You Are Mine, Viona : The Revenge

Menuntut ganti rugi



Menuntut ganti rugi

0Kepulauan Gulf, British Columbia, Kanada.     
0

Acara pesta resepsi Alarick Alexander Willan dan Katerine Ivanov benar-benar dirayakan dengan meriah, terbukti dengan kehadiran tamu-tamu penting di pesta itu.      

Tamu yang sebenarnya tidak dikenal oleh Aaric apalagi Kate, pasalnya tamu-tamu itu adalah rekan kerja Fernando yang sudah cukup lama tak datang ke Kanada.      

"Sepertinya setelah ini kau akan segera memiliki cucu, Fernando."     

"Iya kau benar, haha.."     

"Si brengsek ini kenapa beruntung sekali, selain istri yang cantik dan anak-anak yang luar biasa tampan sekarang menantunya juga seperti wanita-wanita muda yang yang memenangkan kontes kecantikan. Apa yang sudah kau lakukan di kehidupanmu sebelumnya, Fernando? Sampai kau seberuntung ini, hm?"     

"Keturunan Willan pasti akan sangat sempurna, lihat saja menantu Fernando sangat cantik."     

"Jangan lupa wanita Rusia emang terkenal sejak dulu sangat cantik jadi kata usah heran."     

Fernando hanya tersenyum mendengar celotehan teman-temannya yang memuji kecantikan Kate, Kate dianggap sangat cocok dengan Aaric yang tampan.      

Hal yang sama pun nampak terlihat pada Viona, meskipun saat ini adalah acara pernikahan putranya namun tetap saja keberadaannya masih mencuri perhatian banyak orang. Meskipun tak muda lagi namun kecantikan Viona benar-benar tak pudar, ia bahkan sempat dijuluki vampir oleh para istri rekan kerja Fernando.     

"Kate,"panggil Denise pelan.     

Kate yang sedang menikmati buah semangka langsung menoleh ke arah Denise yang berjalan ke arahnya dengan membawa 2 gelas redwine.     

"Here."     

Kate menggelengkan kepalanya. "Aku tidak minum alkohol, baby. Kau tahu bukan kalau daya tahan ku terhadap alkohol sangat buruk."     

"Ck, menyebalkan sekali. Tapi ini hari bahagiamu, Kate. Seteguk saja tidak masalah seharusnya,"sahut Denise sedikit kecewa.     

Melihat raut kecewa di wajah Denise, akhirnya Kate pun memutuskan untuk menerima wine yang diberikan oleh sahabat sekaligus adik iparnya itu. Namun baru akan menyentuh gelas yang dipegang oleh Denise tiba-tiba Aaric mendahuluinya.     

"Kau tak diizinkan minum alkohol, Kate. Apa kau lupa betapa kacaunya dirimu setelah minum alkohol?"sengit Aaric dengan suara meninggi. "Apalagi ini adalah pesta pernikahan kita, aku tak mau pesta ini kacau karena kecerobohanmu."     

Melihat Kate dimarahi oleh sang kakak, Denise kemudian meraih tangan Kate dan memeluknya erat. "Jangan salahkan Kate, ini salahku, Alex. Aku tadi yang menawarkan minuman kepadanya dan sebenarnya tadi Kate juga sudah menolak tapi aku memaksanya."     

Aaric menatap tajam ke arah Denise. "Apa kau tak berbohong?"     

"Demi Tuhan, Alex. Mana mungkin aku berbohong,"jawab Denise dengan suara meninggi.     

Aaric tertawa terbahak-bahak mendengar perkataan sang adik, alih-alih marah Aaric justru melingkarkan tangannya ke leher Denise.      

"Aku tahu kata berbohong, tadi aku juga sudah mendengar percakapan kalian. Maafkan aku yang menggodamu, Denise."     

Denise yang kesal kemudian menginjak kaki Aaric dengan sekuat tenaga, namun karena Aaric sudah bisa membaca situasi langsung menyingkirkan kakinya dari tempatnya berpijak sehingga Denise hanya menginjak tanah.     

"Kau itu sudah menikah, tapi kenapa masih menyebalkan sekali, Alex. Aku benci padamu!!"     

Kate menggelengkan kepalanya. "Sudah-sudah jangan terus menggodanya seperti itu, Aaric. Jangan sampai semua orang melihat ke arah kita karena kau terus mengganggunya."     

Aaric tersenyum tipis dan melingkarkan tangannya ke pinggang Kate, pengantinnya. "Yes, ma'am. Aku akan patuh padamu."     

Melihat kemesraan pengantin baru itu kemarahan Denise semakin bertambah, dengan sekali tegukan Denise menghabiskan yang ada di tangannya di hadapan Aaric dan Kate.      

"Jangan minum terlalu banyak, Denise. Acara masih panjang, lagipula kau juga belum berkenalan bukan dengan calon kakak iparmu yang baru?"     

Denise hampir tersedak mendengar perkataan Aaric.      

"Calon kakak iparku yang baru? Apa maksudmu? Kau mau memiliki istri lagi?"pekik Denise dengan keras, beruntung saat ini musik yang diputar cukup keras sehingga suara Denise tersamarkan.      

Aaric yang hilang kesabaran langsung menjewer pipi Denise.      

"Aw… sakit Alex!!"     

"Rasakan, itu hukuman untuk gadis cerewet yang asal bicara sepertimu."     

Denise memegangi pipinya dan siap menyahut perkataan Aaric kembali kalau saja Kate tak segera menyentuh pipinya.      

"It's ok, hanya cubitan kecil,"ucap Kate lembut.      

"Tapi ini sakit, Kate,"jawab Denise lirih dengan mata berkaca-kaca, aktingnya benar-benar bagus.      

Kate terkekeh. "It's ok, kau ini dokter bedah hebat. Masa karena cubitan kecil kesakitan, oh iya apa kau tak tertarik dengan ucapan Aaric sebelumnya?"     

"Perkataan yang mana?"tanya Denise bingung.     

"Soal calon kakak iparmu yang baru,"jawab Kate lembut.     

"Kate!!"     

Kate terkekeh geli, Denise benar-benar sudah salah tangkap. "Bukan Aaric yang akan menikah lagi dan memiliki istri lebih dari satu, karena jika hal itu terjadi maka aku akan menjadi orang yang akan langsung mengotopsinya dalam keadaan hidup-hidup."     

"Kate…"     

Kate langsung menoleh ke arah Aaric.     

"Aku serius, anggap saja itu sebuah peringatan untukmu,"jawab Kate ketus.     

"Ishh teruskan perkataanmu tadi, Kate. Jangan hiraukan Alex, apa maksudnya dengan calon kakak iparku yang baru?"Denise yang tak sabar menyela pembicaraan Kate dan Aaric.      

Dengan senyum mengembang Kate mengajak Denise untuk melihat ke arah Abby yang sedang duduk bersama Natalie di salah satu sudut kursi.      

"Xander…"     

"Iya, wanita yang bersamanya adalah calon istrinya. Namanya Natalie, dia sangat cantik,"ucap Kate pelan memuji kecantikan Natalie, padahal sebenarnya dia sendiri juga tak kalah cantik dengan Natalie.     

Denise menyipitkan matanya. "Kau serius?"     

"Iya, bahkan Mommy dan Daddy juga sudah tahu siapa dia. Lebih baik sekarang kau berkenalan dengannya, pasti rasanya akan menyenangkan kalau kita berkoalisi dengannya, Denise. Jadi kita bertiga bisa melawan Aaric dan Abby bersama-sama,"jawab Kate lirih setengah berbisik.      

Kedua mata Denise berkilat, ia terlihat senang mendengar perkataan Kate. Tanpa bicara Denise kemudian berjalan dengan cepat menuju tempat Abby dan Natalie duduk.     

"Apa yang kau katakan padanya?"tanya Aaric penasaran.     

"Rahasia wanita,"jawab Kate pelan.     

"Kau ini, ya sudah ayo kita berdansa. Aku ingin berdansa dengan pengantinku yang cantik,"ucap Aaric pelan sambil mengulurkan tangannya ke arah Kate, mengajaknya untuk berdansa.     

Dengan malu-malu Kate menerima uluran tangan Aaric dan berjalan ke tengah untuk berdansa, tepuk tangan para tamu terdengar keras saat sang pengantin mulai berdansa.      

Melihat putranya berdansa Fernando tersenyum haru, ia tak percaya bayi kecilnya yang dulu terlahir prematur kini sudah siap mengarungi bahtera rumah tangganya sendiri.     

"Menangislah jika kau ingin menangis,"ucap Viona lembut mengagetkan Fernando.     

Fernando yang kaget langsung menoleh ke arah sang istri yang muncul di belakangnya. "Aku tak menangis, cukup sekali aku menangis saat melihat mereka lahir."     

Viona tersenyum. "Menangis tak akan membuatmu terlihat lemah, babe."      

"Aku serius, aku tak ingin menangis dalam momen ini. Aku harus bahagia karena putraku, buah cintaku sudah benar-benar menjadi laki-laki dewasa."     

Viona tersenyum mendengar perkataan Fernando, perlahan Viona memeluk tubuh Fernando dengan erat.      

"I love you Fernando, terima kasih sudah membuatku menjadi wanita yang paling bahagia di dunia ini."      

"Seharusnya aku yang berkata seperti itu padamu, kau lah yang memberikan aku kebahagiaan luar biasa seperti ini babe. Aku tak tahu jika dulu aku tak bertemu denganmu,"jawab Fernando pelan sambil mencium pundak Viona dengan lembut.      

Viona semakin menenggelamkan wajahnya di dada sang suami, mereka berdua pun mulai berdansa mengikuti Aaric dan Kate yang sudah disusul profesor William dan Aurelie istrinya terlebih dahulu.      

Suasana bahagia keluarga dan teman-teman Fernando sedikit terusik dengan kedatangan Zabina yang muncul seorang diri sebagai tamu yang tak diundang, Zabina menatap Aaric dengan tatapan tajam penuh dendam.     

"Tidak, Aaric. Kau tak bisa mencampakkan aku begini, kau sudah mendapatkan kesucianku. Jadi kau harus bertanggung jawab padaku!!"ucap Zabina serak dengan bergetar.     

Bersambung     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.