You Are Mine, Viona : The Revenge

Membuka Jati diri



Membuka Jati diri

Selama Denise bicara Kate terus menerus mengelus dadanya, ia tak percaya Kate akan melakukan hal sejauh itu.     

"Kau bukan anak kecil, kau juga seorang dokter. Bagaimana bisa kau berbuat seperti itu?!"tanya Kate dengan suara meninggi.     

"Maafkan adikku, sejak dulu ia tak punya teman jadi saat kehilanganmu dia menjadi seperti itu, Kate." Tiba-tiba dari arah pintu Abby muncul dan menjawab pertanyaan Kate.     

Mendengar perkataan Abby membuat Kate dan Denise secara otomatis menoleh ke arah pintu, kedua nampak terkejut saat melihat Abby muncul dengan membawa tiga bungkus ice cream kesukaan Kate.     

Meski tahu kalau pria yang muncul dihadapannya adalah saudara kembar Aaric namun tetap saja jantung Kate berdetak kencang, Kate masih belum bisa membiasakan dirinya. Ia masih mengira pria tampan itu adalah Aaric, mantan kekasih yang masih mengisi hatinya sampai sekarang. Lamunan Kate buyar saat Abby menyodorkan satu ice cream padanya.     

"Ice cream, bukankah Denise sedang..."     

Ucapan Kate terhenti saat melihat Denise sudah menikmati ice cream yang diberikan Abby sebelumnya pada dirinya.     

"Denise..."     

Denise langsung mengulurkan tangannya pada Kate dengan cepat. "Aku sudah sembuh percayalah, lagipula ini adalah ice cream favoritmu. Aku tak mungkin melewatkannya."     

"Lihatkan, seberapa sayang adikku padamu, Kate. Jadi jangan memusuhinya lagi,"sahut Abby dengan cepat menimpali perkataan Denise.     

Dada Kate terasa sakit, ia merasa jantungnya seperti diremas saat ini. Sudah sejak tadi Kate menahan diri untuk tak menangis, namun sepertinya air matanya saat ini sudah tak bisa ditahan lagi. Kate menunduk dan langsung menangis dengan suara yang cukup keras sehingga membuat Denise dan Abby bingung.     

"Kate...kau kena..."     

"Bodoh!! Kenapa kau sebodoh ini Denise, kau sudah dewasa, kau bukan anak kecil lagi dan yang terpenting kau adalah seorang Willan. Bukankah seorang Willan itu adalah orang yang sangat sombong dan arogan? Tapi kenapa kau selemah ini, Denise?! Tunjukkan kalau kau Willan sejati, bukan pecundang bodoh seperti ini!!"pekik Kate dengan keras.     

Denise yang terkejut mendengar perkataan Kate tak sengaja menjatuhkan ice cream rasa matcha ditangannya ke selimut mahalnya, hal yang tak jauh berbeda pun ditunjukkan Abby. Abby yang sama terkejutnya seperti sang adik nampak membuka mulutnya lebar saat mendengar seorang Kate mengumpat, padahal dari cerita yang ia dengar dari Denise sosok Kate adalah gadis yang lembut dan tak pernah bicara kasar.     

Air mata Denise kembali berkumpul di kedua matanya. "Kau masih marah padaku rupanya, ya?"tanyanya serak.     

Kate langsung menyeka air matanya dengan cepat. "Aku tak marah padamu, aku benci dan kecewa padamu. Kau tak mengatakan padaku kalau kau seorang Willan, kau berbohong padaku kalau kau berasal dari keluarga sederhana."     

"Maaf untuk itu, Kate. Tapi percayalah aku tak punya niat apa-apa untuk menipumu, aku memang sejak dulu tak suka menunjukkan kalau aku adalah seorang Willan. Aku lebih senang dikenal sebagai Denise Jolie, si gadis biasa tanpa embel-embel nama Willan dibelakang namaku,"ucap Denise serak.     

"Sama saja Denise, kau sudah menipuku. Kau tahu aku sangat senang sekali mengenalmu sejak pertama kali tiba di Rumah Sakit Global Bros, kau tak peduli dengan penampilanku dulu. Aku sangat senang mengenalmu dan sudah menganggapmu sebagai saudara, selama dua tahun ini aku sudah menganggapmu sebagai adikku tapi ternyata kau menutupi hal sepenting ini dariku. Identitasmu sebagai seorang Willan...."     

Abby yang tak tega melihat Denise menangis langsung melempar ice creamnya ke lantai dan langsung mencengkram tangan Kate dengan keras. "Memangnya kesalahannya itu fatal? Lagipula yang dilakukan adikku itu adalah hal yang terpuji, dia menyembunyikan identitasnya dari orang-orang disaat banyak gadis yang silau dengan harta dan nama besar. Lalu dimana kesalahannya sampai kau marah seperti ini, Kate?"     

Kate langsung mengibaskan tangannya dari cengkraman Abby dan secara tak terduga ia melayangkan sebuah tamparan keras di wajah Abby yang membuat Abby dan Denise sangat terkejut.     

"Kesalahannya adalah karena dia seorang Willan, aku sudah bersumpah untuk tak mau berurusan lagi dengan seorang yang bernama Willan,"sahut Kate dengan suara meninggi.     

Abby sangat terkejut mendengar perkataan Kate, rasa sakit di pipinya pun seketika hilang padahal sebelumnya tamparan Kate sangat keras mendarat di pipinya.     

"A-apa maksudmu Kate?"tanya Denise terbata.     

Kate langsung menoleh ke arah Denise. "Tanyakan pada kakak dan daddymu itu, Denise. Mereka adalah pembunuh, pembunuh atas nyawa suci yang tak bersalah."     

Setelah berkata seperti itu Kate pun langsung pergi dari kamar Denise dengan berlari, saat Kate keluar dari kamar ia terkejut melihat semua orang sudah berkumpul dihadapannya.     

"Siapa yang kau sebut dengan pembunuh, Kate?"tanya Viona dengan suara bergetar menahan tangis, ia tahu siapa yang dimaksud oleh Kate.     

Kate menyeka air matanya lalu mengedarkan pandangannya menatap lima orang yang berdiri dihadapannya dan berhenti pada Fernando yang kebetulan berdiri disamping Aaric. Mendengar suara sang ibu di luar Abby pun ikut keluar bersama Denise yang ia rangkul.     

"Katakan Kate, jangan takut. Ada aku yang akan membelamu seandainya ada orang dari keluargaku yang sudah menyakitimu,"ucap Viona kembali serak menahan tangis.     

"Benarkah anda akan ada di pihakku?"tanya balik Kate setengah mengejek Viona.     

Viona menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Tentu saja, aku berjanji padamu. Sekarang katakan padaku apa maksud dari perkataanmu tadi,"jawab Viona lembut.     

Alih-alih menjawab pertanyaan Viona yang tertuju padanya Kate justru menatap tajam pada Fernando yang kini terlihat bingung karena ditatap setajam itu oleh seorang dokter yang tak ia kenal.     

"Coba tanyakan pada suami anda yang terhormat ini bagaimana bisa dengan kejam dia memaksa putranya meninggalkan kekasihnya yang sedang hamil tiga tahun yang lalu."     

Hening. tak ada suara, semua orang diam saat Kate bicara seperti itu.     

Semua orang yang ada ditempat itu nampak mematung sesaat setelah mendengar perkataan Kate, semuanya terkejut dan bingung.     

Air mata yang sudah Viona tahan sejak beberapa menit yang lalu akhirnya terjatuh membasahi wajah pucatnya. "A-apa maksudmu Kate, s-siapa yang kau maksud dengan meninggalkan kekasihnya yang sedang hamil?"     

Kate terkekeh, perlahan ia menggerai rambut panjangnya dan mendekati Aaric. "Kau masih mengingatku bukan Alex?"tanya Kate pelan menggunakan aksen bicara rusia yang sedikit kental saat bicara dengan Aaric.     

Seketika tubuh Aaric mematung, bibirnya bergetar saat berhasil mengerti maksud pembicaraan gadis asing dihadapannya. "Kayla..."     

Ucapan Aaric tertahan saat tiba-tiba Kate didorong oleh Fernando kearah dinding, setelah berhasil membuat Kate terpojok di dinding Fernando kemudian mencengkram leher gadis malang itu dengan kuat.     

"Katakan apa maksudmu bicara omong kosong seperti ini apa? Siapa yang memerintahkanmu bicara seperti ini, hah!!!"hardik Fernando dengan keras tepat didepan wajah Kate.     

Bukannya takut akan teriakan keras seperti itu dari Fernando yang sedang sangat marah Kate justru tersenyum, ia tak memperdulikan rasa sakit di lehernya karena cengkraman Fernando. "Bunuh aku Tuan, silahkan bunuh aku. Toh dulu kau sudah berhasil membunuh cucumu yang ada dalam perutku."     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.