pucat.     

"Tuhan memberikan ujian pada hamba-Nya tidak akan melebihi batas kemampuan hamba-Nya itu, anakku."     

Kate langsung mengangkat wajahnya saat mendengar seseorang bicara.     

"A-anda..."     

"Namaku Joshua, kau bisa memanggil bapa Joshua anakku,"jawab sang pendeta baik hati itu memotong perkataan Kate.     

Seketika lidah Kate kelu, ia tak menyangka akan menemukan seorang pendeta semalam ini di gereja yang cukup sepi itu.     

"Bapa, maafkan aku...maafkan aku mengotori tempat suci ini. Pendosa sepertiku tak pantas berada di.."     

"Semua manusia pernah melakukan kesalahan anakku, tak ada yang luput dari kesalahan. Jadi kau tak perlu bicara seperti itu, tempat ini terbuka untuk siapapun yang ingin datang,"ucap pendeta tua yang bernama Joshua itu dengan lembut.     

Mendengar perkataan sang pendeta tangis Kate pun pecah kembali, ia tak bisa menahan dirinya lebih lama lagi. Sang pendeta baik hati itupun duduk dihadapan Kate menggunkan tongkatnya yang bisa dijadaikan kursi, pendeta itu menunggu dengan tangis Kate dengan sabar. Sesekali ia menepuk pundak Kate dengan lembut untuk memberi dukungan padanya.     

Setelah menangis selama hampir sepuluh menit akhirnya Kate tenang, ia merasa jauh lebih nyaman saat ini. Dadanya yang sebelumnya terasa sesak kini terasa lebih lega, sehingga ia bisa menarik nafas dengan lebih tenang saat ini.     

"Minum ini, kau akan merasa lebih tenang. Jika kau mau bapa siap mendengar semua keluh kesahmu, nak,"ucap bapa Joshua dengan lembut saat menyerahkan segelas air pada Kate.     

Dengan penuh hormat Kate menerima gelas pemberian bapa Joshua, karena merasa haus Kate pun langsung menenggaknya sampai tandas dan membuat bapa Joshua tersenyum. Setelah merasa tenggorokannya lebih basah Kate kemudian menceritakan semua kesalahan yang sudah ia lakukan tiga tahun lalu di Seoul saat menjalin hubungan dengan Aaric, suata Kate terdengar serak saat menceritakan bagaimana cara Aaric merenggut kesuciannya dan bagaimana kehidupannya setelah malam itu sampai akhirnya ia hamil dan kehilangan bayinya.     

"Aku benar-benar kotor, Bapa. Aku tak tahu apakah Tuhan akan memaafkanku atau tidak atas semua kesalahan-kesalahanku itu, Bapa,"ucap Kate lirih menutup ceritanya.     

Bapa Joshua tersenyum. "Tuhan akan memaafkan semua hamba-Nya yang meminta maaf dan bertobat anakku, jadi kau jangan takut. Sebesar apapun kesalahanmu dulu, Tuhan akan memaafkannya. Tuhan memiliki kuasa atas semuanya termasuk memaafkan kesalahan terbesar hamba-Nya."     

"J-jadi aku bisa dimaafkan, Bapa?"tanya Kate tergagap.     

"Tentu saja, percayalah semua yang terjadi padamu itu sudah Tuhan atur. Jadi kau jangan terus meratapi kesalahanmu dulu, anakku,"jawab Bapa Joshua dengan lembut, senyumnya mengembang lebar saat berbicara.     

Kate tak bisa berkata-kata, ia kembali menangis kali ini. Namun tangisnya sudah tak seperti sebelumnya, tangis Kate saat ini terasa lebih tenang. Setelah diberi beberapa nasehat oleh pendeta baik hati itu Kate kemudian pamit karena malam sudah semakin larut.     

"Kalau kau mencari ketenangan datanglah kemari, aku dengan senang hati mendengarkan semua keluh kesahmu, anakku,"ucap bapa Joshua pelan saat Kate akan keluar dari gereja.     

Anne tersenyum. "Baik bapa, aku pasti akan sering datang. "     

Bapa Joshua tersenyum mendengar perkataan Kate, ia kemudian melambaikan tangannya pada Kate yang sudah semakin jauh. Saat akan keluar dari gerbang gereja Kate menoleh dan menatap bapa Joshua yang masih berdiri di pintu dengan terus melambaikan tangannya.     

"Terima kasih Tuhan, terima kasih masih mau menerimaku lagi. Aku berjanji akan menjadi manusia yang lebih baik lagi kedepannya,"ucap Kate dalam hati saat melangkahkan kakinya keluar dari pintu gerbang gereja.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.