You Are Mine, Viona : The Revenge

Ajakan kencan?



Ajakan kencan?

0Satu minggu sudah berlalu pasca Viona marah besar, kini semua orang yang berada di departemen bedah nampak tidak ada yang berani berbuat seenaknya lagi. Beberapa orang dokter muda yang tidak ikut dimarahi Viona menjadi lebih rajin lagi dalam bekerja, mereka lebih tepat waktu datang ke rumah sakit. Marahnya Viona benar-benar membuat perubahan yang sangat drastis pada divisi bedah.      
0

Hubungan Kate dan Denise pun semakin jauh, pasalnya Viona sudah memisahkan jadwal praktek kedua dokter muda didikannya itu supaya bisa lebih mengembangkan kemampuannya masing-masing jika dipisahkan seperti itu. Meski pada awalnya Denise menolak dipisahkan dengan Kate, namun akhirnya ia setuju karena tak berani membantah Viona. Karena walau bagaimanapun Viona adalah orang yang memegang kekuasaan penuh pada divisi bedah tempatnya bertugas saat ini.      

"Apa anda sudah mendengar kabar terbaru tentang dokter Denise, dok?"tanya suster Eva pelan pada Kate yang baru saja selesai melakukan pemeriksaan.     

Kate menggelengkan kepalanya. "Ada kabar apa memangnya?"     

"Dokter Denise tadi malam pingsan saat sedang bertugas."      

Brak      

Stetoskop yang dipegang Kate jatuh ke lantai.      

Suster Eva yang terkejut langsung meraih stetoskop yang terjatuh di lantai itu dengan cepat dan memberikannya kembali pada Kate. "Are you ok, dok?"     

"Kau tak sedang bergurau kan, sus?"     

Suster Eva menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Mana mungkin saya berani bergurau untuk masalah seperti ini, dok. Lagipula banyak saksinya yang melihat saat dokter Denise pingsan."     

Kate menggigit bibirnya kuat-kuat, ia merasa serba salah saat ini. Walau bagaimanapun ia dan Denise pernah sangat dekat selama dua tahun terakhir ini, Denise bahkan menjadi orang yang selalu menolongnya jika ia mendapatkan rundungan dari beberapa dokter lainnya saat masih berada di divisi yang lama. Sungguh Kate sangat dilema saat ini, ia benar-benar bingung harus melakukan apa. Rasa kecewanya pada Denise masih terlalu besar.      

"Kalau kau ingin menjenguknya aku bersedia mengantar,"ucap seorang pria tiba-tiba ikut bicara.     

Kate dan suster Eva pun langsung menoleh ke arah sumber suara, kedua gadis itu terkejut saat melihat siapa sosok yang baru saja bicara. Seorang pemuda tampan dengan pakaian rapi nan wangi sudah berdiri di hadapan suster suster Eva dan Kate saat ini.     

"A-anda…"     

"Aku Aaric, Alarick Alexander Willan. Putra kedua Fernando Grey Willan." Aaric memotong perkataan suster Eva dengan ramah, senyumnya mengembang saat bicara.      

Seluruh tubuh Kate lemas, ia tak percaya bisa berhadap-hadapan lagi seperti ini dengan pria yang sangat ia benci.      

"Bagaimana dokter Kate, apakah anda menerima tawaranku tadi?"Aaric kembali memberikan pertanyaan kepada Kate dengan senyum memikatnya.     

Melihat Kate hanya diam suster Eva kemudian menyikut tubuh Kate untuk menyadarkan dokter cantik itu dari lamunannya.     

"Akh apa? Anda bicara apa, Tuan?"tanya Kate tergagap.     

Suster Eva langsung menepuk keningnya dengan keras, ia tak percaya seorang dokter Kate yang ia kagumi benar-benar melamun karena seorang Alarick Alexander Willan.     

Aaric tersenyum melihat Kate, ia kemudian melangkah kakinya kembali mendekati Kate sampai akhirnya membuat Kate terpojok di meja kerjanya. "Matamu, matamu mengingatkanku pada seseorang yang aku rindukan,"ucap Aaric lirih dengan suara yang hampir tak terdengar saat sedang berjalan.      

Kate yang tak konsentrasi karena di pepet Aaric nampak tak mendengar apa yang Aaric ucapkan, Kate sedang berusaha menenangkan dirinya agar tidak terpancing provokasi Aaric. Ia tak mau penyamarannya yang sudah ia lakukan bertahun-tahun gagal karena hal sekecil ini.     

"Jadi bagaimana?"tanya Aaric kembali pada Kate yang sudah tak bisa kemana-mana.     

Kate menelan ludahnya dengan cepat. "Bagaimana apanya? Memangnya sejak tadi anda bicara apa? Bukan seperti ini cara berbicara dengan seorang wanita, Tuan." Jantung Kate berdetak kencang saat bicara, sungguh ia tak kuat menahan gejolak dalam dirinya ketika mencium aroma tubuh Aaric kembali.     

Kedua alis Aaric langsung terangkat, ia akhirnya sadar kalau sudah berbuat terlalu jauh. Dengan cepat ia menurunkan kedua tangannya dari kedua sisi tubuh Kate yang sudah menempel pada pinggiran meja.     

"Maaf, aku terlalu bersemangat jadi melupakan sikapku,"ucap Aaric pelan berusaha menutupi kekagetannya, ia tak menyangka akan mendengarkan perkataan seperti itu dari Kate.      

Kate tersenyum. "It's ok Tuan Willan, oh iya tadi anda bicara apa? Apa ada yang bisa saya bantu?"     

"Ini soal Denise, adikku. Aku dengar kalian adalah teman akrab, aku yakin sekali Denise akan senang melihatmu datang. Jadi bagaimana kalau…"     

"Sepertinya tidak bisa, Tuan. Saat ini saya bertugas sendiri, beberapa dokter yang lain sedang tidak ada dirumah sakit. Dokter Viona dan dokter Louisa juga tidak masuk hari ini, jadi saya tak mungkin bisa meninggalkan rumah sakit." Kate langsung menolak tawaran Aaric.      

Aaric terkekeh. "Sebenarnya aku tidak mengajakmu saat ini juga, karena aku tahu saat ini kau sedang bertugas dan tak mungkin meninggalkan tugasmu. Apalagi ditambah dengan kondisi rumah sakit yang sedang tidak memiliki banyak dokter yang standby seperti yang kau katakan tadi, jadi aku memberikan penawaran padamu untuk nanti setelah kau selesai bekerja. Aku rasa meskipun kau datang malam hari pun Denise akan sangat menghargainya, hubungan kalian baik-baik saja, bukan?"     

"T-tentu saja baik-baik saja, kami hanya terpisah jadwal yang diatur oleh dokter Viona,"jawab Kate terbata dengan cepat.      

"Baguslah kalau begitu, jadi bagaimana apa kau bersedia?" Aaric kembali mengulang pertanyaannya.     

Suster Eva yang sudah berada di samping Kate langsung menusuk-nusuk tubuh Kate, memberinya kode agar mengiyakan ajakan sang pangeran Willan untuk menjenguk Denise. Aaric pun tersenyum samar melihat sikap suster Eva.      

"Tapi sepertinya hari ini aku akan lembur, jadi sepertinya aku…"     

"Tidak dok, malam ini semua dokter yang bertugas malam lengkap. Bahkan dokter pengganti untuk dokter Denise pun juga sudah ada." Suster Eva langsung memotong perkataan Kate dengan cepat tanpa rasa bersalah. Damn, teman macam apa suster Eva ini.     

Wajah Kate pun langsung memerah, ia merasa malu karena kebohongannya terungkap.     

"Baiklah kalau begitu aku anggap kau setuju, nanti jam lima sore aku akan datang lagi untuk menjemputmu jadi bersiaplah. Sekarang aku ingin mengabari Denise terlebih dahulu, dia pasti akan sangat senang sekali mendengar kabar ini,"ucap Aaric pelan sembari mengeluarkan ponsel pintar dari dalam saku bajunya.      

Sekali lagi seluruh tubuh Kate langsung terasa lemas saat melihat casing ponsel milik Aaric, dalam casing ponsel tembus pandang itu terlihat jelas sebuah foto yang sangat ia kenal. Foto yang diambil di Namsan Tower Seoul, foto ciuman pertamanya dengan Aaric di bangunan iconic Seoul. Beruntung Kate tidak terjatuh ke lantai ketika kedua kakinya terasa lemas pasalnya ia langsung duduk di sebuah kursi yang berada tepat di sampingnya.      

"Ok, dokter Kate kita bertemu nanti jam 5 sore. Bye,"Aaric mengucapkan kalimat perpisahan pada Kate sambil meletakkan ponsel pada telinganya.      

"Wahhh apa ini bisa dikategorikan sebagai ajakan kencan, dok?"goda suster Eva nakal.     

Kate tak merespon perkataan suster Eva, ia justru mengulurkan tangan kirinya pada sang suster. "Cubit aku, sus,"ucapnya pelan.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.