You Are Mine, Viona : The Revenge

Kediaman Franklin Justin Willan



Kediaman Franklin Justin Willan

0Deru mobil mewah milik Aaric akhirnya berhenti di halaman rumah besar milik Franklin Justin Willan, adik kandung dari Fernando Grey Willan yang juga bekerja sebagai profesor di rumah sakit Global Bros.      
0

Sepanjang perjalanan Kate diam, ia memilih mengalihkan pandangannya ke arah jalanan mencoba untuk menghindari pembicaraan terlalu banyak dengan Aaric yang sedang membawa mobilnya. Alhasil selama perjalanan hanya suara musik saja yang terdengar.     

"Ayo turun, kita sudah sampai,"ucap Aaric pelan saat membuka sabuk pengaman yang terpasang di tubuhnya.     

Kate yang sedang terkejut ketika melihat kokohnya bangunan yang ada di hadapannya tak mendengar perkataan Aaric, ia masih terpesona melihat rumah milik kedua orang tua Denise.      

"Kate, ayo turun kita sudah sampai."     

Deg     

Panggilan kedua Aaric berhasil membuat Kate tersadar dari lamunannya, dengan cepat ia melepas sabuk pengaman yang masih terpasang di tubuhnya dan bergegas turun dari mobil meninggalkan Aaric yang masih berada di kursi kemudi. Melihat sikap Kate membuat Aaric tersenyum, ia kemudian membuka pintu mobilnya dan mendekati Kate yang sudah berdiri di sisi mobilnya yang lain.     

"Oh, sepertinya kedua orang tuaku juga datang,"ucap Aaric spontan saat melihat mobil milik sang ayah dan para bodyguardnya sudah berjajar di hadapannya.      

"Ayahmu?"     

"Yes, Fernando Grey Willan. Aku yakin kau sudah tahu dia ayahku, bukan?"     

Kate mendengus. "Tentu saja aku tahu, kau tak perlu mengingatkan."     

Aaric terkekeh. "Ya sudah ayo masuk, Denise pasti senang melihatmu datang." Aaric langsung meraih tangan Kate dan mengajaknya masuk kedalam rumah besar sang paman.      

Saat Kate dan Aaric melangkahkan kakinya masuk kedalam rumah besar itu puluhan pria berpakaian serba hitam memberikan penghormatan pada mereka berdua, walau sebenarnya yang mereka berikan hormat adalah Aaric sang putra kedua dari Fernando Grey Willan.     

"Apa tidak masalah aku datang?"tanya Kate pelan pada Aaric yang masih menggandeng tangannya, Kate tak sadar kalau ia masih digandeng Aaric saat berjalan.     

"Tentu saja, memangnya kenapa? Lagipula kau sudah mengenal semua keluarga kami,"jawab Aaric dengan cepat.     

"Tapi aku kan hanya…"     

"Kau adalah sahabat Denise, anak dari pemilik rumah ini." Tiba-tiba dari arah tangga muncul Abby memotong perkataan Kate.     

Sontak Aaric dan Kate menghentikan langkahnya ketika melihat sosok Abby yang sedang berjalan mendekati mereka.      

"Pantas saja kau datang terlambat, rupanya kau menjemputnya terlebih dahulu,"ucap Abby pelan saat sudah berada di hadapan Aaric yang sudah melepaskan cengkraman tangannya pada tangan Kate.      

Aaric menaikkan satu alisnya. "Iya, aku memang sengaja menjemputnya. Dan hal ini juga sudah disetujui oleh Mommy, jadi tak ada masalah bukan?"     

"Apa dokter Viona yang memerintahkanmu untuk menjemputku?"tanya Kate tiba-tiba menyela pembicaraan kedua kakak beradik itu.     

Aaric menoleh ke arah Kate. "Iya, Mommy yang memerintahkan ku menjemputmu. Sepertinya Mommy sadar kalau hubunganmu dengan Denise tak begitu baik akhir-akhir ini."     

Deg, wajah Kate memerah.      

"A-apa maksudmu?"tanya Kate terbata.     

"Tak ada hal yang bisa kau sembunyikan, di rumah sakit kami dokter cantik."Abby langsung menjawab pertanyaan Kate tanpa rasa bersalah.      

"Apa maksudnya, aku tak mengerti."Kate pura-pura tak mengerti dengan apa yang dibicarakan Abby. "Hubunganku dan Denise baik-baik saja, kalau misalkan kami berdua tidak terlihat bersama akhir-akhir ini itu karena dokter Viona memisahkan jadwal kerja kami,"imbuh Kate kembali mencoba memberikan penjelasan.      

Aaric dan Abby tersenyum tipis mendengar penjelasan yang diberikan oleh Kate.     

"Baiklah, lebih baik sekarang kau naik dan temui Denise. Dia pasti akan senang dan akan segera sembuh jika melihat sahabatnya datang,"ucap Abby kembali sambil memberikan jalan untuk Aaric dan Kate naik ke lantai dua.     

Tanpa bicara Aaric kemudian meraih tangan Kate dan mengajaknya naik ke lantai dua meninggalkan Abby sendiri di lantai satu. Melihat Aaric dan Kate pergi Abby kemudian mengeluarkan ponselnya, sejak beberapa hari terakhir ini ia tak tenang sekali karena selalu mendapatkan pesan dari nomor asing yang berbeda. Nomor yang tak dapat ia lacak karena didaftarkan menggunakan identitas palsu, pesan yang hanya berupa tulisan 'Hi Xander' itu sangat mengganggu dirinya. Abby yakin sekali orang yang mengirimkan pesan kepadanya adalah orang yang mengenal dirinya sejak lama, pasalnya hanya orang-orang dari masa lalunya saja lah yang tahu akan nama itu.      

Dengan menggunakan komputer milik sang paman di ruang kerjanya Abby mulai mencari tahu siapa orang dibalik pesan misterius itu.      

"Aku harus segera menemukanmu little fox,"ucap Abby pelan saat mulai memainkan jemarinya diatas keyboard komputer canggih milik profesor Frank.      

Denise yang baru saja berganti pakaian tidur nampak terkejut ketika melihat Kate muncul dihadapannya, ia bahkan hampir melompat dari ranjang karena sangat senang dan hal itu membuat Kate tersenyum sedih.      

Viona, dokter Louisa, profesor Frank, Fernando dan Aaric pun kemudian meninggalkan kedua gadis itu untuk berbicara empat mata. Sepertinya yang dikatakan Abby sebelumnya benar, semua orang sudah tahu renggangnya hubungan pertemanan Kate dan Denise.      

"Kau pasti telat makan, bukan?"Kate membuka percakapan dengan langsung menghakimi Denise.      

Denise tersenyum tipis. "Aku kehilangan seseorang yang selalu mengingatkan untuk makan, jadi akhirnya asam lambungku naik."     

"Bodoh."     

"Iya aku bodoh,"sahut Denise dengan cepat.     

Air mata Kate pun akhirnya menetes, ia tak bisa berpura-pura lagi lebih lama. Meski kesal pada Denise ternyata adalah seorang Willan namun Kate tak bisa berbohong kalau ia menyayangi sahabatnya itu, melihat Kate meneteskan air mata Denise pun melakukan hal serupa. Perlahan ia membuka kedua tangannya, memberi tanda pada Kate agar mendekat padanya. Kate yang sudah rindu pada Denise pun langsung berlari ke arah ranjang dan memeluk Denise dengan erat, tak lama kemudian terdengar suara tangis dari Kate dan Denise yang saling melepas rindu.      

Dari pintu yang tak tertutup rapat semua orang yang baru keluar dari kamar Denise tersenyum mendengar suara tangis kedua sahabat yang baru bertemu itu.      

Viona meletakkan tangannya di pundak      

dokter Louisa, sang adik ipar. "Lebih baik kita tinggalkan mereka, biarkan mereka menyelesaikan masalahnya sendiri."     

"Iya kau benar dok, sepertinya mereka harus menyelesaikan masalahnya sendiri,"ucap dokter Louisa pelan sembari menyeka air mata harunya.     

Fernando tersenyum, ia kemudian menyentuh pinggang Viona dan mengajaknya turun ke lantai satu diikuti oleh Aaric di paling belakang setelah paman dan bibinya berjalan dibelakang Fernando dan Viona.      

"Pasti kau bukan yang memberitahu semua orang kalau kita sedang bertengkar,"ucap Kate pelan saat sudah melepaskan pelukannya dari Denise.     

"Tidak, aku tidak bilang siapa-siapa,"jawab Denise mengelak.     

Kate mencubit pipi Denise dengan gemas. "Hanya orang bodoh yang akan percaya padamu, Denise."      

Denise tersenyum tipis. "Aku tidak mengatakan kita sedang bertengkar, aku hanya berteriak-teriak pada semua orang di rumah ini saat kau tak ditemukan setelah pergi dari apartemen."     

"A-apa?!"     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.