You Are Mine, Viona : The Revenge

Kehilangan sahabat



Kehilangan sahabat

0"Apa? Kate dari kemarin tak masuk kerja?"Nada suara Denise meninggi saat tahu sahabatnya ternyata tak masuk kerja sejak kemarin.     
0

"Iya dok, bahkan dokter Kate juga tak memberikan informasi apapun,"jawab seorang dokter jaga yang berada satu shift bersama Kate dan Denise dengan ramah.     

Denise menggaruk rambutnya yang tak gatal, ia kemudian meraih ponselnya dan mulai menghubungi Kate. Akan tetapi Denise terkejut saat mengetahui nomor Kate tidak aktif.      

"Aneh sekali, tak biasanya ia seperti ini. Bukan Kate sekali yang akan menonaktifkan ponselnya,"ucap Denise lirih saat menyadari nomor ponsel Kate mati.      

"Denise, kenapa masih disini?"tanya dokter Cecilia lembut.      

Sontak Denise mengangkat wajahnya dan menatap dokter Cecilia. "Kate, aku tak berhasil menghubunginya."     

"Dokter Kate?"     

"Iya,"jawab Denise lirih.     

"Bukankah kalian satu apartemen?"tanya dokter Cecilia kembali.     

"Iya, tapi karena tadi malam aku terlalu lelah akhirnya aku pulang ke rumah dok,"jawab Denise pelan merasa bersalah.     

Dokter Cecilia tersenyum. "Ya sudah tunggu saja, mungkin saja ia hari ini telat jadi dia belum sampai rumah sakit."     

Denise menatap jam yang berada di tangannya dan menganggukkan kepalanya perlahan dengan senyum yang dipaksakan, Denise pun memutuskan masuk kedalam rumah sakit bersama dokter Cecilia untuk berganti pakaian. Denise berniat menunggu Kate di kantin, biasanya Kate akan langsung datang ke kantin untuk menyusulnya. Namun kekecewaan sepertinya harus Denise hadapi karena sampai jam masuk kerja dimulai Kate tak kunjung menampakkan wajahnya, tak ada satupun orang yang bisa ia tanya soal Kate, pasalnya dirinya adalah satu-satunya orang yang paling dekat dengan Kate.      

Selama jam kerja berlangsung Denise sangat tidak fokus sekali, beberapa kali ia mengabaikan panggilan dokter senior yang membutuhkan bantuannya. Sampai akhirnya sang ibu harus turun tangan langsung menegurnya, dokter Louisa yang tak sengaja melihat putrinya tak konsentrasi langsung memanggilnya datang ke ruangannya.      

"Apa kau masih lelah dengan kegiatan kemarin?"tanya dokter Louisa lembut pada putri semata wayangnya itu.      

Denise menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Tidak."     

"Lalu kenapa? Sejak tadi kau sangat tidak fokus, sayang. Kalau kau memang masih lelah kau bisa pulang dan beristirahat,"ucap dokter Louisa kembali.      

Denise menundukkan wajahnya dan memainkan jemarinya diatas paha.      

Melihat tingkah sang putri membuat dokter Louisa tersenyum, dengan penuh kasih wanita itu pun berpindah tempat duduk dan memeluk Denise dari arah samping dengan erat. "Apa masih ada orang yang mengganggumu, sayang?"     

"Mana mungkin ada yang berani, setelah tahu aku seorang Willan hampir semua orang di rumah sakit ini langsung bersikap sopan padaku,"jawab Denise pelan tanpa mengangkat wajahnya.      

Dokter Louisa tersenyum. "Kau tak suka identitasmu diketahui banyak orang?"     

"Kalau sudah seperti ini rasanya tak ada jalan lain lagi selain menerimanya, Mam. Lagipula bukankah menjadi seorang Willan adalah anugrah?"     

Dokter Louisa terkekeh geli mendengar perkataan putrinya. "Benar, percayalah di luar sana masih banyak gadis-gadis lain yang ingin berada di posisimu. Jadi nikmati semua ini, suatu saat nanti kau pasti akan sangat bersyukur karena menjadi seorang Willan."     

"Saat ini aku pun juga sudah bersyukur,"jawab Denise lirih.      

"Kalau kau bersyukur lalu kenapa kau seperti ini? Apa ada hal lain yang kau sembunyikan lagi dari..."     

"Kate, Katerine Ivanov satu-satunya teman baikku dirumah sakit ini sejak aku datang pertama kali tak ada kabarnya. Dari kemarin ia tak masuk kerja dan parahnya lagi tak ada satupun yang sadar kalau ia tak ada, aku sudah menghubungi ponselnya akan tetapi ponselnya tak aktif." Denise memotong perkataan sang ibu dengan langsung membahas soal Kate yang tak ada kabar.      

Dokter Louisa melepaskan pelukan pada tubuh putrinya dengan cepat. "Dokter Kate yang berada dalam program yang sama denganmu, bukan?"     

"Iya, Kate yang itu,"sahut Denise dengan cepat sambil menganggukkan kepalanya.      

Secara tiba-tiba dokter Louisa bangun dari sofa dan meraih ponselnya yang berada diatas meja kerjanya. "Dari kemarin keberadaannya tak diketahui, sayang?" Dokter Louisa kembali memastikan pada Denise perihal Kate.      

Dari sofa Denise menganggukkan kepalanya dengan cepat, dokter Louisa pun tersenyum. Ia lalu terlibat pembicaraan yang cukup serius dengan seseorang ditelepon, meski berada dalam satu ruangan namun Denise tak bisa mendengar apa yang diucapkan oleh sang ibu. Setelah sepuluh menit berlalu dokter Louisa pun kembali lagi duduk disamping putrinya.      

"Mama bicara dengan siapa? Kenapa lama sekali?"gerutu Denise kesal.     

Dokter Louisa membelai rambut panjang putrinya dengan penuh kasih. "Orang yang akan membantu kita menemukan keberadaan sahabatmu itu, baby."     

Kedua mata Denise langsung berbinar seketika. "Mama serius?!"     

"Kapan mama pernah berbohong?"tanya dokter Louisa pelan menggoda putrinya.      

Brug      

Denise langsung menubruk ibunya dan memeluknya erat. "I love you mama, you are the best."     

Dokter Louisa yang sudah dipeluk oleh putrinya hanya tersenyum kecil, ia kemudian mendaratkan kecupan dikening putri kecilnya yang kini sudah beranjak dewasa.      

"Rasanya seperti baru kemarin kau lahir dari rahim mama, sayang. Rasanya baru kemarin kau memanggilku Mama untuk pertama kali dan saat ini lihatlah, kau sudah sangat cantik dan siap meninggalkan Mama dan Papa,"ucap dokter Louisa lirih.      

Denise langsung melepaskan pelukan ibunya dan duduk dengan tegap dihadapannya. "Apa maksud perkataan Mama?"     

"Kau saat ini sudah dewasa sayang, kau juga sudah mengambil spesialis bedah seperti yang Papa inginkan, tak lama lagi setelah ini kau pasti akan bertemu dengan laki-laki yang kau cintai dan setelah itu kalian menikah lalu menjalani kehidupan kalian sendiri dan...dan,,,hiks..."     

"No, aku belum mau menikah. Aku masih kecil, lagipula kenapa Mama senang sekali membahas hal ini? Memangnya yang mau menikah dalam waktu dekat itu siapa, Mama?"Denise langsung memotong perkataan sang ibu dengan cepat.      

"Bukan begitu sayang, hanya saja Mama selalu dihantui rasa takut setiap kali melihatmu yang sudah bertumbuh dewasa seperti ini. Mama hanya belum siap berpisah denganmu, sayang. Mama belum rela putri kesayangan Mama pergi bersama laki-laki lain, kau tahu kan berapa lama Mama mengharapkan kau hadir dalam rahim Mama dulu, Denise,"ucap dokter Louisa lirih. "Mama hanya belum siap berbagi dirimu dengan orang lain, sayang. Mama belum siap."     

Tangis dokter Louisa pun pecah setelah bicara seperti itu, melihat ibunya menangis membuat Denise terbawa suasana. Dengan cepat ia langsung memeluk tubuh ibunya dengan erat.      

"Jangan khawatir Mom, aku juga belum siap menikah dalam waktu dekat ini. Aku masih ingin menjelajahi dunia, masih banyak hal yang ingin aku lakukan Mom,"sahut Denise serak, air matanya juga sudah menganak sungai membasahi wajahnya.      

Mendengar perkataan sang putri membuat dokter Lousia langsung mengeratkan pelukannya pada tubuh putri kesayangannya dengan erat, sebagai seorang wanita yang sangat menginginkan anak dokter Louisa belum siap memberikan putrinya pada keluarga lain. Ia masih ingin menghabiskan banyak waktu dengan putri kecilnya yang sudah beranjak dewasa itu.      

Pelukan dokter Louisa terlepas saat ponselnya yang berada diatas meja berdering, setelah memberikan kecupan di kening putri kesayangannya dokter Louisa pun bergegas menuju meja kerjanya untuk mengangkat telepon yang masuk.      

"Halo...what?? Kau yakin??"     

Denise yang sedang menyeka air matanya menoleh ke arah sang ibu yang terlihat sangat terkejut menerima telepon.      

"Ada apa Mom?"tanya Denise lirih.      

"Kate, dia pergi meninggalkan apartemen kalian."     

"Apaa??!!"     

Bersambung      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.