You Are Mine, Viona : The Revenge

Princess Willan



Princess Willan

0Saat Denise bangun ia tak menemukan Kate, sama seperti tadi malam ia tertidur lebih dulu tanpa mengetahui kapan sahabatna itu pulang. Tadi malam Denise sampai di apartemen lebih cepat karena diantar Abby dan ia tak menemukan keberadaan Kate sampai akhirnya ia tertidur di tempat tidurnya karena kelelahan menunggu Kate pulang, Kate yang melampiaskan semua keluh kesahnya pada pendeta ia temui di gereja pulang cukup larut. Dan pagi ini ia bangun lebih cepat untuk berolah raga meninggalkan Denise yang masih terlelap.     
0

"Ish menyebalkan sekali, dia olah raga tanpa mengajakku,"gerutu Denise kesal saat membaca catatan yang ditinggalkan Kate diatas nakas yang ada disamping ranjangnya.     

Meskipun kesal namun sebenarnya Denise tidaklah benar-benar marah, terbukti setelah membaca catatan itu Denise justru tertawa saat menyadari kalau ia tertidur dengan sangat pulas. Karena tak mau membuang-buang waktu Denise kemudian bergegas menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya dengan harapan ketika ia sudah selesai mandi Kate pulang sehingga mereka tak akan saling menunggu.     

Akan tetapi rupanya Kate masih asik berolah raga di taman yang ada didekat apartemen mereka, setelah mengeluarkan segala keluh kesahnya Kate merasa lebih tenang dan karena itu ia menjadi sangat bersemangat untuk berolah raga. Kate baru menyudahi lari paginya saat ponselnya terus berdering.     

"Denise..."     

"Ya halo..."     

"Jam berapa ini, Kate? Kita ada jadwal pagi hari ini dan kau masih belum pulang!!" Suara Denise terdengar sangat keras saat Kate mengangkat panggilannya.     

Kate terkekeh. "Ok aku pulang."     

"Sekarang, Kate."     

"Iya Nyonya, jangan cerewet."     

"Apa cerewet? Kau ini aku sedang serius kau malah menyebutku cerewet!"sengit Denise dengan keras.     

Kate tertawa, ia kemudian menutup panggilannya dan bergegas untuk pulang. Meskipun mereka sering bertengkar seperti itu namun keduanya tidak pernah sakit hati, baik Kate ataupun Denise mereka berdua sudah sangat dekat dan saling memahami karakter masing-masing. Tak sampai lima menit akhirnya Kate pun tiba di depan pintu apartement, akan tetapi pada saat akan menyentuh handle pintu tiba-tiba pintu sudah terbuka dari dalam dan Denise sudah berdiri dengan pakaian rapi akan tetapi wajahnya terlihat panik.     

"Kau kenapa?"tanya Kate penasaran.     

"Aku berangkat dulu ya, ada urusan penting yang harus aku selesaikan terlebih dahulu, Kate,"jawab Denise serak.     

Kate menganggukkan kepalanya. "Baiklah, kalau begitu hati-hati."     

Denise tak menjawab perkataan Kate, ia justru langsung melangkahkan kakinya pergi dari hadapan Kate menuju anak tangga dan langsung menuju sebuah mobil mewah yang sudah menunggunya di halaman depan. Karena Kate sudah sangat haus ia tak melihat Denise pergi, Kate memilih langsung masuk kedalam apartemen sehingga ia tak tahu kalau sahabatnya itu dijemput oleh dua Willan bersaudara dengan pengawalan ketat para bodyguard dibelakang.     

Senyum Kate mengembang saat melihat meja makan, dua potong sandwich buatan Denise sudah tertata cantik disamping segelas almond milk hangat kesukaannya.     

"I love you Denise, terima kasih,"ucap Kate pelan sambil meraih gelas berisi Almond milk dan langsung menenggaknya sampai tandas.     

***     

Di dalam mobil Denise nampak tak bisa berbicara apa-apa saat melihat foto-fotonya dengan Abby tadi malam sudah tersebar hampir disemua media masa, bahkan saat ini saluran Tv juga menyiarkan soal foto itu. Denise ataupun Abby tak bisa mengelak karena dalam foto-foto itu wajah mereka terlihat jelas. Paparazi yang mengambil foto mereka rupanya sudah sangat profesional, saat ini berita perihal kedekataan mereka pun muncul. Dalam artikel itu Denise disebut-sebut sebagai calon istri salah satu pangeran Willan yang menjadi idaman hampir seluruh wanita di Kanada bahkan ada juga yang menyebutkan kalau dirinya sudah terikat hubungan serius dengan salah satu pangeran Willan itu. Pasalnya sang paparazi memang tak menyebut nama Abby atau Aaric, karena kemiripan wajah keduanya akhirnya paparazi itu pun menyebut salah satu pangeran Willan, akan tetapi meski belum dapat diketahui itu Aaric atau Abby tetap saja foto itu sangat menggemparkan semua orang terutama semua staf di rumah sakit Global Bros yang belum tahu identitas Denise yang sebenarnya.     

"Bagaimana ini, Xander? Lihatlah foto-foto kita jadi seperti ini."     

"Aku tak mau tahu, pokoknya berita ini harus segera di take down."     

"Kita itu masih punya hubungan darah, tak mungkin kan kita diam saja melihat berita semacam ini?"     

"Ayolah Xander, pikirkan cara."     

"Arrrrggghhh Fuck.. dasar paparazi brengsek!!"     

Denise terus mengeluarkan umpatan dengan suara keras saat melihat wajahnya yang sudah muncul di mana-mana.     

"Sabar, orang tua kita sedang meeting di rumah sakit saat ini. Kau tak usah khawatir, Daddy sudah turun tangan dan mencoba meredam berita ini,"ucap Abby pelan mencoba untuk menenangkan sang adik.     

"Meredam bagaimana? Memangnya Daddy bisa meredam jutaan mulut warga negara Kanada?"tanya Denise ketus. "Lagipula aku yakin berita ini pasti tak hanya tersebar di Kanada saja, kan?"     

Abby terdiam, apa yang dikatakan Denise benar. Meskipun keluarga mereka sangat berkuasa tetap saja berita itu tak bisa dihapus, apalagi semua hal tentang keluarga Willan pasti menjadi daya tarik yang sangat besar untuk masyarakat. Terbukti saat ini nama Abby dan Aaric muncul di pencarian teratas semua portal berita dan akun media sosial, hal ini menunjukkan betapa besar rasa ingin tahu masyarakat pada kedua pangeran Willan yang masih single itu.     

"Sepertinya tak ada jalan lagi, kau harus rela identitasmu di expose, Denise,"ucap Aaric tiba-tiba.     

Denise yang tengah duduk dihadapan Abby langsung menoleh ke arah Aaric dengan cepat.     

"Apa maksudnya dengan mengekspos identitasku, Alex?"     

Aaric mengehela nafas panjang. "Sepertinya sudah saatnya masyarakat tahu kau adalah bagian dari Willan, Denise. Hanya ini satu-satunya cara meredam berita ini."     

"No, jangan coba-coba. Aku tak mau itu terjadi,"pekik Denise dengan keras.     

Belum juga Denise meneruskan perkataannya Aaric sudah menunjukkan pesan yang dikirimkan sang ayah padanya.     

"Bacalah sendiri apa yang Daddy tulis,"ucap Aaric pelan.     

Kedua mata Denise membulat sempurna saat memcaba pesan yang dikirimkan sang daddy pada mereka, seluruh tubuh Denise pun langsung terasa lemas saat ini. Ia tahu ucapan seorang Fernando Grey Willan tak pernah bisa dibantah, ucapan apapun yang sudah terlontar dari bibirnya adalah titah yang tak bisa diganggu gugat. Apalagi masalah ini berkaitan dengan nama baiknya.     

Abby membelai rambut Denise dengan penuh kasih. "Sepertinya hanya ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan nama baik kita, Denise. Apalagi kau seorang wanita, sayang. Mungkin saat inilah waktunya semua orang tahu siapa princess keluarga Willan yang berharga."     

Denise mengigit bibir bawahnya dengan kuat. "Aku tak mau mendapatkan perlakuan special jika identitasku terkuak, Xander. Aku tak mau punya teman yang hanya melihat nama keluargaku, aku tak siap untuk didekati para penjilat seperti itu."     

"Kau benar-benar princess kami yang berharga Denise, sudah lah jangan dipikirkan. Yang penting saat ini adalah namamu bersih, percayalah pada Daddy. Daddy tahu yang terbaik untuk kita,"ucap Abby kembali sambil terus membelai rambut Denise.     

Denise menutup kedua matanya dan langsung bersandar pada sandaran kursi. "Selamat tinggal kebebasan,"ucapnya lirih dengan suara serak.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.