Bebaskan Penyihir Itu

Penyihir Bernama Maggie



Penyihir Bernama Maggie

3Ashes sedang duduk di atap istana, sambil menantikan hari untuk berduel.     
1

Belakangan ini Ashes juga belum mengalami kemajuan mengenai hubungannya dengan para penyihir lain. Para penyihir dari Asosiasi Persatuan Penyihir ternyata jauh lebih keras kepala dari yang ia bayangkan. Apakah Gulir yang sudah cukup berumur ataupun Lily yang masih di bawah umur, semua ajakan dari Ashes ditolak oleh mereka. Satu-satunya perbedaan adalah cara Ashes ditolak oleh masing-masing penyihir itu.     

Beberapa penyihir ingin menetap di kota ini karena Roland, dan beberapa penyihir lain memutuskan untuk tidak berpisah dengan saudari-saudari dari Asosiasi Persatuan Penyihir, dan membuat ikatan yang semakin kuat di antara sepuluh penyihir ini. Ashes bahkan tidak ingin mencoba untuk membujuk Anna dan Nana, karena mereka adalah penyihir lokal dari Kota Perbatasan. Ashes merasa bahwa kekuatan sihir kedua penyihir ini entah bagaimana terasa berbeda, terutama Anna. Berdiri di hadapan Anna, Ashes bisa merasakan bahwa kekuatan sihir milik Anna sekeras baja, halus namun juga pekat, seperti berdiri di antara dinding pemisah yang terbuat dari besi.     

Di antara banyak penyihir yang dikumpulkan oleh Tilly, tidak ada penyihir yang bisa membuat Ashes merasa seperti ini. Ketika Ashes bertanya kepada penyihir lain mengenai kekuatan yang Anna miliki, mereka mengatakan bahwa kemampuan Anna adalah mengendalikan api, sesuatu yang khas. Mengapa Ashes merasa bahwa ada penghalang yang sebenarnya di balik kekuatan sihir yang tidak terlihat itu, Ashes benar-benar tidak mengerti.     

Kota Perbatasan juga terlihat berbeda dari kota-kota dan desa-desa lain yang pernah dilihat Ashes sebelumnya. Singkatnya, ada vitalitas dan dinamika yang lebih hidup di kota ini. Orang-orang di kota ini tampaknya memiliki kegiatan yang tidak berkesudahan setiap hari.     

Dari atas atap istana, Ashes bisa melihat pemandangan ke seluruh kota. Daerah yang paling ramai di pusat kota adalah di daerah di mana rumah-rumah baru sedang dibangun. Penduduk telah membagi seluruh area menjadi distrik-distrik kecil, terdapat rumah-rumah di masing-masing distrik yang tampak serupa satu dengan yang lain. Kereta kuda terus berdatangan mengangkut batu bata dari wilayah utara. Tukang batu menggali dua belas lubang yang sama persis kemudian mulai membangun fondasi batu bata. Konstruksi ini cepat untuk dikerjakan, dan dalam waktu sekitar satu hari fondasi rumahnya kira-kira sudah setengah dari tinggi manusia dewasa.     

Dan ketika Ashes memandang ke arah timur laut terlihat asap yang mengepul ke langit, asap itu bukan karena kebakaran hutan, tetapi karena pekerjaan di tempat pembakaran batu bata. Ada juga sejumlah menara bata kokoh yang telah didirikan. Jika dilihat sekilas, menara bata itu tampak seperti tumpukan kayu pohon raksasa berwarna merah.     

Di samping dermaga di tepi sungai, beberapa kapal layar tiba di Kota Perbatasan setiap hari. Dengan melihat bendera yang berkibar di tiang kapal, sebagian besar kapal datang dari Benteng Longsong. Barang-barang yang diturunkan dari kapal hampir memenuhi dermaga, dan di sekitar area dermaga para penjaga berpatroli sambil memegang tombak kayu. Tidak seperti petugas patroli di kota-kota lain, mereka tidak bermalas-malasan dan beristirahat, mereka juga tidak mencari tempat untuk bersembunyi dan tidur siang dengan diam-diam. Sebaliknya, mereka berjalan mondar-mandir di dermaga, sambil terus berjaga-jaga. Kadang-kadang mereka juga berhenti untuk membantu menurunkan barang dari kapal, yang merupakan hal yang tidak pernah dilihat Ashes sebelumnya.     

[Kekuatan sihir macam apa yang dimiliki Roland Wimbledon sehingga ia bisa menciptakan antusiasme yang begitu besar pada rakyatnya ketika mereka membangun kota yang terpencil dan tandus ini?] Ashes bertanya-tanya.     

Pada saat itu, kicauan seekor burung terdengar di atas kepala Ashes. Ashes mengangkat kepalanya dan melihat seekor burung merpati terbang dari langit dan mendarat di bahunya.     

"Akhirnya aku menemukanmu." Merpati itu mengusap-usapkan kepalanya ke pipi Ashes.     

"Apakah Tilly yang mengutusmu kemari?" Ashes mengambil sejumput gandum dari kantungnya dan melemparkannya ke atap.     

Merpati itu terbang melewati Ashes dan seperti teringat sesuatu. "Hei, aku bukan seekor burung!"     

"Kalau begitu berubahlah menjadi manusia dan bicaralah denganku."     

"Baiklah." Suara kicauan burung itu memudar dan bulu-bulu merpati tiba-tiba terlihat membengkak, cahaya putih menyinari celah-celah bulu. Setelah itu, bulu-bulu yang tampak menggembung itu dengan cepat berkontraksi, berubah menjadi rambut panjang berwarna putih.     

Tidak peduli berapa kali Ashes melihat hal ini, ia selalu merasa takjub. Maggie bisa berubah menjadi berbagai macam burung. Meski pada saat berubah bentuk Maggie terlihat besar dan gemuk, Ashes berpikir bahwa kemampuan Maggie tetap luar biasa. Ada saat-saat di mana Ashes merasa iri dengan kemampuan Maggie dan berharap bahwa Ashes juga memiliki kemampuan seperti Maggie daripada menjadi penyihir 'luar biasa' yang tidak terpengaruh Liontin Penghukuman Tuhan. Ashes lebih suka dapat melakukan perjalanan bolak-balik ke dua tempat seperti Maggie. Dengan begitu, setiap kali Ashes ingin bertemu dengan Tilly, ia bisa langsung pergi.     

"Meskipun kamu memiliki pelacak, kamu tidak mudah ditemukan." Maggie mengibaskan bulu-bulu yang menempel di tubuhnya. "Kamu pergi begitu jauh sehingga batu ajaibku tidak bisa menerima gelombang pelacak. Untungnya, Bayang sudah mengetahui lokasi perkiraan dirimu, dan ketika aku melewati Bukit Naga Tumbang, aku mendapat sedikit respon dari batu ajaib."     

Selain rambut putih ikonik yang menjadi ciri khas Maggie, penampilannya yang paling mencolok adalah tinggi badannya. Meskipun Maggie adalah wanita dewasa, ia tidak lebih tinggi dari pinggang Ashes dan memiliki penampilan seperti seorang gadis kecil. Ketika rambut putihnya terurai, rambutnya hampir menutupi seluruh tubuhnya.     

"Apakah Tilly sudah sampai di Fjords dengan selamat?" Ashes duduk dan menepuk tempat di sampingnya. Maggie bergeser dengan cara yang mirip seperti seekor burung.     

"Perjalanan Tilly baik-baik saja di wilayah Permaisuri, tetapi kapal kedua dihantam angin utara yang dahsyat dan menabrak karang. Untungnya, tidak ada penyihir yang terluka atau hilang. Kapal ketiga dan keempat masih berada di laut. Aku terbang di atas kapal mereka ketika aku sedang dalam perjalanan untuk mencarimu."     

"Syukurlah kalau begitu." Ashes merasa lega. Meskipun wajah Pangeran Roland membuatnya muak, apa yang pernah disampaikan Roland tidak salah, dan perjalanan dari Kerajaan Graycastle ke Fjords memang cukup berbahaya. Iklim di laut jauh lebih mudah berubah dan lebih ganas daripada di iklim di darat, dan cuaca di langit yang biru bisa berubah dalam sekejap menjadi badai. Dalam gelombang laut yang mengamuk, bahkan kekuatan sihir Ashes yang luar biasa tampak tidak berguna.     

Maggie mengatakan, "Kalian semua sama saja. Bayang berkata bahwa kamu tidak kembali bersamanya karena kamu ingin pergi ke Kota Perbatasan untuk mengajak lebih banyak penyihir. Tanpa menanyakan situasinya, hal pertama yang dikatakan Lady[1] Tilly adalah 'Tidak apa-apa'." Maggie berhenti bicara dan melihat sekelilingnya. "Rekan-rekan kita yang lain, di mana mereka?"     

"Mereka tidak mau meninggalkan kota ini," kata Ashes sambil menghela nafas. Ashes menceritakan secara singkat apa yang telah terjadi. "Mereka lebih mempercayai pimpinan mereka daripada aku. Selain itu, pimpinan mereka adalah kakak laki-laki Tilly."     

"Lady Tilly bersedia menerima kita, begitu juga dengan kakaknya … nah, kalau begitu sepertinya tidak ada masalah lagi, bukan? Karena itulah kamu harus berangkat ke Fjord lebih awal. Tanpa bantuanmu, Lady Tilly tidak bisa melakukan rencana pembersihan," kata Maggie.     

Ashes menggelengkan kepalanya. "Aku akan pergi setelah menyelesaikan duelku."     

"Tetapi kamu baru saja berkata, bahkan jika kamu menang, Pangeran Roland tidak akan meminta para penyihir itu untuk ikut bersamamu, bukan?" Maggie bergumam, "Meski demikian kamu masih ingin melanjutkan duel itu?"     

"Jika hanya ada satu kesempatan, aku ingin tetap mencoba," kata Ashes dengan tenang. "Bukan masalah besar jika aku menunda rencana pembersihan selama beberapa hari, tetapi jika aku bisa membuat satu orang penyihir untuk kembali bersamaku, kekuasaan Tilly akan berkembang dengan pesat."     

"Baiklah, kalau begitu aku akan menunggu di sini untuk kembali ke Fjords bersama denganmu. Oh ya, ada satu hal lagi. Ketika aku melintasi Bukit Naga Tumbang, aku melihat sekelompok orang yang berjumlah sekitar sepuluh orang sedang berjalan sambil membawa bendera berlambang gereja," kata Maggie.     

"Itu tidak terlalu banyak … dengan bendera seperti itu, mungkin itu hanya utusan gereja." Ashes mendengus. "Aku tidak yakin gereja akan mengirimkan utusan mereka ke tempat lain selain ke Kota Perbatasan. Penciuman mereka setajam hidung anjing. Tetapi tidak apa-apa, tunggu sampai aku mengalahkan kesatria itu. Setelah itu, aku akan memberi tahu Roland Wimbledon mengenai kedatangan utusan gereja yang menuju ke sini. Pada saat itu, Roland Wimbledon akan mengetahui kesalahan apa yang telah ia perbuat."     

[1] Gelar kebangsawanan seorang wanita     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.